Diambil dari abtract painting. |
SEPERTI
NAMAMU
Seperti namamu, kekasih
Suara angin yang berkesiur
Melindap ke tengah malam
Memecah mimpiku di atas ranjang
Aku terjaga
Tersekat
di antara waktu yang remang:
Jam
dua belas tiga puluh
Berdetak mendentangkan namamu
Di
bawah sayap bulan
Sampai langit mendenyutkan satu puisi
Di
atas lindap namamu
Yakni,
sesuatu yang telah biasa
Kusebut dengan rindu
Sumenep, 2015
EPISODE BAYANGAN
Dilarutkannya bayangan itu
Ke dalam segelas minuman
Ada
dingin yang tak sampai kepada peluk
Menggelisahi rindu di sudut ufuk
Ia melemparnya
Pada sebuah jendela
yang terbuka
Ada
geriap mata bulan berkelebat
Melesap seperti kelelawar
Menelusup ke dalam kamar
Kemudian,
dibantingnya bayangan itu
Ke balik pintu
Menutup sunyi
Sampai pagi
Sumenep, 2015
SEBUAH TANDA
Aku memanggilmu dari jauh
Atas nama malam
yang panjang
Mengulurkan seratus ribu jarak
Ke mata bulan berwarna perak
Pada jendela kamar
Ada
bahasa yang samar-samar
Mengungkapkan satu isyarat
Tentang kematian yang tersirat
;Sepanjang rindu-rindu yang tergelar
Masih tak kutemu pintu keluar
Menuju dirimu
Maka,
datanglah
Meski sekedar bayang
Agar
hujan di kamarku
Menemukan muara rindu ke tubuhmu
Sumenep, 2015
DI TEPI LAUT
Di
tepi laut
Aku bermula
Memecahkan tangis pertama
Melebur bersama ombak
yang bersajak
Di
tepi laut
Aku membaringkan badan
Mengasah usia
Kemudian,
ibu membangunkanku
Menuntunku berjalan di tepian sungai yang berpasir
Sedangkan ombak yang gemuruh itu
Adalah darahku
Tumpah ruah sepanjang waktu
Dan
kelak akan hanyut sampai ke muara
Tenggelam bersama senja
Sumenep, 07
Januari 2015
SUATU SORE, PADA
SEBUAH TAMAN
Dari
balik senja
Aku mencium harum bunga-bunga
Yang
gugur ke matamu
Menyemerbak ke dalam puisi
Pada lampu taman
yang mulai menyala
Aku mengintip bayangmu
Berpendar sampai ke langit
Yang
menyisakan warna hujan
Dari
balik senja
Aku masih mengenali suaramu
Seperti kicau burung merpati
Melarung sukmaku
Kemudian menukik
Di
antara dahan dan reranting pohon kenanga
Pada bangku taman
yang mulai ditinggalkan
Aku menyebutmu sebagai kepergian
Tak lebih seperti surup senja
Melenyapkan bayangan di balik sebuah nama
Sumenep, 2014-2015
RIMBA KATA
Aku tersesat, jauh dari rumah
Terkurung
di lembah kata
Ada
sekawanan burung-burung
Mengirim bermacam suara
yang memabukkan
Dimana letak jalan menuju puisi?
Sebaris sepi yang kumainkan di malam hari
Hanya mengungkapkan kengerian belaka
Bergetar
di udara
Aku berjalan jauh,
menyusuri semak dan belukar
Mencari jalan pulang
Sebagai pengembara yang terlempar
Ke kedalaman rimba
kata
Siapa
yang bersembunyi di balik puisi
Aku atau hanya sebatas bayangan?
Menggeliat seperti helai daun-daun
Kemudian,
jatuh perlahan
Sampai kepada sebuah ketiadaan
Sumenep, 19
Agustus 2015
TERSEBAB PUISI
Tersebab puisi
Aku bisa mengembara
Berlayar bersama perahu-perahu
di kejauhan
Menjumpai rumah-rumah tua dan bermacam epitaf
Di
negeri seberang
Dan
di malam hari, aku jadi sangsai
Segalanya kembali dan meruang dalam diri
Menikam sunyi dari balik pintu
Tak ada siapa-siapa,
tak ada yang bicara
Hanya angin yang menggetirkan cuaca
Tersebab puisi
Aku bisa menyaksikan kembali
Geliat bayang-bayang di ujung jalan
Seperti sebuah lagu dari masa lalu
Mencekam,
mengiris bulan di atas perahu
Sepanjang pantai dan ombak yang berderai
Sumenep, 2015
Rifky Raya, lahir di
Sumenep Madura. Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah
Lubangsa. Karya-karyanya dimuat beberapa media dan antologi bersama, antara lain:
Ketam Ladam Rumah
Ingatan (2016), Lubang
Kata (2017), The First Drop Of Rain
(2017) dll. Saat ini bergiat di Komunitas Pelar Sumenep. Instagram: rifkyraya_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar