Sumber: instagram.com |
MENCINTAIMU ADALAH DOSA TERBESARKU
Lelaki sempurna
dilahirkan tiap detik
dan kau bisa
mencarinya di mana pun
Tapi tak akan
pernah kau temukan lelakimu
kecuali dalam
diriku
Kecuali dalam
diriku
kemurnianmu akan
tercemar
dan
keperempuananmu tak akan lebih anggun
dari Pegunungan
Kaukasus
Aku memujamu
bukan lantaran kau layak dipuja
namun hatiku
terbuat dari asbes dan gampang patah
Tolong kemari,
topang lemah tanganku ini
Berhentilah jadi
gadis yang tak masuk akal
Entah ini
permohonanku yang keberapa
agar kau potong anganmu yang keberapa
lalu mulai
menatapku untuk yang keberapa
melalui mata
rindumu yang keberapa
Dan bila kau
bersikukuh menolakku
sungguh kau akan
sekarat
lantaran berani
mencoret catatan takdir
dan
menelantarkan seorang anak yatim
Di akhirat kelak
bila kawanku bertanya
“Mengapa pula
kau masuk neraka?”
akan kujawab:
kaulah penyebabnya
Sebab
mencintaimu adalah dosa terbesarku
dan dosa itu
kulakukan sepanjang hayatku
Krapyak 2018
CERACAU SI GILA
Dunia penuh
mawar
dan aku ingin
menciumnya sepanjang hari:
mencium bibirmu
yang adalah kesedihanku
Cinta serupa
musik yang memancar
dari kilatan
pedang para pemabuk
dan dari ujung
pedang itu meneteslah
darahku dan
darahmu
Saat musim
kemarau tiba
orang-orang
mencela:
Betapa
menyedihkan pohon ini
Sudah tanpa daun
dan buah
akarnya kian
mencengkeram tanah
Han Na o Han Na,
katakan padaku
kematian macam
apa
yang tak akan
menundukkan kepala
di hadapan mata
si gila?
Sungguh menyenangkan
usiaku lewat sia-sia
karena
membayangkanmu
Tersenyum-senyum
sendiri melihat wajahmu
meloncat dari
satu benda ke benda lain
Sedih
mengharu-biru kala teringat
kau dan aku tak
mungkin bisa bersatu
Agama kta beda,
suku kita beda
Tapi langit toh
mengabarkan keindahannya lewat awan
Hutan
berbicara dalam cericit burung-burung
Han Na o Han Na,
hapus air matamu dan rebahlah ke pundakku
Prahara akan
ditanggung oleh setiap perahu di laut mana pun
Prahara akan
ditanggung oleh setiap perahu di laut mana pun
Jogokariyan, 2016
ZHU NI SHENG RI KUALIE, SIOCIA
[1]
Alam bisu, lembap,
dan lugu
Malam, dan
segala yang bernama malam
menampung bahasa
benda-benda langit
di mulutku yang
gemetar dan kebak oleh cinta
Ucapkan! –seru
mereka
Dan aku pun
berteriak
kepada sosok
yang kucipta dalam benak:
“Zhu ni sheng ri
kualie, Siocia!”
[2]
Cahaya lampu
jalan terbaring
di daun-daun
pohon palma
dan pulas di
atas alunan instrumentalia
Sedang aku,
mimpi yang tercipta dari namamu
bertanya kepada
waktu: cukupkah usia
berkata banyak
tentang dirimu?
Tetapi waktu,
dengan wajah layu, hanya mendesah:
“Zhu ni sheng ri
kualie, Siocia!”
[3]
Samar-samar
musik memainkan udara
Dan ketika
kuiringi ia dengan menyanyi
Sesosok peri
mengangkat suaraku
ke langit
Jakarta, 27 tahun yang lalu
Tatkala suara
tangis bayi pecah
dan ucapan
dikirim dari segala arah
“Zhu ni sheng ri
kualie, Siocia!”
[4]
Pada jam itu,
saat segalanya terbaring
O, kelahiran
yang menatap surga
kau dengarkah
nyanyiku berlayar
di danau air
mata seorang perempuan
Saat segalanya
terbaring
tak kau
dengarkah bedug mesjid dan lonceng gereja
dipukul pada
saat yang sama
umtuk cinta yang
memancar dari kalimat yang sama:
“Zhu ni sheng ri
kualie, Siocia!”
[5]
Aku bernyanyi
dan kau tertawa
Sedang malaikat,
makhluk yang tolol soal cinta itu
menitikkan air
mata
tatkala ia buka
lembaran takdirmu
di mana tak
terbubuh namaku
Tapi aku akan
terus bernyanyi
hingga kelak tak
dapat kudengar suaramu lagi
dan hanya di
hadapan potretmu aku mampu berkata:
“Zhu ni sheng ri
kualie, Siocia!”
Jogokariyan, 2014
MUHAMMAD ALI FAKIH, lahir Kerta
Timur, Dasuk, Sumenep, 08 Maret 1988. Alumnus PP. Annuqayah. Menyelesaikan studinya
di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan bergiat Lesehan Sastra Kutub.
Puisi-puisinya pernah terbit di berbagai media massa dan terkumpul dalam
beberapa antologi bersama. Buku puisi tunggalnya “Di Laut Musik” (Cantrik Pustaka, 2016) dan “Ceracau Si Gila” (Basabasi, 2019).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar