"Palabbuwan" karya Hidayat Raharja |
SALVO PANTURA ABAD KE-XXI
menembus dermaga dadamu, terdengar rintihan
antara bulir-bulir pasir
ditimang penambang
dan keresak maut kopra kelapa
terbakar birahi para
penambak
aduhai,
lebam masai angin tenggara
alis dewangga saga tembaga
aroma petis tubuhmu tinggal seserpih sisik
seusai perahumu terkapar di sepetak tambak
di dermaga dadamu yang
kini sebusuk rusuk
aduhai, bernanah lautmu sudah
tujuh salvo pantura berarak di awan.
justru, di saat-saat seperti ini, akan kurajut
jala waktu
kubawa sisa senyummu, palung
bahtera, keringat nelayan
nazar petik laut atau panen
terakhir kegembiraan
serta sesaji biru pasang
ombak-ombakmu
lautmu
pusaramu
aduhai, bagi jiwamu sendiri.
Pondok Cabe-Langit Lemburawi, 2019
SELANJUTNYA SALVO PANTURA ABAD KE-XXI
Menghempas perunggu kusam
dermaga dadamu
bulir-bulir pasir
ditimang penambang
keresak maut kopra kelapa
terbakar birahi para penambak
aduhai,
lebam masai angin tenggara
alis dewangga saga tembaga
petis tubuhmu adalah sisik
seusai jasad perahumu terkapar
di terik tambak dadamu yang sebusuk rusuk
aduhai, bernanah lautmu sudah
tujuh salvo pantura berarak di awan.
nah, sekarang akan kupancang jangkar waktu
kuusung kusta tawamu, palung bahtera, bau keringat nelayan
selamatan petik laut atau
panen terakhir kegembiraan
serta usus bagi arus ombak-ombakmu
lautmu makammu
aduhai, bagi kematian jiwamu.
Pondok Cabe-Langit Lemburawi, 2019
RESONANSI
1
Kukekalkan namamu di serat-serat kefanaanku
janji perlahan-lahan meleleh dari sulbi
mengurai detak nanar nadi terbakar.
Kurajut sukmamu di sela kusut bajuku
dengan jarum dari tulang rusuk
pendakian ke harakat hakikat tak koyak
getar kesetiaan di sembilan puluh sembilan
helai titian akar nazir zikir.
2
Kusertakan pelukanmu ke dalam dekapannya
juga hambar getir bibirku dalam lumatan
bibirnya
di tiga puluh tiga titian denting ketukan lebih
nyaring
dari suara khotbah, juga seru biru politisi.
Azazilkah aku di tapak-tapak kapak firaun
mempelantingkan batu-batu gelombang
tapi berkeping di tangkai belulang khuldi
di lengkung-lengkung siratmu
di taman seremang pandangan
kujalin dan kurajut akar gelora merah usia
ke rambatan kelopak fajar binar ar-raāhmanmu
hingga jantung lumbung arraāhimmu.
3
Pijar kalender oktoberku perlahan-lahan meredup
seperti pengakuan dan kesetiaan
tak pernah utuh kurengkuh, juga cintaku.
Kampung Kebon Puisi, 2020
Mahwi
Air Tawar,
lahir di Sumenep, Madura 1983. Selain menulis cerpen ia juga menulis puisi.
karya-karya dimuat di berbagai media massa. Buku kumpulan cerpennya yang sudah
terbit di antaranya, Blater, Karapan
Laut, dan Pulung. Buku kumpulan
cerpennya mendapat penghargaan dari Balai Bahasa Yogyakarta, 2012. Sementara
cerpen Pulung mendapat penghargaan
dari STAIN Purwokerto, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar