Gambar: g/ arthit.com |
BERMAIN DENGAN BAYANG
Di
sepanjang suramadu
wajahmu
menggulung murungku
jembatan
yang kutapaki ini,
sepi
Sementara
wajah-wajah
bergelantungan
dibasahi
asin ombak laut
Ada
yang menyelinap
membentangkan
sayapnya pada
diriku
yang lain
seperti
senyum malaikat
yang
berwarna
kupu-kupu
itu
Dan
engkau hilang
menimbang-nimbang
jalan
pulang
Bangkalan,
2018
LAUT TOKONDHANG
Panglong
di pantai-pantai sunyi
taker-taker,
jajan genna’
dan
kembang merah di tocangga
ditabur
bersama doa-doa nelayan
yang
dihanyutkan menebar buih
paregi
Ayah dan peluh kecut
merendam
malam
di
tengah tokondhang
Ombak-ombak
menghantam
sakal
itu dalam pajang
agar
kendhuy-kendhuy mengambang
Bila
tubuhnya
berselimut
angin
di
pinggir laut, ibu berlari
menghalau
dingin
menunggu
panemor tiba
memanggul
ikan-ikan
ke
gemunung pasir yang asin
Sumenep,
2018
MARTAJASAH
Ke
pelataran syaikhona
yang
temaran
aku
datang membawa
salam
pertemuan
Orang-orang
mengaji
aku
masuk ke dalam diri melalui puisi
Martajasah
yang hangat
kamalja
putih mewangi serupa mimpi
Jejak-jejak
yang meninggi
meninggilah
menimbang
sepi
Sebelum
redup, kita bagai api
Bangkalan,
2018
DESEMBER
Kembang
luka juga cinta yang manja
hidup
dan menyala
Hari-hari,
rindu yang enggan mati
padamu,
jarak yang pelit
menyusun
kisahnya
sedang
mataku, padang
memandang
Melangkahlah
pada
desember yang sempurna
dan
lekat pada tatapmu
Detik-detik
yang usang
dari
sisa hujan, kenangan
dan
sebuah ketiadaan
Lalu
jiwaku terjaga
mengecup
luka
pada
tubuh tabahmu
dengan
puisi, wangi januari
Bangkalan,
2018
DI MLAJAH
Di
atasnya orang-orang bersimpuh
doa
dan kesunyian digelar
seperti
kicauan burung
di
ranting-ranting langit syaikhona
Rautku
yang biru, rindu
pijak
kakiku yang nisbi,
sunyi
tangisku
yang liris,
gerimis
lalu
dalam sujud engkau maujud
serupa
perahu ayah,
kuhampar
sajadah di mlajah
menadah
segala yang terdedah
Sebab
tubuhku hanyalah bentuk
yang
kelak terpisah
dari
jiwanya
remuk
Bangkalan,
2018
Gambar: doc/ arsippenyairmadura |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar