Sumber gambar: wallpaperbetter |
YAM
SAN HOO
Yam
San Hoo dalam lamunan
seperti
akan terpental kembali pada muasal
kusebut
demikian
sejak
ikhtiar luput dari dugaan
Ini
bukan permainan nasib
ketika
kami para petani istikharah tiga bulan lamanya
meramal
petunjuk agar lepas dari kebimbangan
maka
pada hati yang senyap
keputusan
membias hasrat
hujan
tak jadi
mendung
tak jadi
panen
juga tak jadi
Kembali
kususuri silsilah pematang
daun-daun
itu luruh tak bisa ditafsirkan
kutelan
ludah, sesekali tersedak
manakala
anak-anak menagih mainan baru
sepeda
baru, sepatu baru, seragam baru
dan
beberapa tagihan lain di sekolahnya yang baru
Kini
aku lebih banyak melamun
memikirkan
hikayat musim
menyerah
tanpa mengucapkan salam
Agustus
- September - Oktober mengusap pipinya
yang
nyaris berimbang dalam selisih air mata
perlahan
satu langkah menuju nopember
gema
shalawat nabi mengurai pokok diri
kami
sudah lupa dan mengamini
Yam
San Hoo dalam lamunan
seperti
akan terpental kembali pada muasal
kusebut
demikian
sebab
istikharah telah selesai
Pamekasan
2019
PEREMPUAN BERSOLEK MAYANG #1
Perempuan bersolek mayang
aku menyebutnya demikian
seperti sajak mawar dan gerimis
susup memendam kata-kata
kadang memuji kadang menyakiti
Maka di halaman pertama
kususun pecahan doa sebagai tanda cinta
agar sajak yang akan kita tulis
tuntas memaknai mawar dan gerimis
Begitulah kau kurumuskan
perempuan bersolek mayang
kiranya, adakah yang lebih detak selain dada
kecuali namamu semua tampak biasa
Perempuan bersolek mayang
aku rapalkan namamu ke langit
saat air mata menggerimis
dan senja menjelma tangis
Pamekasan 2019
PEREMPUAN BERSOLEK MAYANG #2
Ia mencatatkan nama perempuan itu pada daun
seperti percintaan hanya sebentar menjelma rimbun
kelak jika ranggas mulai turun
maka tanah akan menerima dengan tabah
untuk mengemaskannya menjadi kisah
Daun dan tanah adalah waktu
ada yang menunggu ada yang mengurai rindu
selebihnya akan tertakar menuju abu
Ia rela bertukar tempat dengan senja
tanpa bertanya seberapa lama ia mengasuhnya
sebelum kemarau mengucap dahaga
dan maut memulangkan duka
Perempuan bersolek mayang
cuaca susup memecah percintaan
ikrar daun dan tanah takluk kemudian
ia pun tunduk tak habis dikenang
sejenak merahasiakannya dalam angan
Pamekasan 2019
Sugik Muhammad
Sahar,
lahir dan tinggal di Pamekasan. Alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Universitas Madura. Selain menulis puisi berbahasa Indonesia
dan berbahasa Madura ia juga tercatat sebagai salah satu pendiri “Sivitas
Kotheka” Pamekasan yang bergerak di bidang literasi dan kebudayaan. Buku
antologi puisi tunggal “Sangkolan” (2018). Karya-karyanya pernah
dipublikasikan di Radar Madura, Koran Madura, Koran Tempo, Radar Malang, Malang Post, Sastra Sumbar,
Padang Ekspres, Budaya Haluan Padang, Harian Budaya Rakyat Sultra, Radar
Surabaya, Banjarmasin Post, Riau Post, Solo Post,
Warta Simalaba, Radar Mojokerto, Radar Banyuangi, Majalah Santarang Kupang, Lini
Fiksi Edisi 69, Majalah Jokotole dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar