Sumber: g/ id.aliexpress |
MENCARI
TANDA KOSONG
siapa
yang paling kosong pada langit-langit
selain
aku yang memandanginya tanpa apa-apa
birunya
yang sekejap abu-abu –gelap,
adakah
gerimis lain setelahnya
selain
gerimis bertenun daun gugur
adakah
yang paling kosong
selain
menyulam hujan yang tak akan pernah
selesai
sampai batas kesepian
Sumenep, 2019
AKU
TAKWIL SENJA INI
ada
cahaya yang susut perlahan-lahan
sewaktu
sore
menjelang
padam matamu hilang
di
tepi pipi sesekali kuhampiri
meletakkan
tangan hening masuk ke dalam
kerudungmu
merapikan
sehelai rambut yang lembab
sambil
mencari sisa senja
di
sela-sela telinga dan keningmu
senja
tidak hanya surat kabar bagi malam
seperti
rel pengantar rindu
ia
kehilangan batas jalan pulang
juga
batas menolak engkau purnama nanti
Sumenep, 2019
MENGEMAS
SURAT-SURAT
surat-surat
dikemas penuh hasrat
menuju
kotak tua sejarah penyair dilahirkan
dari
atas rumah terdengar burung
sedang
asyik berdendang
tidak
ada kertas di meja atau di laci
melainkan
sisa kenangan yang sulit dilepaskan
sulit
ditata sebelum didaur ulang
menjadi
kerajinan puisi-puisi
selain
warna hujan yang membekas di ranjang
apalagi
sisa kemesraan?
diam
disusun menjadi ketegangan
bagi
lipatan surat pertama menangis di tangan
Sumenep, 2019
KESAKSIAN
TAK PERLU ADA JUDUL
di
rumah ini, aku nikmati segala macam suasana
segala
maca kata-kata
aku
mencintai setiap lukisan di dinding
mengingat
setiap lagu yang engkau putar suatu pagi
seperti
saat matahari terbit pertama kali
aku
menyiapkan selembar kerta bergaris air mata
waktu
itu, buru-buru aku penjarakan kenangan
berharap
engkau mencintaiku sedalam puisi
aku
selalu berdoa engkau tersenyum
tanpa
luka yang bertamu tanpa tahu kapan pulang
engkau
benar-benar padaku dengan nyata
sebagaimana
puisi, sebagaimana rinduku yang paling padamu.
Sumenep, 2018
MENYERTAKAN
MUNAJAT PETANI
munajat
ini hilang dalam perjalanan menuju matahari
pemberangkatan
yang panjang
di
tepi danau ada batu beraksi atas nama
tanah
yang
kering terhisab kaki petani basahnya
terbitlah
senyum bermekaran
di
ambang jalan menuju rumah-rumah rotan
matahari
berjatuhan di sela-sela harapan.
Sumenep, 2019
PATOLOGI
TANAH DAN LAUT
adakah
manusia yang lebih sempurna dari puisi
suara
yang diirisi bunga senja
matanya
menyemak bunga akasia dan rembulan
berdiam
di antara usia petani dan nama nelayan
hikayat
gerimis atau gemuruh laut
barangkali
lebih lama menghiasi langit-langit
meramaikan
suasana gelisah
lalu
adakah yang dapat menenangkan batu-batu
yang
meloncat-loncat dari kepala ke dahi, ke bahu,
ke
bibir berpoles serbuk kopi
di
cangkul dan perahu tumbuh memar hujan
ada
karapan gigil
peluh
berlayar di sela-sela aliran sungai, laut, dan rawa,
adakah
getaran kangen di air, di tanah, juga di batu-batu?
Sumenep, 2019
PENARI
AIR
ikan
tak berenang menuju jala dengan gembira,
menari
seirama buih yang gagal disampaikan
oleh
arus, oleh karang yang menamai perahu
sebagai
daun yang tidak pernah menyelam.
ikan
menamai dirinya penari air
lebur
dari segala bunyi dan basah kuyup,
arus
itu mereka sahkan sebagai arah pulang
tapi
tidak bagi perahu yang mengambang.
Sumenep, 2019
doc/ penyairmadura.com |
ROMZUL FALAH, lahir di
Batuputih, Sumenep, Madura. Merupakan alumni pondok pesantren Aqidah Usymuni
Terate Sumenep. Sekarang menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik di Universitas Wiraraja Sumenep.
Bergiat di UKM Sanggar Cemara, Pabengkon Sastra, Lesbumi Batuputih, dan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Sospol Komisariat Universitas
Wiraraja. Puisi-puisinya pernah mengisi halaman beberapa media, antara lain Kabar Madura, Radar Madura, Radar
Banyuwangi, Solopos, Riau Post, Bangka Pos, Suara NTB, Suara Pemred, Cakra
Bangsa, Tribun Bali, Litera.co.id, Nusantaranews.co. serta termaktub dalam
beberapa antologi puisi bersama, seperti Pucuk-Pucuk
Ilalang (FAM Indonesia), Dahaga (OASE Pustaka), Pesisiran (Komunitas Dari
Negeri Poci), dan Negeri Sawit (Malam
Puisi Rantau Parat). Sekarang tinggal di Kantor Redaksi PortalMadura.com
Jl. Manikam Gg. I Bangselok, Sumenep, Madura. Email: alfinromzulfalah@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar