Sumber gambar: https://www.pexels.com/ |
SURAT PADA KEKASIH
-Nur Fadilah
sayang..!
darahku ini lebih anyir
dari darah penyair
tetesan demi tetesan mengalir abadi
di sungai paling keramat bernama dini
sudah hampir selesai rajutan kenangan yang ku
buat,
tinggal beberapa jahitan lagi sampai ke pucak
hikayat
lantaran air mataku jadi sungai
kukirim semua hasrat pada ikan-ikan
biarlah mereka membawanya pergi jauh ke sebuah
negeri
dan tidak ada seorang pun yang mengartikan
air mata sebagai kesedihan
dan bila esok ada orang bertanya
tentang hujan yang jatuh di halaman
cukup bilang saja pada mereka
bahwa itu merupakan bagian dari kebahagiaan
rajutan kenangan selesai kubuat
kau boleh memakainya kapan saja
Gapura, 2019
HUJAN FEBRUARI
duduk sambil menatap langit berawan
“gelagat cuaca hari ini buruk” bisikku pada vas
bunga
sekarang langit sedang berduka
burung-burung gusar entah ada berita apa?
sampai daun juga ikut menari entah untuk siapa?
hari ini aku tidak memesan hujan
sebab hujan adalah tanda derita
tiba-tiba saja kau pesan hujan untukku
katamu hujan adalah bagian nikmat tuhan
yang harus kita syukuri
dan hujan dapat menyuburi tanah yang teramat
kerontang
ah..ya,kau sungguh baik sangat baik
sekarang aku ingin terbang ke langit
menikmati butir demi butir hujan
aku sudah pinjam sayap ibu
di mana puisi-puisi menyimpan sejuta
harapan paling gaib
Gapura, 2019
SAJAK (1)
desahku terhimpit dinding berlumut
batu batu seruncing doa
terkapar di jalan setapak tak nampak
sedang ruhku gusar mencari
keharibaan malam
adalah darah penyair
yang mengalir lebih mahir
dari sungai nil
barangkali
sebuh peta lupa ku buat
pada perjalanan berkabut
di atasku kupu-kupu menari
(alangka indah,alangka senang)
membiarkan tubuhnya terapung-apung
menikmati hembusan demi hembusan angin
adalah kerisauan yang jatuh perlahan
di pucuk kerinduan
Gapura, 2019
PERJALANAN
masih jauh perjalananku menuju lembah
pohon-pohon berbaris mengseketa gerimis
derap langkahku tertatih di ujung bukit
matahari lenyap bersama sorak angin
dalam perjalan lampu-lampu meremangkan
cahayanya
malam memperhitam diri
kepak sayap nyamuk melesat menerobos kabut
angin berkesiur lebih lembut dari maut
tapi kaki ini tetap saja melangkah
pada jalan terjal serta licin
cericit burung di ranting basah
menabu genderang lara pada semesta
sebab hujan datang tanpa disapa
Gapura, 2019
HORRI M. IRAWAN adalah salah satu siswa MA. Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur Gapura Sumenep. Lahir di desa Jenangger Dusun Birampak Batang-batang Sumenep Madura 23 Maret
2002. Aktif di komunitas ASAP (Anak sastra Pesantren) dan
KPB (Kelas Puisi Bekasi). Menulis cerpen, puisi dll.
Puisinya tersebar
di media masa antara lain: Radar Cirebon, Kabar
Madura, Radar
Madura, Radar
Malang, Malang Post, Radar Banyuwangi dll. Antologi terbarunya: Arti kehidupan (Fam Indonesia, 2019), Segara Sakti Rantau Bertuah (Festival Sastra Internasional Gunung Bintan II, 2019).
Keren
BalasHapusBqgus
BalasHapusBqgus
BalasHapus