Sumber: home.co.id |
Sabda Hujan
kalau
kamu dalam keadaan sendirian
maka
siapkan rindu sebelum hujan
biar
bisa bermain-main dengan kesepian yang disempurnakan.
kalau
kamu sedang berduaan
maka
siapkan payung sebelum hujan
biar
bisa bermain-main dengan kehangatan yang direncanakan.
Jogjakarta,
2019
Hujan 1
terima
kasih hujan engkau masih tahu jalan menuju bumi
terima
kasih bumi engkau masih tabah memilih manusia sebagai isi.
Jogjakarta,
2019
Hujan 2
semua
hujan yang turun dari langit selalu sama yaitu air
yang
mencoba menghapus semua bekas kenangan di luar pikiran.
Jogjakarta,
2019
Hujan 3
dingin
dan angin sedang berdiskusi alot dengan rindu
semoga
saja mereka mendiskusikan aku dan kamu.
Jogjakarta,
2019
Doa Menolak Tidur Malam
1
semoga
dingin yang menyerang tubuhku
terbuat
dari keinginanmu untuk memelukku.
2
semoga
dingin yang memelukku semakin
memperpanjang
kebutuhanku akan kehadiranmu.
3
semoga
dingin yang bercampur dengan kenangan
bersamamu
akan menjadikan aku—orang sempurna
yang
tetap butuh disempurnakan olehmu.
4
semoga
dingin yang membungkus kulitku
tidak
sampai mengganggu keberadaanmu di dalam diriku.
5
semoga
malammu yang penuh dengan diriku atau malamku
yang
selalu berisi dirimu tidak menjadikan kita lupa bahwa
malam
yang paling sempurna di dunia adalah malam
yang
berisi aku dan kamu.
Jogjakarta,
2019
Doa Sebelum Tidur Malam
dalam
mimpi, semoga kita tidak pernah berketemu
sebab
aku membutuhkan yang lebih nyata dari itu.
Jogjakarta,
2019
Doa Ketika Diserang Rindu
semoga
dalam semua rindu yang datang padaku
selalu
ada kamu di dalamnya.
Jogjakarta,
2019
Kangen
kangenku
sudah
sampai pada puncak
di
mana aku harus membiasakan diri
menjadi
kehancuran.
maka
kubiarkan
kangen
yang menentukan sendiri
memilih
kangen ke siapa
semoga
saja kangenku menjadi kangenmu.
Jogjakarta,
2019
Tutorial Rindu
satu-satunya
cara terbaik menikmati rindu, cuma satu:
menjauhlah
hidup sebisa mungkin dariku.
Jogjakarta,
2019
Alangkah Malang Nasibku
sudah
lebih dari dua jam
aku
dikeroyok segerombolan rindu
hingga
seluruh tubuhku babak belur.
aku
berterik-teriak minta tolong tapi
tak
ada satu pun orang yang mau menolongku.
alangkah
malang nasibku.
Jogjakarta,
2019
(puisi-puisi di atas dimuat di ideide.id,
14 Agustus 2019)
melodramatik
terkadang secangkir kopi
jauh
lebih mengerti daripada puisi
dalam
hal memberi sepi padaku
memang
sedari kecil sepi sudah aku kenakan
tetapi
sepi macam apakah yang aku butuhkan?
mungkin
kau belum sepenuhnya percaya
bahwa
bagiku sepi adalah rezeki
barangkali
bagimu sepi adalah makhluk terkutuk tak berbentuk
tapi
bagiku sepi sama seperti matamu mengenal kantuk
dan
bagiku kantuk adalah musuh paling abadi dalam hidup
sekarang
dan beberapa saat sebelum menjadi sekarang
aku
bernapas bersama mereka-meraka
yang
lebih peduli meluangkan waktunya
dengan
hal-hal yang berkaitan dengan perut
aku
hidup bersama mereka-mereka
yang
lebih banyak memikirkan hidup orang lain
daripada
bagaimana menyusun hidupnya sendiri
dan
aku masih berusaha keras menikmati hidup sendiri;
hidup
bersama secangkir kopi
dan
segerombolan makhluk bernama sepi
yang
aku kira itulah puisi.
Senin malam, 04 September 2017,
Yogyakarta
di kafe basabasi
di
kafe basabasi aku mengenakan malam minggu
langit
terasa segar bintang-bintang terlihat berpijar
aku
datang tidak tepat waktu barangkali itu bagian
dari
efek terlalu sering bermain-main dengan rindu
aku
melihat sapardi lupa membikin hujan selain
hujan
bulan juni, sementara telepon genggam jokpin
bordering
nyaring mencoba menghardik; bawa sepi
dilarang
keras memasuki seluruh ruangan kafe ini
“ini
acara sastra mas, maka minumlah segala macam
petaka,
minumlah segala macam sengsara, sebab kalau
dua
hal tersebut mampu kau minum, maka segala sia-sia
dalam
hidup tak akan pernah tercipta” katamu.
kemudian
malam disuguhi riwayat-riwayat
pengarang
hebat yang ditolak takdir hidup enak
kamu
tertawa lebar padaku dan di matamu
kulihat
doa-doa berlayar menjemput masa depanku
Rabu malam, 11 Oktober 2017, Yogyakarta
episode kutub 1
aku
mau menjadi asing bagi matamu
sambil
mengubah sisa hari dari seluruh hidupku
menjadi
hari minggu, dua tahun sudah kita menjadi satu
bersama
buku-buku dalam joglo itu
mungkin
aku belum terlalu lama mengenalmu
kamu
juga mungkin belum begitu dalam mengenalku
:aku
pintu bagi semua ragu, kamu kunci bagi semua pintu
episode kutub 6
setelah
kepergian itu, aku makin betah menjadi penghuni sepi
sambil
mengatai-ngatai mimpi yang tercebur dalam secangkir kopi
sementara
merokok masih menjadi upacara menyalakan imaji
maka
berkatilah seluruh jarak antara aku dan kamu
antara
ruang lalu dan ruang tunggu, antara raung ragu dan raung pilu
bahwa
semua itu; jalan menuai rindu membawa segalanya menyatu
episode kutub 7
aku
masih ingat tempat kebiasaanku merangkai kata
tempat
luka meminta rupa, tempat lara menuang makna
pikiranku
masih mampu menangkap ingatan itu semuanya
di
daun-daun mangga, di genting bocor, di pakaian kumal,
di
kamar pojok serampangan, juga di saat menyibak nyamuk nakal,
di
semua itulah kata-kata biasanya kurangkai penuh pukau
Kamis
siang, 05 Oktober 2017, Yogyakarta
(puisi-puisi di atas dimuat di
basabasi.co, 06 Februari 2018)
Dramatik Kasih
—Radhika Rao & Vinay Sapru
saraswati
rinduku
padamu
bangkit
di musim gugur
mendarah-daging
di tubuhku
bersama
botol-botol anggur.
di
akhir cerita
kita
tak memilih apa-apa
selain
budak bagi perasaan
yang
di mata orang lain sebagai penyiiksa
sedang
di dada kita penyempurna.
“cinta
membawa pada kemenangan
dan
kekalahan dalam satu keadaan”
dunia
seolah dibentangkan
bukan
di bawah kibaran bendera
di
taman anak-anak riang menghirup udara.
ruang-ruang
berjalan tanpa diatur waktu
sepi
adalah ibu bagi mereka yang riang merindu
bangkai-bangkai
kenangan tumbuh menjadi mawar.
di
luar kamar orang-orang tertawa
fikirannya
ditumbuhi perasaan curiga
menyulap
benda mati menjelma srigala
kemudian
mencari mangsa dengan tergesa.
Cabean, Yogyakarta 2017
Dramatik Hidup
— Michael Damian
aku
ingin mencari permainan
yang
bisa menghindar dari keseriusan hidup
seperti
memainkan lagu dengan biola di sebuah pagi
di
sepanjang lorong kota atau di kedalaman sebuah desa
di
mana kau dan aku pernah berjalan tanpa sedikitpun tergesa.
aku
ingin selamanya memainkan biola
membuatmu
faham kenapa orang sepertiku
harus
tidak berhenti melagukan bahasa cinta
sambil
asyik mebangun kastil dalam ruang-ruang imaji
di
mana segala hal yang katamu mustahil dapat kunikmati.
aku
hanya ingin bermain sekali lagi
tanpa
merencanakan yang bakal datang
atau
menyesalkan sesuatu yang telah pergi.
Cabean, Yogyakarta 2017
Dramatik Bigulian
ia
kenakan segenap luka
dari
ujung rambut sampai kaki
ia
ingin punya wajah mengembara
yang
dilahirkan masa lalu dan masa kini.
suara-suara
berbusa dimulutnya
mengemban
derita yang ditanggung puisi
serupa
al-kitab yang ditulis dengan bahasa purba
sedang
pembaca mendapat kebenaran melalui ilusi.
ia
mencoba mempertetemukan siang dan malam
tanpa
sedikitpun memahami sebuah kegagalan
ia
melihat dunia memang luas sekaligus datar
yang
akan terus berada dalam satu ruang.
suluruh
bahasa ia buru, seluruh cerita ia tiru
ia
ingin membangun rumah tanpa berpintu
memanjakan
setiap tamunya penuh lagu
sedang
ia belum mengerti hakikat rindu.
Cabean,
Yogyakarta 2017
Dramatik Bacaan
—Brian Klugman & Lee Stemthal
barangkali
benar aku sebatas bahasa
dari
padakulah segalanya akan bermola.
barangkali
benar aku sebatas abjad
dari
padakulah segalanya terikat.
barangkali
benar aku sebatas khuruf
dari
padakulah segalanya hidup.
bagaimana
mungkin kau menghindar
sedang
Sang Pencipta saja memakai.
Cabean, Yogyakarta 2017
Dramatik Kenangan
—John Carney
seterusnya,
aku
adalah
pecundang
yang
mengatakan
sayang
kepada
kuburan.
Cabean,
Yogyakarta 2017
(puisi-puisi di atas dimuat di
letera.com, 11 Oktober 2017)
Aku Bukan Tuhan
Aku
bukan Tuhan yang ketika berbicara selalu menggunakan kebenaran.
Aku
seorang pemuja mara-bahaya yang setiap saat mengunyah kerinduan.
Aku
bukan Tuhan. Aku hanyalah pemilik sekaligus pemeluk kehancuran.
Jogjakarta, 2018
Kartu Tanda Penyair
Namaku : Sengat
Ibrahim
Tempat
Tanggal Lahirku : Sumenep,
22-05-1997
Jenis
Kelaminku : Laki-Laki
Agamaku : Islam
Kitab
Suciku :
Perempuan
Keyakinanku : Belum kutemukan
Jogjakarta, 2018
Doa Sepenggal
Jika
pun Tuhan bisa tersenyum kepadaku
aku
masih lebih puas menikmati senyumanmu.
Jogjakarta, 2018
Doa Sekadar
Tuhan
aku jauh lebih percaya terhadap segala
sesuatu
yang begitu mudah membuatku terluka.
Jogjakarta, 2018
Doa Tunggal
Tuhan,
jika tujuan hidup di dunia hanya untuk bermain-main
aku
mau menjadikanmu sebagai mainanku sepanjang waktu.
Jogjakarta, 2018
Doa Gagal
Sedari
awal kau sudah tahu, aku ini lelaki jahat
tapi
kau memilih semakin mendekat.
Maka
rasakanlah segala bentuk kerusakan
yang
kau yakini sebagai kerinduan.
Jogjakarta, 2018
Doa Serius
Oh
Tuhan yang berasal dari keraguan
Sempurnakanlah
hambamu sebagai ciptaan.
Jogjakarta, 2018
Doa Serius
Tuhan
lebih sering mencintaiku melalui kesedihan.
Jogjakarta, 2018
6 Memoar Mengenai Kau
1
Ketika
aku mengenakan kerinduan
berarti
aku sedang berjarak dengan kau.
2
Ketika
sedang berjarak dengan kau
aku
menyatu dengan segala kemungkinan.
3
Ketika
aku diam berarti aku sedang mencari
sesuatu
yang tak bisa kutemui melalui obrolan.
4
Ketika
aku memasang obrolan dengan kau
berarti
aku sedang muak dengan pikiran.
5
Ketika
aku perlihatkan senyuman berarti
aku
menggapai andai yang tak berkesudahan.
6
Ketika
menggapai andai yang tak berkesudahan
berarti
aku sedang menikamati segala urusan.
Jogjakarta, 2018
Menulis Matamu
Ketika
kamarku berisi malam
kau
mengirim gambar matamu
lewat
WhatsApp untuk mengabarkan
keadaanmu
yang tak mudah terlelap
saat
kota-kota serentak melepaskan bunyi.
Aku
tak bisa mengirim kantuk padamu
atau
mencabut pikiranmu yang berisi aku
yang
kau sebut rindu. Sebab rinduku padamu
tak
pernah kusuuruh mengusik ketenanganmu.
Matamu
ya matamu,
matamu
sedang memata-mataiku
untuk
memontohkan keindahanmu melalui mataku.
Kekasih,
akan terbuat dari apakah tidurmu setelah itu?
Jogjakarta, 2018
Menanam Senyum di Matamu
Waktu
itu aku melihat senyum di matamu
---senyum
yang berasal dari bibirku---
senyum
yang sengaja kuciptakan untukmu
tapi
kau mengembalikannya padaku melalui matamu.
Jogjakarta,
2018
(puisi-puisi di atas dimuat di
berdikaribook.red,
07 September 2018)
Kampung Halaman Bagi
Lia
1/
Aku menikmati malam
Dengan secangkir kopi kopasus
Kerlap-kerlip lampu memancar
Di langit-langit warung pincuk
Di luar hujan dan malam menghapus
Semua jejak sampai bumi kembali kudus
Aku menikmati malam
Dengan secangkir kopi kopasus
Kerlap-kerlip lampu memancar
Di langit-langit warung pincuk
Di luar hujan dan malam menghapus
Semua jejak sampai bumi kembali kudus
Tetapi mampukah hujan
dan malam
Menghapus segala kenangan dalam pikiran
Seperti menghapus nama tokoh-tokoh pahlawan
Dari sejarah perjuangan kemerdekaan
Sewaktu pribumi melawan japan?
Menghapus segala kenangan dalam pikiran
Seperti menghapus nama tokoh-tokoh pahlawan
Dari sejarah perjuangan kemerdekaan
Sewaktu pribumi melawan japan?
2/
Aku menyalakan rokok
Sambil tertawa pada pikiranku sendiri
Menenggelamkan sepi pada puisi
Mengingat segala peristiwa yang terjadi
Maupun peristiwa yang gagal terjadi hari ini
Aku menyalakan rokok
Sambil tertawa pada pikiranku sendiri
Menenggelamkan sepi pada puisi
Mengingat segala peristiwa yang terjadi
Maupun peristiwa yang gagal terjadi hari ini
Tiba-tiba dunia dalam ponsel
berbunyi
Membawa suara Bryan Adam dalam lagu Heaven
Di layar ponsel tertera nama Lia
Aku menolak panggilan telepon darinya
Sebab berbicara di warung kopi
Belum menjadi peristiwa yang biasa di sini.
Membawa suara Bryan Adam dalam lagu Heaven
Di layar ponsel tertera nama Lia
Aku menolak panggilan telepon darinya
Sebab berbicara di warung kopi
Belum menjadi peristiwa yang biasa di sini.
3/
Akhirnya kami mengobrol di ruangan Whatsapp
Lia memang pintar menyusun bahasa menjadi benda pusaka
Yang menyimapan kesaktian luar biasa
Seperti keris Koko-macan kepunyaan paman di Madura
Yang selalu diwarangi kembang tujuh rupa
Setiap malam jumat klewon
Akhirnya kami mengobrol di ruangan Whatsapp
Lia memang pintar menyusun bahasa menjadi benda pusaka
Yang menyimapan kesaktian luar biasa
Seperti keris Koko-macan kepunyaan paman di Madura
Yang selalu diwarangi kembang tujuh rupa
Setiap malam jumat klewon
Beberapa saat setelah Lia
tahu
Kalau bahasa cinta yang kukirim terasa kaku
Lia terus-menerus mengirimiku pesan icon kepala
Kepala yang bermulut hanya bisa dipakai untuk tertawa
Aku ikut tertawa pada icon kepala berwarna kuning itu
Dan membalas dengan pesan i love you.
Kalau bahasa cinta yang kukirim terasa kaku
Lia terus-menerus mengirimiku pesan icon kepala
Kepala yang bermulut hanya bisa dipakai untuk tertawa
Aku ikut tertawa pada icon kepala berwarna kuning itu
Dan membalas dengan pesan i love you.
4/
Pembicaraan kami terbuat dari segala peristiwa
Yang mudah menjadi penting juga genting, semisal:
Jawab dengan cepat apa saja
Yang Lia ketahui tentang kampung halaman?
Pembicaraan kami terbuat dari segala peristiwa
Yang mudah menjadi penting juga genting, semisal:
Jawab dengan cepat apa saja
Yang Lia ketahui tentang kampung halaman?
Lia menjawab;
Segala sesuatu yang tak pernah selesai berbica dalam dada
Padahal dia tak pernah belajar bagaimana caranya berbicara
Atau segala jalan bercabang yang hanya menuju kata pulang
Seperti kepulangan Akang dari perantauan tapi entah kapan.
Segala sesuatu yang tak pernah selesai berbica dalam dada
Padahal dia tak pernah belajar bagaimana caranya berbicara
Atau segala jalan bercabang yang hanya menuju kata pulang
Seperti kepulangan Akang dari perantauan tapi entah kapan.
Lalu, Lia bertanya balik
dengan pertanyaan yang sama
Aku menjawab dengan lebih ringkas dan cepat darinya;
Lia-lah kampung halaman bagi Akang.
Aku menjawab dengan lebih ringkas dan cepat darinya;
Lia-lah kampung halaman bagi Akang.
Setelah itu percakapan kami
Menyusun tubuhnya dalam puisi
Seperti para pahlawan 45 menyusun ini negeri
Yang menjadi lumbung bagi segala macam korupsi.
Menyusun tubuhnya dalam puisi
Seperti para pahlawan 45 menyusun ini negeri
Yang menjadi lumbung bagi segala macam korupsi.
Minggu malam, 26
November 2017, Yogyakarta
Surat Cinta Pertama
Lia, cinta adalah indentitas
kedua bagi manusia setelah agama
Aku memilihmu sebagai penyempurna bagi keduanya.
Aku memilihmu sebagai penyempurna bagi keduanya.
Sabtu dini hari, 25
November 2017, Yogyakarta
Surat Cinta Kedua
Lia, aku suka melakukan
pekerjaan
Yang tak pernah selesai seperti mencintaimu.
Yang tak pernah selesai seperti mencintaimu.
Sabtu dini hari 25
November 2017, Yogyakarta
Surat Cinta Ketiga
Lia, setelah mengenalmu aku
menjadi seseorang
Yang terlalu percaya pada kesedihan.
Yang terlalu percaya pada kesedihan.
Sabtu dini hari 25
November 2017, Yogyakarta
Surat Cinta Keempat
Lia, aku masih takut pulang
Sebab orang-orang di rumah tidak pernah menanyakan
Apa yang telah kulakukan bersama puisi di kota perantauan
Itu bagiku sama saja dengan penghinaan
Sebab orang-orang di rumah tidak pernah menanyakan
Apa yang telah kulakukan bersama puisi di kota perantauan
Itu bagiku sama saja dengan penghinaan
Lia, aku masih takut pulang
sayang
Sebab takut adalah cara lelaki mencintai seseorang.
Sebab takut adalah cara lelaki mencintai seseorang.
Sabtu dini hari 25
November 2017, Yogyakarta
Surat Cinta Kelima
Lia, jika aku menulis puisi
cinta
Kemudian kau baca berulang-ulang
Tapi tidak kunjung paham
Berarti kau bukan orang
Yang kumaksud dalam tulisan.
Kemudian kau baca berulang-ulang
Tapi tidak kunjung paham
Berarti kau bukan orang
Yang kumaksud dalam tulisan.
Sabtu dini hari 25
November 2017, Yogyakarta
Surat Cinta Keenam
Lia, kata-kata adalah sumpah
juga sampah yang akan selalu gagal punah
Selama makhluk yang merasa punya perasaan tuhan ciptakan.
Selama makhluk yang merasa punya perasaan tuhan ciptakan.
Sabtu dini hari 25
November 2017, Yogyakarta
Surat Cinta Ketujuh
Lia, seperti sebuah musik
yang tak pernah lelah diputar
Aku menunggumu di tepi siang yang lengang
Di sebuah kota yang musimnya tak ditentukan
Hujan dan matahari tetapi oleh mesin
Aku menunggumu di tepi siang yang lengang
Di sebuah kota yang musimnya tak ditentukan
Hujan dan matahari tetapi oleh mesin
Aku berlindung pada sepi
tapi sepi sudah tak tercipta lagi
Setelah kau tak di sini.
Setelah kau tak di sini.
Sabtu dini hari 25
November 2017, Yogyakarta
(puisi-puisi dimuat di malangvoice.com,
31 Desember 2017)
Sengat
Ibrahim, Pemangku Adat Literasi & Taman Baca Masyarakat di
Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY). Lahir di Sumenep Madura, 22 Mei 1997.
Menulis puisi dan cerita pendek, tinggal di Yogyakarta. Buku puisinya yang
telah terbit: Bertuhan pada Bahasa, (Penerbit Basabasi). Buku puisi
terbarunya: Asmaragama, (Penerbit LiterISI, 2018). Sekarang sedang
menyiapkan buku berikutnya bertajuk: Agamaku Adalah Rindu (yang diam-diam
menciptamu dalam diriku). Karya-karyanya pernah dimuat di koran; Media
Indonesia, Republika, Koran Tempo, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Suara
Merdeka, Suara NTB, Minggu Pagi, Merapi, Solo Pos, Radar Surabaya, Banjarmasin
Post, Harian Rakyat Sultra, Lombok Post, Medan Ekspres, Harian Sumbar, Majalah
Simalaba, dan Malangvoice, Litera.Co, LiniFiksi.Com, PoCer.co, Basabasi.Co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar