NARASI HUTAN
aku
menampung tumpang dahanmu
dalam
teguh jantung yang tiap detaknya
didengar
suhu dan batu-batu,
hingga
kau bisa tumbuh pucuk
dan
kepada waktu belajar mengetuk,
jalan
waktu yang hijau menetapi pinggangku
kusimpan
demi anak-anakmu,
bertahun-tahun
angin mengirim namaku
ke
segala pintu-pintu dada yang terbuka
atas
nama bunga jingga,
dan
hari ini, kau menyalakan api di tubuhku
melalap
rambut, hidung, mata, alis
dan
bibirku yang telah mengucapkan namamu
kepada
embun yang merajah tanah,
asap
mengepul ke mana-mana
menjangkau
bangkai di balik pigura pecah,
orang-orang
memadamkan api di tubuhku
tapi
lupa tak mereka padamkan api di dadamu.
Sumenep,
18.09.19
KAPRIKORNUS
di
pertengahan malam, lubuk jendela basah
di
baliknya, mataku memuntahkan tatap gelisah,
kenapa
jalan hidup hanya derap perpindahan
seperti
angin Agustus ini, beranjak ke arah sepi
melumasi
daun-daun dengan janji?
sedang
di langit hanya bintang itu, seteru suhu
berkedip
kepada tugu,
supaya
hidup ini ditandai dengan sebait puisi
karena
hari sesudah ini, tanah dan langit hanya kemiri
di
bundar cobek zaman, diulek oleh keangkuhan,
mari
kita tatap bintang itu malam ini
barangkali
ada yang bisa diterangi dalam diri
jalan
ke pintu hati yang sering ditaburi duri.
Gapura,
09.2019
------------------
A. Warits Rovi, lahir di
Sumenep, 20 Juli 1988. Karya-karyanya dimuat di berbagai media nasional dan
lokal antara lain: Horison, Republika, Suara Merdeka, Seputar Indonesia, Indo
Pos, Medan Bisnis, Majalah Sagang, Radar Madura, dan lain-lain. Kumpulan
puisinya dapat dinikmati di antologi komunal, di antaranya, Bersepeda Ke Bulan
(Antologi Puisi Pilihan harian Indo Pos, 2014), Ayat-Ayat Selat Sakat (Kumpulan
Puisi Pilihan Riau Pos, 2014). Saat ini, menjadi guru bahasa Indonesia di MTs
Al-Huda II Gapura, Madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar