Perancang sampul: Tim Basabai. |
POHON KENANGAN
Telah basah tubuhku mencari jalan. Jalan lurus menuju kebun kenangan
Berkali-kali aku padamkan lampu. Kulirik rembulan
dari balik pintu
Mendesak masuk sajak yang berhimpitan. Dari
luka ke luka kubertahan
Aku menyusuri pasir dan batu. Bergilir kumengalir rindu ke rindu
Ingin kupetik buah-buah kenangan. Sebelum kering dan hilang kesegaran
Akan kutanam kembali di hatiku. Agar tak
gersang mengering harapanku
Di ujung ingatan, jalan kutemukan. Di pinggir sungai damai bertumbuhan
Buah-buah rebah nyentuh lelahku. Harumnya menyeruak tak banyak tahu
Aku mengemas cemas pelan-pelan. Dan kuhanyutkan takut yang kesekian
Rinduku berjatuhan ke baju-baju. Air mataku menjelma air susu
Udara, tanah masih tak berlainan. Air jernih masih saja berlarian
Aku bernapas lepas tak terburu. Angin dingin berlarian
ke arahku
Malam-malam disulam cahaya bulan. Bintang benderang
di sepanjang jalan
Tidak ada siasat yang mengganggu. Apalagi
lempar tenar tiap minggu
Rasanya aku tak ingin keluaran. Berlama-lama
tak mungkin kehilangan
Kunikmati apa-apa yang kumau. Sebelum semua
beku jadi batu
Tapi sial, terpental dari kenangan. Sunyi yang kunikmati lenyap perlahan
Tiba-tiba aku dapatkan tubuhku. Sudah dikepung
kembali masa palsu
Kakiku terpaku kaku di halaman. Jalan-jalan
penuh dengan kebohongan
Orang asing membangun gedung tipu. Janji
kekayaan tiba di rumahku
Untung saja doaku masih tersimpan. Kalau tidak
aku akan kehilangan
Di dalamnya kujaga anak cucuku. Di dalamnya kumulai
hidup baru
Bandungan, 2014
MADURA
Mataku basah lihat tubuh ringkihmu. Persis
sebatang pohon semakin layu
Jerit tulang-tulang tua menikamku. Aku
meringkuk dalam banyak sajakku
Di sini bersama sepi kausendiri. Daun-daun
gugur menjadi ilusi
Untuk itu aku berdiri kembali. Kata-kata
menggiringku dari sunyi
Ramuan rindu kuracik dengan cinta. Kucampur
pula khasiat manis doa
Akan aku hidangkan itu semua. Ramuan khusus
penuntas atas luka
Bandungan, 2015
TUNA
i/
Sepagi ini kau ketuk pintuku. Bunyi sandal dan
tongkatmu menggodaku
Dadaku bergetar di balik pintu. Dengan tergesa
aku ngambil sajakku
Lalu kubuka pintuku pelan-pelan. Bunyi
deritnya yang ramah bersahutan
Kuajak kamu duduk tanpa beban. Keringatmu yang bening bersihkan angan
Silakan seduh dulu ini sajakku. Secangkir jiwa
kata murni milikku
Aromanya lebih kuat dari candu. Nikmatnya
lebih dari secangkir rindu
Ini masih hangat baik kauhabiskan. Rasa
kantuk, penat hilang berlesatan
Kuletakkan selembar cinta di tangan. Rasa
angkuhku yang ricuh melawan
Aku cium aroma harum doamu. Ia menyeruak ke
langit-langitku
Awan tebal runtuh dalam raguku. Matahari segar
terbit di dadaku
Doa mengiringmu di sepanjang jalan. Aku
pastikan duri tak berserakan
Lalu kututup pintuku dengan yakin. Aku tata
kamar dari berantakan
ii/
Aku memang tak mampu berbicara. Usahaku hanya
gerak dan suara
Selebihnya aku hanya punya cinta. Aku jadikan
sebagai alat nyapa
Aku gerakkan tangan berkali-kali. Keringat
menetes dan melukis arti
Aku pun kedipkan mata sesekali. Kepala
mengangguk ke langit, bumi
Kuingin kau tak lagi kebingungan. Kepala penuh
sesak dan penasaran
Cukup saja tersenyum dan beranggukan. Legalah
dadaku dari semua beban
Terima kasih kuucap dalam dada. Tidak ada
kesal karena berbeda
Cintaku dan cintamu dapat bersua. Keduanya
bagai tanah dan pohonnya
Maka tak pernah kusesaki hidupku. Cukup ringan
saja kumerawat waktu
Tak pernah takut kumembuka pintu. Ruang sempit menjadi luas selalu
iii/
Maaf aku tidak bisa mendengar. Tak ada
maksudku ingin bertengkar
Di dasar dada kumiliki tafsir. Ruang yang
rahasia untuk berpikir
Bibirmu bicara dan langsung menyapa. Cinta
sejuk berguguran dalam jiwa
Damaiku tumbuh tanpa ada luka. Sekujur tubuhku
segar dan bersuka
Tak perlu berteriak dengan lantang. Tidak perlu
sampai menabuh genderang
Pelan saja seperti angin datang. Pasti
kuterima tak akan kubuang
Mari kita nikmati yang sederhana. Tidak perlu
terjebak gejolak dada
Selebihnya aku ini jadi doa. Aku jaga dirimu
dari kecewa
Bandungan, 2015
PENGANTAR KEBAHAGIAAN
Di dasar sukar akarku menjalar. Ke dalam waktu doaku mengakar
Kuserap setiap sari di sisiku. Kuhirup harapan di balik
batu
Lalu kubagi-bagi ke seluruhku. Demi menyulam senyum di
bibirmu
Cintaku bergayutan di ranting-ranting. Aku menjaganya
agar tak mengering
Lalu aku mengantarnya ke hatimu. Buah-buah segar penawar
rindu
Hingga terkadang daunku sampai kuning. Dan senyumku
berguguran ke ladang
Rasanya tugasku sampai di sini. Jika masih kurang kauboleh
kembali
Sebab aku memiliki banyak cinta. Dan kupaham cara berbagi
gembira
Bandungan, 2016
Faidi Rizal Alief, menulis
puisi di media massa nasional, Mingguan Malaysia dan lokal serta di beberapa antologi bersama. Pernah membacakana
puisinya di Rumah Pena Kualalumpur Malaysia dan terlibat diskusi puisi bersama
Komunitas PENAMA Melaka, GAPENA. Terlibat pula dalam beberapa antologi bersama
baik puisi atau cerpen. Pernah beberapa kali menjadi juara dan nominasi cipta
cerpen, puisi, dan novel. Buku puisinya “Alief Bandungan” (Kaleles Publishing, Juni 2015). Kini aktif di komunitas SEMENJAK Gapura Sumenep Madura. Tinggal di Jl. Gapura, dsn Sema Bandungan, Gapura
Tengah, Gapura, Sumenep, Madura 69472
Tidak ada komentar:
Posting Komentar