Lukisan: Lee Man Fong di atas kanvas 1200 × 600 |
HIKAYAT LAUT
langit
lembab
awan
bergelantungan berayun-ayun
dimainkan
angin dari barat
laut
yang senantiasa menyimpan gelombang
sewaktu-waktu
menerkam dengan begitu garang
lalu,
apakah nyawaku di laut itu juga mengambang?
antara
barat dan timur
napasku
digenggam
berhari-hari
mengayuh perahu
dari
waktu sampai ke subuh
keringat
mengucur membungkus tubuh
tapi
ikan-ikan itu telah berenang setengah lelah
setelah
semalam kulempar doa dari sebaris bismillah
SAPI KARAPAN
aku
mendengar tangismu dari dalam kandang
angin
mati di ujung reranting
“jangan
lukai aku dengan angkuhmu
demi
kemenangan semu,” eranganmu mengiris begitu tipis.
air
matamu senantiasa menggelinding
sampai
matahari memanjat di langit
bersiaplah
punggungmu sebentar lagi akan dicangkul
dengan
pisau setajam amarah
dan
berlarilah secepat angin
agar
luka cepat mengering
“kepada
siapa sakit ini
mesti
kukutuk?
karena
bumi masih kupijak
langit
berwarna biru
dan
engkau tak mau tahu
darah
deras terus bercucuran sampai dalam kandang.”
sapi
karapan itu seperti sudah meminta mati
lelah
hidup tiada bertepi
POHON SIWALAN
daun
siwalan digoyang angin
seekor
laron hinggap diserang dingin
Angin
bergerak ke selatan
aku
memanjati pohon siwalan
seperti
lelah hidup di tengah jalan
mayang
menetes
seperti
air susumu ibu
mengalir
ke tenggorokanku
menuntaskan
rindu yang menggebu
di
samping rumah pohon siwalan tumbuh
berabad
silam sebelum bulan jatuh
SLOPENG
angin
gusar
gelombang
beringas berpasang-pasang
menerkam
pasir yang dibentang
di
atasnya cinta kita terekam
daun
nyiur melambai
menembangkan
gemerisik angin
datang
dari utara
di
bawahnya kita duduk berdua
langit
bergetar
laut
terbakar
menyaksikan
lelaki dan wanita bercumbu
meninggalkan
dosa yang tak kunjung dibasuh
Oi,
bila laut murka
jangan
salahkan bumi yang sudah lelah
dengan
pangkal pahamu yang selalu basah
HIKAYAT GARAM
air
laut yang terlelap di tambak
dikunyah
dari waktu ke waktu
kelak
kusebut asin garam
seumpama
hidup yang kelam
lalu
bagaimana kau mencibir?
jalan
hidupku yang senantiasa ketir
garam
di rumahmu
bercampur
keringatku yang lama dikekalkan waktu
apakah
kau masih berhasrat menindasku?
angin
tiba-tiba enggan menggoyang tambak garam
LESSAP
mungkin,
anyir darah dari tubuhmu
tak
mampu dihirup aromanya
sampai
waktu yang pengecut menyebut pembangkang
sementara
angin dan daun bersaksi
kelak
kematianmu akan direnungkan
dan
kuburmu dilapangkan
bahwa
orang-orang tetap mengirim doa
atas
lelah di medan laga mengusir penjajah
berkat
angin yang senantiasa bergoyang di ujung daun
kini
matimu digenggam sejarah
sebagai
kota tempat orang-orang melihatmu berdarah
mempertahankan
Madura
Bangkalan,
muasal matimu yang diabadikan
tangis
langit menurunkan air mata
pada
tanah atau darah tubuhmu yang basah
membasuh
dosa-dosa
Ke Lessap, di
atas kuburmu yang tumbuh seribu bunga
kutitip
doa pada sehelai daun di atasnya
lantaran
aku tahu, engkau pahlawan bukan pecundang
nyala
rembulan di dadamu berpendar di medan perang
dalam
begini, masih ada yang mengutuk
matimu
dianggap buruk
tapi
siapa yang tahu
kalau
dirimu sedang di sorga
menertawakan
orang-orang yang terus bertengkar
tentang
pada siapa kau berpihak?
angin
yang dulu mengantarmu ke pintu sorga
sudah
terlelap di atas pusaramu
menjaga
doaku yang diperam selembar daun kemboja
SUNGAI CAMPOAN
airnya
mengalir dari telapak zikir
menyimpan
seribu doa
penawar
bagi yang luka
ikan-ikan
yang berenang dikirim dari sorga
kecipak-kecipuknya menenteramkan jiwa raga
Sungai
campoan, bagaimana rindu dipertemukan?
dalam
satu ladang antara hatiku dan hatimu
yang
pada akhirnya kita menjadi sungai panjang
sejauh
mata memandang
orang-orang
mandi membasuh diri
mengelupas
dengki
karena
hati perih
sebab
jauh dari kekasih
Zainul Muttaqin Lahir
di Sumenep Madura 18 November 1991. Cerpen dan Puisinya tersiar di sejumlah
media nasional dan lokal. Seperti; Jurnal
Nasional. Femina. Nova. Republika. Suara Merdeka. Padang Ekspres, Sumut Pos,
Radar Lampung, Kuntum. Almadina. Joglo Semar. Banjarmasin Post. Merapi. Radar
Surabaya. Kabar Madura. Suara Madura
Koran Madura dll. Salah satu penulis dalam antologi cerpen; Dari Jendela yang Terbuka (2013) Perempuan dan
Bunga-bunga (2014).Gisaeng (2015) Tinggal di Madura. Email; lelakipulaugaram@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar