Sumber gambar: g dreamstime |
PENJAGA
LANGIT
sejuk dan
lirih
penjaga
langit segala musim
hadir
lewat tiupan angin kesunyian
tubuh
bergetar dan betapa
tangan
meraih inti sepi
menerima
setiap yang hadir dan pergi
kesunyian
adalah ruh semesta
pendekap
jiwa para pecinta
dan
pengembala hidup yang fana
lirih dan
sejuk
penjaga
langit tersenyum padaku
bibirnya
semerah bibir ibuku
Jakarta,
2020
MATA
GADGET
di matamu
yang gadget
mawar-mawar
padam
perahu
sejarah karam
tenggelam
ke palung malam
di matamu
yang touchscreen
sunga-sungai
keruh
hutan-hutan
menjelma kota
lautan
menjadi pembuangan sambah
di matamu
yang licin
setiap aku
menjadi sentimentil
megap-megap
dalam gelombang zaman
harap-harap
cemas di panggung dunia
Jakarta,
2020
GUMAM
KAKTUS TUA
mulutku
terkunci membaca hidup sendiri
keringat
menetes dari pelipis
saat
langit biru mengkristal-kristal
memancarkan
cinta yang mulia
namun
kini, nyaris aku tenggelam dalam tipudaya
derak
sepatu penguasa pembangkit kebengisan
yang
merontokkan mawar bibirku
sampai
hanya tinggal duri laiknya kaktus tua
maka
biarkanlah aku bergumam
sebelum
kebisuan mengutukku menjadi pecundang
terumbu
karang merah pualam
ikan dan
udang pada bersarang
kutuk ragu
dan takut terdalam
sirna
hilang dalam gelombang
___zaman
Jakarta,
2020
PUISI
TERLANTAR DI LUAR ISTANA
aku
melihat monster terbahak
di dalam
tempurung kepala
menyeret
nafsu tubuhnya
yang
membara-bara dan terdera
aku
menukilnya menjadi nyata
dengan
kata-kata jenaka
yang
mustahil akan kaubaca
dan di
malam tak sepi ini
kutulis
lagi dengan hati-hati
meski
akhirnya kucaci sendiri
sajakku
ini sepenuh tega
sepenuh
cinta
astaga,
ini percuma
puisi tak
merubah apa-apa
yang kian
asing di telinga bangsa
malahan
terlantar di luar pagar
istana
Jakarta,
2020
---------------------------------------------------------
Selendang
Sulaiman,
kelahiran Sumenep, 18 Oktober 1989. Puisi-puisinya tersiar di berbagai media
massa seperti; Media Indonesia,
Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Seputar Indonesia, Indopos, Minggu Pagi,
Riau Pos, Merapi, Padang Ekspres, Lampung Post, Radar Surabaya, Rakyat Sumbar,
Rakyat Sultra, dll. Antologi Puisi bersamanya; 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (MP 2011), Ayat-ayat Selat Sekat (Antologi Puisi
Riau Pos, 2014), Bersepeda Ke Bulan
(HariPuisi IndoPos, 2014), Bendera Putih
untuk Tuhan (Antologi Puisi Riau Pos, 2014), Yang Tampil Beda Setelah Chairil (Haripuisi 2016) dlsb. Antologi
Puisi Tunggalnya, Omerta (Halaman
Indonesia, 2018). Kini tinggal di Jakarta sebagai Jurnalis dan Ketua Komunitas
Burung Merak Rendra (KBMR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar