Diambil dari Abstract Panting. |
TANGAN IBU
tanganmu berebut dengan waktu
pada warna matahari merah
yang membedaki jalan-jalan
saat ratusan kepompong melepas janji
di penghujung musim hujan,
kepompong tetas, adalah aku
kupu-kupu basah di telapakmu
melamar waktu dengan serangkain baris doa
yang kau bisikkan di malam tua,
apa yang kau pegang, selalu putih
memancar di sela jemarimu
antara kulit tuamu yang berdebu
angin kemarau melukis gambar bulan
untuk sesuatu yang mungkin malam,
kucium tanganmu, serasa tandang di tujuh benua
sampan kecil doamu
lintasi selat, lawan angin berkarat
menepi ke jazirah damai
di mana musim dan ragam puisi
menyatu di tanah yang sepi.
Gapura, 05.18
JATUHNYA SI BUNGA KECIL
kau si kembang kecil
di garis-garis peta dadaku
mencium suhu
dengan nawaitu
dan bibir warna ungu,
kini kau tanggal
meninggalkan pagi yang lengang
dengan lambai yang gagal
dan kata-kata yang terpenggal
menuju kesunyian abadi
dimana tangkai ruhmu tertancap dalam puisi
umpama kendi menyendiri
dalam haribaan petapa putih,
selamat jalan bunga kecilku
yakin kau mengelopak dalam kesunyian
membagi warna kepada yang baka
mengirim wangi kepada yang fana.
Bungduwak, 05.18
SUBUH
ada yang mengawini bulan
di seranting kesambi patah,
dingin dan sunyi bukanlah alasan
untuk mengurung diri dalam jam yang mati,
waktu beringsut dari sayap kelelawar
mengapung di bola matamu
sebagai berlian berkilauan,
ada panggilan lembut dari surau-surau
tentang alamat di dusun sajadah
juga tentang takbir yang beriak dari sudut dada.
Gaptim, 2018
AROMA LAUT
sejak pantaiku kaurampas
aroma laut berpisah dengan lubang hidung
tinggal bau bangkai dan lumpur
mencabik jantung udara
kirimkan serbuk dosa
dari tubuh-tubuh bau getah.
Gaptim, 2018
NYANYIAN LARON DI BAWAH NEON
dari rahim tanah--yang mengeram mimpi
kubawa kesunyian ini
rapat di punggung, segaris teluk jantung
terlukis di sepasang sayap
kutebar di sini, menemui nukil tatap mata wanita
gelas dan bibir basah, piring dan mulut menganga.
usah kaupungkas segala luka
dengan pisau-pisau cahaya, dan menarilah bersamaku
memendam ngilu, membelah waktu
bulan mengeja sinar putih susu
di ranting pohon jambu
subun masih jauh, fajar masih membatu
di sini, kesedihan jadikan abu.
Dik-Kodik, 14.05.18
A. Warits Rovi, lahir di Sumenep, 20 Juli 1988.
Menulis puisi, cerpen, esai, artikel dan nnaskah drama. Tulisan-tulisannya
tersebar di media lokal dan nasional, antara lain di Jawa Pos, Republika,
Media Indonesia, Seputar Indonesia, Horison, Suara Merdeka, Majalah Femina,
Indo Pos, Solopos,Tabloid Nova, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Padang
Ekspres, Bali Pos, Tribun Jabar, Lampung Pos, Banjarmasin Pos, Basabasi.co,
Radar Surabaya, Riau Pos, Suara NTB, Haluan, dll. Juara II Lomba Cipta
Puisi tingkat nasional FAM (2015). Juara II Lomba Cipta Cerpen tingkat nasional
FAM (2016). Juara III Lomba puisiesai LBM se-Kab. Sumenep. Karya-karyanya juga
teranantologi dalam "Bersepeda ke Bulan" puisi pilihan Indo Pos
2014,Ayat-Ayat Selat Sakat (puisi pilihan Riau Pos, 2014), Ketam Ladam Rumah
Ingatan (2016), dll. Berdomisili di Dusun Dik-kodik, RT 7 RW 2, Desa Gapura
Timur, Gapura, Sumenep 69472.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar