Lukisan ini diambil dari Yogyakarta sebuah melodia, Sebuah Kota dan Waktu yang Berlalu 2004 |
PEMUDA DJAMAN DAHOELOE DAN PEMUDA ZAMAN
NOW
Teriakan dimana-mana
Pemuda adalah harapan bangsa
Pembawa perubahan untuk negeri tercinta
Rakyat kecil menitipkan nasib
Mengharap kabar baik dari darah birunya
Jangan lupa bahwa negeri indonesia merdeka
Tidak lepas dari jiwa seorang pemuda
Maju tak gentar sekalipun musuh memiliki
senapan canggih dan bertubuh kekar
Ada seorang pemuda menangisi nasibnya di
jalan
Tidak bisa melanjutkan pendidikan
Ingin menjadi terpelajar untuk negeri
tercinta, Indonesia raya
Ada yang mengusik mata dan telingaku
Mereka yang terpelajar
Banyak membawa berita buruk pada negeri
Tawuran, pesta seks, pesta sabu-sabu
Para mahahasiswa sudah mulai apatis pada
kodisi buruk di sekelilingnya
Kampus menjadi ajang fishion
Para lelaki di pojok-pojok kampus
Berkumpul bukan menbicarakan nasib negeri
Tapi membicarakan bokong besar para
mahasiswi
Dan mahasiswi saling bercerita tentang
para lelaki yang mendekatinya
Ataukah membaca, menulis, dan berkarya
telah menjadi candu bagi pelajar, mahasiswa, dan pemuda.?
Pemuda djaman dahoeloe memegang
bambu runcing
Sebagai senjata melawan para penjajah
Pemuda zaman now memegang gadget dengan
buih status di media
Pemuda djaman dahoeloe berani mempertarukan
nyawanya untuk negeri
Pemuda zaman now rela mati dengan gadis
yang di cintai
Pemuda djaman dahoeloe berkumpul membuat
stategi untuk mengalahkan musuhnya yang ingin merengkuh negeri
Pemuda zaman now berkumpul menikmati
alunan musik di diskotik beserta minuman bir
Pemuda harapan bangsa bukanlah pemuda yang
membuat rusuh dan apatis pada kondisi sosial di sekelilingnya
Pemuda harapan bangsa bukanlah yang pandai
tawuran
Pumuda harapan bangsa adalah pemuda yang
punya karya dan selalu berkarya
Pemuda harapan bangsa adalah pemuda yang
peduli pada ketidak adilan
Pemuda harapan bangsa adalah pemuda yang
siap berada di garda terdepan membela rakyat yang tertindas
Pemuda harapan bagsa adalah pemuda yang
siap bertarung bila ada yang mengusik negeri Indonesia raya
Kaukah pemuda itu, yang kerap membawa
berita buruk pada negeri.?
Ataukah engkau pemuda yang menjadi harapan
bangsa sebenarnya.?
Jogja, 2017
MENGENANG LAGU POP
Sudah berjam-jam, kau berdiam
Dengan seteguk teh di tanganmu
Menatap bisu bunga-bunga di halaman rumah
Seperti orkesta menyanyikan lagu-lagu pop
di acara pernikahan
Salah kaprah, menyalahai aturan
:kebingungan
Di dadaku banyak luka-luka
Yang belum dibalut dengan rupa malam
Buyarkan lamunanmu, masuklah ke dadaku
Ku memintamu untuk merawatnya
Tapi jangan kau minum air yang ada di hulu
hatiku
Itu milik orkesta, obat penyeyak tidur
jika lukaku telah sembuh
Jangan beranjak pergi, kita menikmati
lagu-lagu pop terlebih dahulu
bersenangria, bergembira
agara kehidupanmu
tidak melulu tentang bayangan
yang dibiarkan begitu saja
“hidup bukan tentang bayangan
Hidup untuk dijalankan dan diperjuangkan”
Bunyikan seruling
Iramanya bertandang kepikiran
Yang kadang aneh
Jogja, 2017
KEPADA TUKANG BECAK
Ayunkan becakmu sampai menembus dinding
harapan
Parkirlah becakmu
Jangan bergagas pulang lebih awal
Sebelum orang-orang melambaikan tangan
Hapuslah keringatmu
Karena hidup adalah perjuangan
Jogja, 2018
GOJEK
Kring
Kring
Saya pesan gojek
Bolok kiri
Pertigaan ambil kanan
Tepat di pinggir jalan
Saya berbaju merah
Celana hitam
Dengan rambut hitam yang tergurai
Si tukang gojek lalu bergegas
Dengan asa seorang anak dan istri di rumah
Di rumah
Anak dan istri menunggu kepulangannya
Dengan doa-doa yang dikirim lewat angin
dan rindu
Jogja, 2018
Rudi Santoso, lahir di Sumenep Madura. Mahasiswa
Sosiologi UIN Sunan Kalijaga. Pendiri Kominitas Gerakan Gemar Membaca dan
Menulis (K-G2M2) Nulul Hidayah. Berkat karya-karya puisinya terpilih sebagai
mahasiswa yang mengispirasi 2016 dan 2017 FISHUM UIN SUKA. Nominasi 100 puisi
terbaik tingkat asia tenggara oleh UNS 2017. Beberapa puisinya termaktub dalam,
Secangkir
Kopi Untuk Masyarakat (2014), Sajak
Kita (Gema Media 2015), Surat
Untuk Kawanan Berdasi (2016), Ketika Senja Mulai Redup (2016,) Moraturium Senja (2016), dan juga tersiar disurat kabar, Media
Indoneisa, Kedaulatan Rakyat, Republika, Pikiran Rakyat, Haluan Padanng, Solo
Pos, Minggu Pagi, Medan Bisnis, Jurnal Asia Medan, dll. Buku puisi
tunggalnya “Kecamuk Kota” (Halaman Indonesia 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar