Lukisan ini diambil dari aliexpress.com |
Ijab Kabul
Pagi
itu ia tidak kuasa
melihat matamu ketika
kau mengucap sumpah
perkawinan. Ia hanya sanggup
melihat punggungmu
dan berpura-pura turut berbahagia.
melihat matamu ketika
kau mengucap sumpah
perkawinan. Ia hanya sanggup
melihat punggungmu
dan berpura-pura turut berbahagia.
Sudah
cukup lama
kau tidak singgah di rumahnya.
Terakhir kali kau datang,
ia memintamu untuk
tidak meninggalkan
hatimu di pintu.
kau tidak singgah di rumahnya.
Terakhir kali kau datang,
ia memintamu untuk
tidak meninggalkan
hatimu di pintu.
Jangan berkata apapun.
Sayonara hanya milik
para penggemar roman picisan.
Sayonara hanya milik
para penggemar roman picisan.
Ia
ingin kalian diceraikan
oleh perpisahan yang ikhlas.
Cinta adalah kemarin
dan esok menjadi hari- hari
ketika kalian belum bertemu.
oleh perpisahan yang ikhlas.
Cinta adalah kemarin
dan esok menjadi hari- hari
ketika kalian belum bertemu.
Pamekasan, 2018
Cincin
Perkawinan di Dalam Sepatu
Sejak
kamu pergi,
rumah ini tampak semakin tua.
Ia seperti tak rela melihatku
hidup sendirian.
rumah ini tampak semakin tua.
Ia seperti tak rela melihatku
hidup sendirian.
Tak
ada apa pun
yang menunjukkan keberadaanmu:
dengkur lembut pagi,
jejak bau sampo di handuk,
suara-suara dapur, penanda buku
yang terselip di halaman tertentu,
derai tawa, dan sesekali air mata
yang membasahi bantal.
yang menunjukkan keberadaanmu:
dengkur lembut pagi,
jejak bau sampo di handuk,
suara-suara dapur, penanda buku
yang terselip di halaman tertentu,
derai tawa, dan sesekali air mata
yang membasahi bantal.
Kemarin
aku menemukan
cincin perkawinan kita
di dalam sepatu
yang telah lama tidak kupakai.
Rupanya kamu meninggalkannya
di situ. Kilatnya meremukkan
semua perasaan baik-baik saja.
cincin perkawinan kita
di dalam sepatu
yang telah lama tidak kupakai.
Rupanya kamu meninggalkannya
di situ. Kilatnya meremukkan
semua perasaan baik-baik saja.
Di
ambang pintu,
aku terduduk lemas di atas keset
“welcome”, lalu tulisannya
berubah menjadi “kehilangan”.
aku terduduk lemas di atas keset
“welcome”, lalu tulisannya
berubah menjadi “kehilangan”.
Pamekasan, 2017
Perpisahan
Semestinya
kita berpisah
bulan Agustus, tetapi siang itu
kau masih terlelap di atas kasurku
dan terbangun disertai isak tangis.
bulan Agustus, tetapi siang itu
kau masih terlelap di atas kasurku
dan terbangun disertai isak tangis.
Kau
mengecup punggungku
yang telanjang. Air matamu
berjatuhan di payudaramu.
Aku seperti mendengar suara hujan
padahal ini musim kemarau.
yang telanjang. Air matamu
berjatuhan di payudaramu.
Aku seperti mendengar suara hujan
padahal ini musim kemarau.
Lalu
aku menyeka air matamu
yang membasahi payudaramu
dengan bibirku yang gersang.
yang membasahi payudaramu
dengan bibirku yang gersang.
Kita
terbaring berhadapan
untuk mengemas kenangan
yang masih tertinggal
di mataku, di matamu
hingga malam tiba.
untuk mengemas kenangan
yang masih tertinggal
di mataku, di matamu
hingga malam tiba.
Kau
pun pamit
tanpa bilang selamat tinggal.
Kata-kata terakhirmu hanyalah
“Aku mencintaimu”
yang kau bisikkan di lubang kunci
pintu kamarku yang telah tertutup.
Kita tidak ingin ada pelukan
sebab pelukan seringkali
merekatkan ingatan.
tanpa bilang selamat tinggal.
Kata-kata terakhirmu hanyalah
“Aku mencintaimu”
yang kau bisikkan di lubang kunci
pintu kamarku yang telah tertutup.
Kita tidak ingin ada pelukan
sebab pelukan seringkali
merekatkan ingatan.
Setelah
itu kita tidak pernah
berjumpa lagi untuk selamanya.
Pertemuan-pertemuan kita
selanjutnya hanyalaah imajinasi
seorang lelaki yang terluka.
berjumpa lagi untuk selamanya.
Pertemuan-pertemuan kita
selanjutnya hanyalaah imajinasi
seorang lelaki yang terluka.
Pamekasan, 2017
Dasi
Kupu-Kupu
Sehari
sebelum aku menikah
kau datang membawakanku
dasi kupu-kupu.
“Akan membuatmu lebih tampan,”
bisikmu. Perasaan apakah
yang kini tengah menguasai hatimu?
kau datang membawakanku
dasi kupu-kupu.
“Akan membuatmu lebih tampan,”
bisikmu. Perasaan apakah
yang kini tengah menguasai hatimu?
Aku
menahanmu bersamaku
hingga pukul sebelas malam
semata-mata untuk menghalau
gugup padahal aku sudah lancar
melafalkan ijab kabul di luar kepala.
hingga pukul sebelas malam
semata-mata untuk menghalau
gugup padahal aku sudah lancar
melafalkan ijab kabul di luar kepala.
Barangkali
kisah-kisahmu
yang kerap membuatku
melayang ke angkasa
dapat menenangkanku.
Aku tidak akan pernah
mendengarkan dongeng-dongeng
itu dari mulut seorang perempuan
yang besok akan menjadi istriku.
yang kerap membuatku
melayang ke angkasa
dapat menenangkanku.
Aku tidak akan pernah
mendengarkan dongeng-dongeng
itu dari mulut seorang perempuan
yang besok akan menjadi istriku.
Habis
ini aku akan sukar
membalas pesan-pesan pendekmu
tetapi biarkan jendela kamarmu
terbuka agar aku bisa menyelinap
kapan pun aku ingat tersesat
ke dalam belantara hikayat-hikayatmu.
membalas pesan-pesan pendekmu
tetapi biarkan jendela kamarmu
terbuka agar aku bisa menyelinap
kapan pun aku ingat tersesat
ke dalam belantara hikayat-hikayatmu.
Pamekasan, 2018
Royyan Julian, seorang dosen di Universitas Madura dan bergiat di Sivitas
Kotheka. Buku puisinya, Biografi Tubuh Nabi (Basabasi 2017).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar