doc/ arsippenyairmadura.com |
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Hari
ini, di musim penghujan dan penuh becek ini, saya diminta menyampaikan sekadar
kata pengantar untuk peluncuran buku antologi puisi penyair terpilih “Festival
Aksara Manifesco 2019.” Dengan kata lain, saya diminta untuk berbasa-basi.
Padahal basa-basi tak pernah bisa menghibur banyak orang. Basa-basi tak akan
pernah bisa menghibur debt collector
yang menggedor pintu rumah. Basi-basi tak bisa menghibur batu kali. Jadi, saya
akan singkat saja.
Begini,
saya ditunjuk menjadi kurator oleh Royyan Julian sebagai perwakilan dari
panitia. Herannya, ketua panitia festival yang juga pengelola kafe Manifesco
setuju dengan penunjukan itu. Saya bisa menolak Royyan dengan alasan yang
dibuat-buat. Saya suka membuat alasan apapun agar tidak ditimpa nasib buruk. Bisa
sakit panu, kudis, kurap, atau ketombe. Berbagai penyakit yang tentu saja jauh
dari kematian. Tetapi, saya tidak bisa menolak Ketua Panitia. Pengelola kafe
ini adalah sahabat saya. Kami berteman sejak SMP. Saya sering meminjam uangnya
ketika sekolah. Dan dia selalu datang ke rumah untuk menagihnya ketika masuk
tenggat waktu. Tanpa basa-basi. Saya takut dengannya. Saya tidak takut dengan
Royyan. Hanya sungkan saja. Dia penulisyang baik hati.
Tapi
saya tak mau memikul nasib buruk sendirian. Malah kalau bisa saya ingin menghindar
dari semua nasib buruk. Tapi tak bisa. Karena itu ada dua orang yang saya
pikirkan untuk saya libatkan memikul nasib buruk ini. Dua orang itu: Y. Thendra
BP dan Malkan Junaidi. Alasannya saya kenal keduanya. Mudah bekerja sama dengan
orang yang saya kenal. Saya
cukup
akrab
dengan
penyair
kelahiran
Bangkinang, Sumatera itu.
Sedangkan
Malkan
Junaidi sendiri sebenarnya saya tak pernah bertemu muka dengannya. Kami sering
berbincang di inbox facebook. Pada
2013 kalau tak salah ingat, dia pernah mengajak saya membuat grup fesbuk pengadilan
puisi. Dan tentu saja saya menolaknya. Menjadi hakim, pengacara atau jaksa bagi
puisi-puisi yang akan disidangkan di pengadilan bentukan Malkan Junaidi itu
bagi saya adalah nasib buruk. Saya sendiri heran mengapa dia mengajak saya
untuk terlibat dalam proyeknya itu? Penyair dari Blitar itu memang suka
aneh-aneh. Tapi Saya rasa dia cukup serius memikirkan puisi. Tidak seperti saya yang
menggelinding seperti sebiji kedelai yang jatuh dari nampan sayur di pasar.
Belum kena injak pengunjung pasar atau dilindas troli sudah untung.
Untuk
kepentingan Antologi Puisi Festival Aksara Manifesco, saya mula-mula
menghubungi Malkan dan ternyata di setiap nasib buruk selalu ada nasib baik.
Saya bersyukur dia mau membantu proses kurasi antologi ini.
Tugas kami,
sebagaimana disampaikan panitia, bukan memilih sekian karya terbaik, melainkan
sekian penulis masing-masing dengan sekian karya terbaik. Sejak pengumuman
antologi festival ini disebarkan hingga penutupan, ada sekitar 100 peserta yang
mengirim. Masing-masing peserta mengirimkan 10 puisi. Jadi ada sekitar 1000
puisi yang harus kami baca. Dari 100 peserta tersebut kami memilih 10 pernyair
dan tiap-tiap penyair dipilih 5 puisi terbaiknya.
Sepintas tampak sederhana.
Namun sesungguhnya implikasinya jauh berbeda. Untuk memilih 50 puisi terbaik
kami bisa mengambil 1 hingga 10 judul setiap penyair. Yakni kuota 50 itu bisa
kami penuhi dari baik 50 atau 5 peserta. Adapun untuk memilih hanya 10 penyair
dengan masing-masing 5 judul, mau tak mau kami harus main hitung-hitungan.
Misal dua penyair, A dan B. Dalam pembacaan kami, A menghasilkan 3 karya kuat,
sedang B hanya 2 karya. Mudah memutuskan bila kekuatan kelima karya itu
terhitung relatif setara. Tapi bagaimana bila 2 milik B dinilai lebih kuat
dibanding 3 milik A? Memilih B berarti menyertakan 3 karya lemah, memilih A
berarti menyertakan hanya 2.
Selain
itu pengarang asal Madura yang tinggal di luar Madura adalah kriteria lainnya
yang ditetapkan oleh panitia. Berdasarkan kriteria itu kami melakukan pemetaan
berdasarkan jenis kelamin, usia, asal daerah dan profesi dengan basis data
biografi peserta yang dikirimkan bersama karyanya. hasilnya adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan jenis kelamin:
-
Laki-laki : 7
-
Perempuan : 29
-
Tidakdiketahui : 2
Berdasarkan usia:
-
10
sampai 19 tahun : 18
-
20
sampai 29 tahun : 21
-
30
sampai 39 tahun : 7
-
40 tahun keatas :
2
-
Tidak diungkapkan : 48
Berdasarkan asal daerah:
-
Sumenep : 59
-
Pamekasan : 20
-
Sampang : 9
-
Bangkalan : 2
Berdasarkan
latar profesi/pendidikan:
-
Siswa aktif :
12
-
Mahasiswa aktif :
27
-
Santri aktif :
14
-
Aktivis literasi :
12
-
Guru/dosen aktif :
14
-
Lainnya : 23
Saya bias saja menambahkan pemetaan
yang dilakukan Malkan dengan menambahkan zodiak,
shio, golongan darah atau ukuran sepatu. Tapi urung saya lakukan. Tidak terlalu penting
juga. Jadi langsung saja pada kriteria. Kami menerapkan
kriteria yang lazim digunakan di berbagai lomba cipta puisi. Antara lain;
kebaruan gaya pengucapan, kepaduan gagasan, hingga hal-hal elementer menyangkut
logika kalimat dan teknis penulisan. Namun dengan latar situasi sebagaimana
telah kami jelaskan di muka, kami terpaksa menerapkannya tidak secara ketat.
Pun mengingat rencana panitia menerbitkan puisi terpilih dalam format buku
antologi, kami mempertimbangkan ihwal keragaman, berusaha agar penulis yang
lolos satu dengan yang lain memiliki spektrum karya berbeda. Hal-hal teknis
mengenai ini akan dijelaskan secara lebih rinci oleh Malkan Junaidi pada sesi
terakhir acara Festival Aksara Manifesco pada 21 Desember mendatang.
Tentu
saja semua kriteria itu tak akan ada gunanya kalau tidak ada peserta yang
mengirim. Atau para peserta mengirim karya-karya yang buruk. Terima kasih pada
semua peserta antologi puisi Festival Aksara Manifesco. Kalian semua keren. Berkat
semua peserta yang terlibat,
akhirnya dapat dipilih 10 penyair yang termuat dalam buku antologi puisi
Festival Aksara Manifesco. Sebuah antologi puisi bersama dalam sebuah festival
sastra sebesar apapun tak akan ada gunanya jika tak ada penyair yang mengirimkan
karya-karya terbaiknya. Semoga kalian semua diberi kelimpahan dan energi yang
tak habis-habis untuk terus menjadi bagian dan memperbaiki sastra Indonesia.
Selamat pada para penyair terpilih.
Saya
akhiri basa basi saya. Seperti kebodohan, nasib buruk itu juga menular. Saya
tidak ingin menulari banyak orang dengan terus mengatakan hal-hal tak penting. Tapi
sebelum saya akhiri saya akan kutip denganserampanganpernyataan salah satu penyair Amerika
Serikat, Charles Bukowki. “Hidup kita boleh kacau, dikejar utang, diburu
pembunuh bayaran, terancam bercerai atau terjangkit HIV, Diabetes, stroke atau
kutu air. Tapi selama masih punya nyawa, kita masih punya kesempatan mencipta karyaseni lebih baik dari yang pernah
ada.”
Sekali
lagi terima kasih.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar