SENANDUNG GANDRUNG
Madah putih silsilah mantra
muassal bening osing asmara
Tujuh jarum tujuh helai doa
Tujuh sirah berdenyut di dada
Lentik rindu bertukar gusar
lirik genjer bikin gentar
Jantung tersayat tanah terbelah
Di mata selongsong petani pasrah
Di alun kini blambangan
Di senandung banyuwangi
Tujuh madah tujuh mantra
Tujuh bilik penari gandrung
Tujuh jarum tujuh benang
Tujuh sulaman lubang selendang
Gandrung dirindu dalam semadi
Osing dijelang di denyut nadi.
TUJUH LARIK PENGASIH
Tujuh madah silsilah mantra
Tujuh bala lelembut tamara
Tujuh jarum tujuh kecupan
Tujuh belaian nujum sulaman
Di alun kini blambangan mewangi
Di senandung banyuwangi sunyi
Di hening semadi gandrung murung
Di lingkar tari sorai membubung
Tujuh madah tersaji sudah, di bening pengasih puisi terdedah!
PENGAKUAN CINTA
Masa lalu berpawai sepanjang jalan
dari titian pertemuan ke bentangan kenangan
kerlip rindu meriap di rongga-rongga waktu
lemparkan serpihan pagi dalam iringan
nyanyian cinta yang rawan.
Masa lalu berpawai di sepanjang pikiran
menari dan berdendang dengan irama sumbang
menimang semesta, memeluk kesetiaan
membelai keabadian.
Dalam lingkaran tarian, juga nyanyian
kehampaan cintamu cuma kuraba.
Seusai pawai baju-baju kuyu di lemari pilu
kalung dan liontin menggantung sendu
seperti nasib dan takdir, tak bisa kutimang.
Oh, kehampaan yang agung, lebih dekatlah
dengan kerlip lilin pandangku dari liang gelap
kupujakan hidup sampai nyanyian tak sumbang dalam degup.
Menarilah, duhai cintaku, dalam iringan pawai waktu.
DI PARANGKUSUMA
Tersebab remuk tulang rusukkah merah bara berarak
dari helai rambut kekasih malammu, Parangkusuma?
Dingin sajadah lontar
digelar di punggung anak-anak ombak
pun bulir-bulir keringat, berdenting dalam hening
basahi irama siulan para pelacur di ranjang pasirmu.
Tak terdengar tembang, juga rebana
hanya sayatan sangsai hati masaikan risau
di nyalang harap anak-anak dari balik bilik
dari sela jari puisi-puisiku yang tak kunjung jadi
memetik rembulan, menggalah bintang
Tapi, di sini tak terdengar tembang, juga rebana
gerbang dan pintu sekolah yang terkunci
tak izinkan anak-anak ombakmu
duduk semajelis sedini.
Petiklah ini pelangi, sungging senyum menawan
Rebut dan dekaplah tubuhku, sintal dan rawan
Napasku membubung dalam dupa persembahan
Desahku desau kembang setaman dalam perjamuan
Para pembesar, yang jadikan tegak langkahmu
Benteng bagi pertahanan rapuh dan kuyu.
Perahumukah yang datang dari kelam harapan,
seberangi jantung perih permohonanmu, Parangkusuma?
Mari, kujahit layar sebelum getir
terkembang
dengan buntalan kusut nelon dari sobekan
kelambu
yang kau rentangkan sebelum pasanggarahan
tempat menyandarkan getir cerlang mataku
rubuh, juga kekasih malammu luluh
Diterbangkan angin pupuh sang
penembang
Dalam barisan para abdi, restu semata ingin
ditandu.
Tapi aku kekasihmu, jelmaan kembang setaman
Mataram!
Aku ratu bermahkota duka bagi selir,
berdesir di setiap ketiak orang-orang
hantaran
enggan ketuk pintu restu Gusti,
Dalam hening pencarian, dan bening
pemintaan.
Kaukah yang duduk di tungku kuyu
Membakar batok hati, menyeduh lasak
pandangan
Dalam pahit kopi abdi, di buih nasib, di
nampan lontar?
KE TIMUR JAWA
Bijih-bijih rinduku manik-manik selendang penari
lentingkanm mata menembus batas nyeri
di haru pilu masa lalu berpawai
susuri gandrung di rongga api:
Kaukah akar rambatan pohon surgawi
di timur Jawa lengah kucari
di sulur hutan hening Banyuwangi
Di jalan berkelok menuju pelukanmu
panas suci senandung guru mengaji
hikmat menggigil dalam ciuman takdir
mencari diri dengan tuduhan keji
pasukan senyap bersayap rayap.
Kaukah pohon tegak lurus dengan langit itu
teduh payungi madah hening mantra
tersesap manis air kembang tujuh rupa
gandrung dan osing hanyut di dada.
Jakarta, Mei 2020
Catatan: Tegak Lurus dengan Langit dikutip dari cerpen Iwan
Simatupang, Tegak Lurus dengan Langit.
doc/ arsippenyairmadura |
Mahwi Air Tawar, lahir di pesisir Sumenep, Madura, 28 Oktober 1983.
Sejumlah cerpen dan puisinya dipublikasikan di Kompas, Jawa Pos, Suara
Pembaruan, Suara Merdeka, Bali Post, Horison, Jurnal Cerpen Indonesia, Jurnal
Sajak, dan lain-lain. Cerpen dan puisinya juga termuat di sejumlah antologi
bersama, di antaranya 3 Penyair Timur (2006, puisi), Herbarium (2006, puisi),
Medan Puisi, Sampena the 1 International Poetry (2006, puisi), IBUMI:
Kisah-kisah dari Tanah di Bawah Pelangi (2008, puisi), Sepasang Bekicot Muda (2006,
cerpen), dan Robingah, Cintailah Aku (2007, cerpen). Salah satu cerpennya yang
berjudul Pulung terpilih sebagai cerpen terbaik dalam lomba yang digelar oleh
STAIN Purwokerto dan terkumpul dalam buku Rendezvouz di Tepi Serayu
(2008-2009), Jalan Menikung ke Bukit Timah (TSI II, cerpen), Ujung Laut Pulau
Marwah (TSI III, cerpen), Tuah Tara No Ate (TSI III, cerpen), Perayaan Kematian
(2011, cerpen). Kumpulan cerpen pertamanya, Mata Blater (2010), mendapat
penghargaan dari Balai Bahasa Yogyakarta, 2011. Ia aktif mengelola komunitas
sastra Poetika dan Kalèlès, Kelompok Kajian Seni Budaya Madura, di Yogyakarta.
Buku cerpennya yang terbaru adalah Karapan Laut (2014), dan buku puisinya yang
sudah terbit; “Taneyan”, “Lima Guru Kelana ke Lubuk Jiwa” dan
“Tanah Air Puisi Air Tanah Puisi”.
Is a Real Money Casino Site - ChoegoCasino
BalasHapusOnline Casinos with Real Money · Jackpot 카지노사이트 City Casino 제왕 카지노 · Red Rock 메리트 카지노 고객센터 Casino · Golden Nugget Casino · SlotsMillion Casino.
Meanwhile, gamers 토토사이트 will place their bets, which shall be processed by the software the casino runs on. “No extra bets” announcement shall be made and gamers shall be knowledgeable about that in via the server. Even if you do not hold yourself knowledgeable in regards to the improvement of the casino industry on a global scale, you must have heard about essentially the most attractive playing locations on the planet. The international locations where casino video games in on-line format are available are few, but fortunately an increasing number of authorities are contemplating legalizing remote playing activities.
BalasHapus