Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]

lifes a journey by ava art ro via DeviantArt

Edy Firmansyah,
Lahir di Pamekasan, Madura. Menulis puisi, prosa, dan esai. Buku antologi puisi tunggalnya yang pernah terbit, antara lain, Derap Sepatu Hujan (Indie Book Corner, 2011) dan Ciuman Pertama (Penerbit Gardu, 2012). Sementara itu, buku puisi terakhirnya yang segera terbit berjudul Ciuman Terakhir (Penerbit Diomedia, 2022). Sejumlag puisinya ini telah tayang di rubrik ArtSpace - Sajak, koran Jawa Pos, 1 Mei 2022.


Menyambut Lebaran

 

Mari sambut Lebaran

kemacetan di tengah hilal

kota ini maaf yang lekas jadi pudar

seperti ledakan kembang api

menghamburkan cahaya warna-warni

meriah semu

takbir rasa sakit

struk harga-harga

menciptakan asma

hanya angin wabah

membuat gerah

dan kampung yang tidur

terjaga derap kaki mudik

yang lupa pulang

ke dalam masa lalu

 

/2022

 

Bisik Suara-Suara

 

Suara-suara itu membisikkan

kepadamu bahwa kau akan berada

dalam kolak pisang

centang perenang di kolam santan

antara ketan hitam

dan bubur mutiara mengambang

 

Maka kau mengkhayalkan

berenang di kolak pisang

seperti ikan di sungai

sedang mulut-mulut di sekelilingmu

menahan perih lapar puasa

hingga beduk magrib tiba

dan kolak pisang berpindah ke lambung terbakar

kau berenang-renang dalam lambung

bertemu dengan gadis kesepian

namun lekas berpisah di labirin usus

berakhir di lubang kakus

Betapa puasa adalah kesunyian masing-masing

antara kolak pisang dan lambung terbakar

kau ada dalam tiada

tiada dalam ada; waktu

 

/2022

 

Lanskap Perjalanan

 

Dari bangku belakang bis antarkota

kulihat ratusan antena menuding ke barat

ke arah mana aku harus berangkat

 

Kusaksikan juga laut berkilauan

ombak begitu ramah

langit biru dan terang

pepohonan bakau kian jarang

seekor camar terbang sendirian

jadi teman bagi sepi

mempersiang segala yang pergi

 

Pasar Ikan Tanjung baru saja lewat

tak kucium amis ikan sebab hidung mampet

 

Tapi masih bisa kurasakan sesak dada nelayan

susah payah menuntun sampan ke pantai

kulitnya yang legam terbakar

seperti kulit nasibnya yang hitam

dipanggang api penjajahan

yang tak pernah usai

 

Di sampan itu kulihat anak perempuannya

berdiri memeluk tiang layar

memandang jalanan

memandang bis yang ringkih berjalan

tatapannya, kosong

sekosong tangki diesel perahu

menderu tersendat-sendat menjelajahi laut-Mu

 

Tapi, jauh di horizon selat itu

sebuah cerobong mengepulkan asap hitam

pengeboran minyak lepas pantai terus berjalan

tapi bukan untukmu, wahai anak-anak nelayan

 

Dari bangku belakang bis antarkota

sajakku menggigil

seperti demam flu

di tubuhku

 

 

Mudik

 

Sebentar lagi, sebentar lagi, ibu

begitu matahari terlelap dalam kumandang takbir

aku akan melipat baju, menggendong ransel, pulang ke pangkuanmu

meski aku tahu, tangan tak lagi bisa menyentuh tangan

hanya dingin pusara kusentuh

doa-doa masih utuh

 

/2022

 

Catatan Admin APPMI: Bagi para penyair yang keberatan puisi-puisinya diarsip, silahkan kirimkan permintaan untuk ditakedown, baik melalui kolom komentar, via email, atau melalui contact us. Tabik...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib