Gambar/ arsippenyairmadura.com |
PINTU 01
Di atas
perahu
pikiran
melihat ke dalam
menyelami
karang-karang
menelaah
kebiruan
Sementara,
di rumah
petani
memangkul cangkul
tidak
meninggalkan huruf-huruf langit
tanah
terus digarap ditanami
keringat
mengalir ke hati.
Pikiran
ditanamkan
keringat
disuburkan
PINTU 03
Dua
titik matamu melihat ke tengah gelombang
tepian
hijau serupa kertas-kertas cahaya
Aku
membaca dua titik adalah peristiwa
yang
akan meledak dan kita tak sadar
iman
kekuatan terbesar manusia
PINTU 05
Bertebaranlah
cahaya-cahaya
di
pelupuk tanya yang kian mesra
ada
yang ke samping
ada
yang ke tengah terus ke bawah, lalu ke atas.
Gelombang
terus menjadi sajadah
bergelora
di balik cabang waktu
memberikan
ruang terdalam
menelaah
cela gelombang
Ia
terus memburu, diburu
ke
dalam akar di peta semesta
membaca
kaligrafi sejarah
-----------------------
Matroni
Muserang, menulis di banyak media baik lokal maupun nasional. Buku antologi
puisi bersamanya adalah Puisi Menolak Lupa (2010), “Madzhab Kutub”
(2010), Antologi Puisi Festival Bulan
Purnama Majapahit Trowulan, (Dewan Kesenian Jatim, 2010). Suluk Mataram
50 Penyair Membaca Jogja (2011), Menyirat Cinta Haqiqi (temu
sastrawan Nusantara Melayu Raya (NUMERA, Malaysia, 2012), Satu Kata Istimewa
(2012 dan Sauk Seloko (PPN VI Jambi 2012). Menyelesaikan studi S-1 dan S-2nya
di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Kini menetap di kampung halamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar