Lukisan ini diambil dari: Genosida 1965-1966 - WordPress.com |
PERIHAL ASAP YANG MEMBUMBUNG DARI SENYAP DAPUR
sepagi
ini, api menyala dalam tungku
mengajari
asap naik membumbung dengan cinta yang agung
begitu
arwah akan meniru
dari
daging rindu keluar menuju langitmu
sedang
segala yang direbus berupa masakan
akan
tertinggal di badan
di kunyah
dan di buang
kuterka-terka sendiri peristiwa yang
terjadi di dapur ini
bila ibu memasak ikan yang dibeli
kemarin hari
asap itu bau bangkai
dan terkulai menjadi ruap yang
diabai
sedang bila ibu memasak lode hari
ini
asap
itu meruap wangi
diminati hidung dan hati
bila ia terus membumbung tinggi
di langit telah ditunggu cupak-cupak
bidadari
begitulah
arwah akan pergi suatu saat nanti
sebagian
melayang dengan bau yang perih
dan
sebagian yang lain melayang wangi
meninggalkan
sebentuk prasasti di sudut bumi
Dik-Kodik,
2013
REPORTASE TUBUH BULAN
bulan
masih tak punya pasangan sayang
tak ada
getar cinta yang sampai ke telinganya
karena ia
tak ingin malam berwarna merah dengan luka-luka
hidungnya
yang sendiri menulis puisi di pucuk-pucuk trembesi
membenamkan
sunyi ke hati bumi
dan ia hidup dengan memetik karma
dari bias cahayanya
yang disorot ke tujuh benua tanpa
mengharap apa-apa
beribu-ribu abad lamanya
ia juga
membantu para pertapa
untuk
menghitung jumlah waktu yang terlewati
dalam gua
sepi di dadanya sendiri
satu
bulan, dua bulan, hingga sembilan bulan
si
pertapa baru moksa
menemukan
dunia dengan beragam nama
dan
benda-benda tergeltak di haribaan tanah
bulan masih tak punya pasangan
sayang
berjalan sendirian tanpa umpatan dan
penyeselan
menghadapi
runcing kesepian
dengan
hati yang tabah menerima cibiran berjuta bintang
Gapura,
2013
VITA (2)
aku
menatapmu
mengamati
langit yang lebih bersih dari yang aku tahu
membentang
antara matamu yang seperti buln
dan
bibirmu yang meneluh teluk-teluk sepi
dengan
beragam kidungan
aku menatapmu
menatap langit yang mencipta
ketinggiannya sendiri
dengan setatah bintang kuning
langsat
dan belum ada yang sampai menggapai
sebelum sgala niat baikku tunai
mengusung kucup ke bibirmu yang
landai
o, aku
menatapmu
meyakini
lngit paling bersih
dan di
bawahnya, dengan sepenuh hati
aku rela
menjadi bumi
yang siap
kau cintai
dengan
musinm-musim yang silih berganti
Dik-Kodik,
2013
A.
Warits Rovi Lahir
di Sumenep Madura 20 Juli 1988, karya-karyanya dimuat di berbagai media
Nasional dan lokal antara lain: Horison, Seputar Indonesia, Radar Madura, Jejak
dan beberapa media on line. Kumpulan puisinya dapat dinikmati di antologi komunal
seperti Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto,
2010), Bulan Yang Dicemburui Engkau (Bandung, 2011). Epitaf Arau (Padang,
2012), Dialog Taneyan Lanjang (2012), dan Terpenjara Di Negeri Sendiri (2013).
Puisinya yang berjudul “Perempuan Pemetik Tembakau” masuk 5 besar lomba menulis
puisi “Perempuan” Yayasan Lampu. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit
Pengantin Hujan (Adab Press, 2013). Kini aktif di Komunitas SEMENJAK dan
membina penulisan sastra di Sanggar 7 Kejora, mengajar seni rupa di
Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda) dan guru Bahasa Indonesia di MTs
Al-Huda II Gapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar