Sumber gambar: g/ today.line.me |
OBITUARI KOPI DAN PUISI
puisi itu gugur di musim hujan
yang kau cintai melebihi rintiknya
kopi itu mengampas sebelum sempat kau sesap
dan membiarkan sarinya bermenung tanpa ucap
bagaimana menerjemahkan kedukaan
segenap bahasa ujungnya hanyalah derai
sedu sedan mengurai seperti belai ninabobo
bagi jiwa-jiwa tak terlerai
setiap catatan tentangmu diakhiri
dengan gerimis tak tertepis
ini bahkan bukan sebuah obituari
ada banyak bincang tertunda
meski sekadar tentang cuaca dan kata-kata
yang menurutmu makin menggurita
dalam jemu
ada banyak temu yang tak sempat terlambai
seperti kapal, dermagamu tak pernah lagi pindah alamat
kesumat cinta membuhulkan doa
azimat bagi para pengelana tua
kutanya; mengapa puisimu kau simpan
dalam peti tua
bukankah aku tetap setia membaca
katamu; puisiku kini kugadaikan sebagai
jaminan hari tua saja
bukankah di luar sana puisi diobral
seribu tiga
dan orang-orang mengabaikan kedigdayaan diksi
seolah-olah itu sama saja dengan catatan anggaran belanja
tak apa, tak apa, kataku
meski engkau menenggelamkan diri dalam aroma kopi
catatan tentangmu terpahat rapi dalam relief-relief waktu
suatu saat nanti dimuseumkan sebagai kemuliaan hidupmu
oleh para santri maupun priyayi
tak ada yang sepertimu
karena memang sebegitu sulitnya memelihara
keteguhan diri
sebagai putera mahkota, terkadang bahkan kau terlupa
bahwa engkau memiliki istana
yang di dalamnya penuh puja dan doa
untuk kebaikan hidupmu
kini, hidupmu telah terhenti
tetapi napas kebajikanmu
tak akan lekang oleh panas
tak lapuk oleh hujan
kebersahajaan pemunculanmu
menjadi kenang dalam linang
selamanya
selamat jalan menuju Surga…
Karduluk, 12 Pebruari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar