sumber lukisan: Ali Express |
Langgam
Kayam
(Seribu kunang-kunang di Manhattam)
Di pangkuan malam Manhattam
Dalang mendendang pupuh Kayam
Dalam pelukan Jane memeram
Denyut nadi irama langgam
Ada kunang-kunang seribu
Ada riap kenangan di kalbu
Apakah kekasih, Marno diburu
Aku Jane, Marno jangan bisu
Kasihku, Jane, kenakan kimono
Kerlip cintaku gadis Solo
Ke sana pikiranmu, Marno?
Kasihku, payah pikiran kuno
Ini malam dingin mendesah
Ingin kututup lembaran kisah
Ia mungkin tengah tengasah
Iringi kenangan silam basah
Tidak, Jane, ini musim menabur
Terasa benar bayang mengabur
Tidak, Marno, ini musim gugur
Terasa benar ia sedang berlibu
Marno, kasihku, jauh di Texas
Mungkin di luar hujan deras
Malam kian panjang dan nahas
Marilah, tutup pintu di teras
Jakarta, 2015
Dari
Poso Ke Sarajevo
(GM: Misalnya Kita di Sarajevo)
Tuan Goenawan yang berbahagia
Kiranya saya tergesa-gesa
Mengurai benang merah Kahlo
Pada suatu siang di Sarajevo
Tapi begitulah adanya, kami anak
muda
Selalu mengizinkan sulaman
berenda
Dari airmata bahasa Indonesia
Menjadikan serangkai peristiwa
sia-sia
Mungkin mataair-airmata kami tak
cukup seksi
Dibandingkan dengan
airmata-mataair Sarajevo.
Puisi kami tak cukup bertenaga
membuat narasi Poso
Anak-anak pertiwi, anak-anak
bahasa kami
Mungkin Munir dalam narasimu akan
tampak nyinyir
Kami tak ingin memimpikannya
seperti dirimu
Berharap Frida Kahlo datang dalam
mimpi pilu
Narasi kami sudah penuh dengan
peristiwa
di tanah air:
Peristiwa berdarah; Aceh, Sampit,
Papua, dan Poso
Biarlah Frida Kahlo menari dalam
puisimu
Kami, anak muda akan menjahit
rasa malu
Dalam lipatan selendang berdarah
Wiji Tukul Solo
Jakarta, 2015
Mahwi
Air Tawar,
lahir di pesisir Sumenep, Madura, 28 Oktober 1983. Sejumlah cerpen dan puisinya
dipublikasikan di Kompas, Jawa Pos, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Bali Post,
Horison, Jurnal Cerpen Indonesia, Jurnal Sajak, dan lain-lain. Cerpen dan
puisinya juga termuat di sejumlah antologi bersama, di antaranya 3 Penyair
Timur (2006, puisi), Herbarium (2006, puisi), Medan Puisi, Sampena the 1
International Poetry (2006, puisi), IBUMI: Kisah-kisah dari Tanah di
Bawah Pelangi (2008, puisi), Sepasang Bekicot Muda (2006, cerpen), dan
Robingah, Cintailah Aku (2007, cerpen). Salah satu cerpennya yang berjudul
Pulung terpilih sebagai cerpen terbaik dalam lomba yang digelar oleh STAIN
Purwokerto dan terkumpul dalam buku Rendezvouz di Tepi Serayu (2008-2009),
Jalan Menikung ke Bukit Timah (TSI II, cerpen), Ujung Laut Pulau Marwah (TSI
III, cerpen), Tuah Tara No Ate (TSI III, cerpen), Perayaan Kematian (2011,
cerpen). Kumpulan cerpen pertamanya, Mata Blater (2010), mendapat penghargaan
dari Balai Bahasa Yogyakarta, 2011. Ia aktif mengelola komunitas sastra Poetika
dan Kalèlès, Kelompok Kajian Seni Budaya Madura, di Yogyakarta. Buku cerpennya
yang terbaru adalah Karapan Laut (2014), dan buku puisinya yang sudah terbit; “Taneyan”, “Lima Guru Kelana ke Lubuk Jiwa” dan
“Tanah Air Puisi Air Tanah Puisi”. Sehari-hari
ia bekerja sebagai editor Komodo Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar