Sumber: g/ artsper.com |
ZIARAH
hilir kenangan terlanjur mengada, menenun
cahaya di tengah debar petang dan apa pun
ada getar yang enggan menyatu, lantas
kabur dalam lebur
dan yang kubasuh luka-luka lampau dari lusa.
ke depan, rumah yang kuceritakan teduhnya
kala kemarau yang selalu
angin kecil yang kupetik di bawah terik matahari
mengigilkan pinggul
sedang masa lalu telah pulas di rambutku
senyum itu terus menembus dahan perdu
dan tangis ini kugelar tanpa ampun
sebentar saja, Sri Ayu, di sini!
di tanah yang masih kuat menyimpan kecut kesambi
tempat esok kubakar sakit yang tak dinamai
sambil menyalakan lagi arang dari pohon api
kita rentang kabut di tengah sunyi
paling hakiki.
Gapura, 2019
RUMAH
TERAKHIR
setelah suara suara di musala menyebut nama
aku tiarap, di bawah leret-leret kokoh kamboja
isak anak memecah sunyi beranda
zikir gegas, menembus kepala
tanpa aba-aba
ini jalan yang kupahat, penuh batu-batu
rumput goyah tak seperti biasa
ada doa yang baru kutahu
dan perutku memulaskan bunga
gerutu menembus batas hujan
yang diam-diam membasahi sajakku
juga nisan
di kepala dan kakiku
sulur harapan memanjang
sampai tepian pematang
ini jalan gamang
menuju pulang.
Gapura, 2019
SURAT
UNTUK PEREMPUAN DESA
– Sri Ayuningrum
kita sama-sama mencuci permukaan hati, Sri Ayu
tepat di titik paling nyeri, kelopak rukam perlahan
tumbuh
rindu yang dahulu berderai-derai, kurangkum rapi di
tangan kiri
ada darah yang selalu basah,
menjadi lelaki tidak cukup mencicipi pekat kopi
seduhanmu.
ini jalan yang barangkali kita pahat sambil terpejam
menuju puncak-puncak tubir antardakian.
sebab serapah yang dikekalkan, enggan
mundur selangkah ke belakang.
adalah percakapan orang kampung yang kini merendah
yang dahulu bergeming setelah perjamuan dosa
sayup-sayup kucium aroma jerami dari tubuhmu
aku benar-benar tergoda
pada mata yang mengundang sengketa
lalu mengajakku berlari ke belantara.
Gapura, 2019
MIMBAR
PENYAIR
sambil menghitung degup bunga matahari, aku menulis
desing embun kini hanya tinggal remang
adalah luka yang lunas menjadi masa lalu
ada puisi puisi hendak menolak hadir
selain dari sunyi dan nyeri
dan kutatap, doa-doa seputih kuntum lili
terpaksa diterbangkan ke sudut langit
;aku tertawa lepas tak sadar batas
di tengah gerimis yang kian mengeras.
engkau menulis,
sambil menjahit berpotong-potong kenangan
tanpa peduli dengan apa pun
sedang gelisah bendentum, gelisah
di tempatnya
tak ada apa pun di mari
hanya debar lampu pijar menhantam gelap.
Gapura, 2019
doc/ arsippenyairmadura.com |
ROFQIL JUNIOR, adalah
nama pena dari Moh. Rofqil Bazikh. Lahir di pulau Gili Iyang, Kec. Dungkek,
Kab.Sumenep, Madura pada 19 Mei 2002. Berdomisili di Gapura Timur, Gapura
Sumenep. Aktif di Kelas Puisi Bekasi dan Komunitas ASAP. Merupakan alumnus MA.
Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur, Gapura, Sumenep dan MTs. Al-Hidayah
Bancamara, Gili Iyang. Esssainya mendapat juara 1 dalam lomba Creative Student
Day 2018. Puisinya mendapat juara 1 dalam lomba yang diadakan oleh PT. Mandiri
Jaya Surabaya sekaligus terangkum dalam antologi “Surat Berdarah di Antara
Gelas Retak” (2019). Puisinya juga termaktub dalam antologi “Dari Negeri
Poci 9; Pesisiran” (KKK;2019), “BuluWaktu” (Sastra Reboan;2018), Antolgi Dwibahasa “Banjarbaru
Festival Literary” (2019), “Sua
Raya” (Malam Puisi Ponorogo; 2019), “Dongeng
Nusantara dalam Puisi” (2019), “Bandara
dan Laba-laba” (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Saat ini sudah menulis
puisi di berbagai media cetak dan online antara lain Suara Merdeka,
Banjarmasin Post, Malang Post, Radar Malang, Radar Banyuwangi, Radar Cirebon,
Radar Madura, Rakyat Sumbar, Radar Pagi, Kabar Madura, Takanta.id, Riau Pos,
NusantaraNews, dll. Tahun ini berkesempatan hadir pada acara Seminar
Internasional Sastra Indonesia(SISI) di Provinsi Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar