![]() |
Sumber gambar: g/ instamood.net |
DOA MINTA HUJAN
aku
berlindung kepada tubuhmu
dari godaan
payung yang terkutuk
dengan
menyeru namamu
yang diperam
celah tanah
kunyanyikan
segala madah
segala sunyi
reranting dan senyap angin
ketika
tangan-tangan pepohonan terkulai
merangkai
lambai walau lambai tak sampai
hanya
telapak serupa telaga
menadah
salawat tiada berhingga
hanya suara
serupa sepi
menyahutmu
tanpa tapi
tapi sumur
tinggal lumpur
tapi sungai
menjadi kubur
sawah-sawah
mati, tapi
ladang-ladang
kosong, tapi
di langit
yang bersih kusam, tapi
sia-sia
matahari mencari tempat sembunyi
di taman
kota itu, tapi
sepasang
kekasih menyumpahi debu pada bangku batu
dan sebagai
debu, tak jemu aku
menunggumu
menghapusku
menunggumu
menghapusku.
EMPAT
KWATRIN MUSIM GETIR
i
orang orang, ularular dan sisa belukar
merimbuni kulit kasar bukit lancaran
bersiram purnama memancar mancar
melembutkan kemarau mengundang hujan
agar sembuh luka gagal tembakau
biar penuh suka gegap lebaran
lupa pada laylatul qadar yang memukau
lena akan utang modal tak terbayar
tapi sudah sekian lama matahari
timbul tenggelam terhanyut banjir bandang
sedang gerimis kian senang menari
di terik siang
ramalan cuaca
meramaikan kedai kedai kopi
di antara sengkarut komposisi angka tak terbaca
pada kartu kartu togel tempat terakhir menyemai mimpi
ii
rimbun orang, ular dan belukar
disisir udara yang gemetar
membangkitkan angin dari lubuk kalbu
menjaring mendung ke balik bintang seribu
ketika telapak telapak daun
di batang kering jagung
luruh lunglai menyentuh tanah
yang mengeras memeram amarah
bumi seperti lambung sapi
penuh berisi api
dan di lumbung padi
tikustikus mati
iii
getar orang, ular dan belukar di bukit lancaran
gagap menatap padang padang cahaya
kala gelap disingkapkan
di cakrawala
tinggal sebersit iman
ke mana harap akan ditautkan
setelah pupuk, pestisida dan benih hibrida
pun musim yang tak lagi ada
iv
orang orang, ularular dan sisa belukar
merimbuni kulit kasar bukit lancaran
bersiram purnama memancar mancar
melembutkan kemarau mengundang hujan
agar sembuh luka gagal tembakau
biar penuh suka gegap lebaran
lupa pada laylatul qadar yang memukau
lena akan utang modal tak terbayar
tapi sudah sekian lama matahari
timbul tenggelam terhanyut banjir bandang
sedang gerimis kian senang menari
di terik siang
ramalan cuaca
meramaikan kedai kedai kopi
di antara sengkarut komposisi angka tak terbaca
pada kartu kartu togel tempat terakhir menyemai mimpi
ii
rimbun orang, ular dan belukar
disisir udara yang gemetar
membangkitkan angin dari lubuk kalbu
menjaring mendung ke balik bintang seribu
ketika telapak telapak daun
di batang kering jagung
luruh lunglai menyentuh tanah
yang mengeras memeram amarah
bumi seperti lambung sapi
penuh berisi api
dan di lumbung padi
tikustikus mati
iii
getar orang, ular dan belukar di bukit lancaran
gagap menatap padang padang cahaya
kala gelap disingkapkan
di cakrawala
tinggal sebersit iman
ke mana harap akan ditautkan
setelah pupuk, pestisida dan benih hibrida
pun musim yang tak lagi ada
iv
seumpama
setiap tetes air dan peluh
yang terserap kembali ke dalam tubuh tetap utuh
biarkanlah dari bukit lancaran sungai mengalir jauh
ke ujung harap nun di sebalik subuh
yang terserap kembali ke dalam tubuh tetap utuh
biarkanlah dari bukit lancaran sungai mengalir jauh
ke ujung harap nun di sebalik subuh
Bengkel
Puisi Annuqayah, 2007
SECANGKIR KOPI SEKENTAL RINDU
kuhirup ruap kopi senikmat harum tubuhmu
seteguk kafein sekental ludahmu
deraskan darahku di sungai sungai waktu
jantung berdegup kencang
memompa badai dari lubuk lautan
tempat paling tenang
mengendapkan kenangan
serbuk kenangan teraduk jadi mimpi
sepekat dan sepahit kopi
tenggelam aku
bagai tersesat dalam lebat gerai rambutmu
mengurai hitam semesta
melupa segala warna
sampai terbit inti cahaya
di ufuk jiwa
fajar
dari mana hari dan hasrat bermula
memancar
seterang senyummu yang menyala nyala
dan karena kau serupa rindu
kala di dasar cangkir tinggal ampas kelam membeku
yang tersisa tetap saja ingin
meregukmu tak dingin dingin
seteguk kafein sekental ludahmu
deraskan darahku di sungai sungai waktu
jantung berdegup kencang
memompa badai dari lubuk lautan
tempat paling tenang
mengendapkan kenangan
serbuk kenangan teraduk jadi mimpi
sepekat dan sepahit kopi
tenggelam aku
bagai tersesat dalam lebat gerai rambutmu
mengurai hitam semesta
melupa segala warna
sampai terbit inti cahaya
di ufuk jiwa
fajar
dari mana hari dan hasrat bermula
memancar
seterang senyummu yang menyala nyala
dan karena kau serupa rindu
kala di dasar cangkir tinggal ampas kelam membeku
yang tersisa tetap saja ingin
meregukmu tak dingin dingin
![]() |
Gambar: doc/ arsippenyairmadura |
M. Zamiel El-Muttaqien, penggerak kesastraan di pesantren.
Salah satu pengasuh PP. Annuqayah ini menulis esai, puisi dan cerpen.
Karya-karyanya pernah terbit di pelbagai media massa. Mendirikan komunitas
Bengkel Puisi Annuqayah di lingkungan PP. Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep.
Semasa hidupnya, kerap menjadi penyaji pada diskusi-diskusi kecil dan workshop literasi
di daerah Sumenep dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar