Lukisan ini diambil dari gambarbagus.com |
Aku Lupa Jalan Pulang
pada sekian jarak
yang telah usai kupijaki
bersisa waktu
batu-batu bergelayut merebut bayangmu
memanggul rindu
memunguti sisa-sisa masa lalu
kembali kau mengajakku
menidurkan segala gelisah
pada seluruh langkahku yang tak tentu arah.
Rumah Belimbing, 2017
Waktu (I)
:faiqurrahman
tak ada yang lebih perih dari sebuah pertemuan
selepas kita sempurna menunaikannya
kita akan kembali menanggalkannya sebagai asal
mula
pada garis-garis tangan kita
tersimpan banyak rencana teramat rahasia
takdir sebagai pelarian
dan doa tak cukup upaya sebagai ikhtiar
dari sekian panjang perjalanan ini
waktu kita pijaki bertubi
sudah tak terhitung
berapa tebal air mata ini berderai
seberapa deras
keringat ini berkucur
mari,
berlayarlah membentur gelombang
sambil lalu kita mengasah keyakinan ini
: habis gelap terbitlah terang
Rumah Belimbing, 2017
Waktu (II)
suaramu parau
terpantul dari balik telepon genggam
mengecup pilu
diamini batu-batu
pada belukar
kita belajar kedalaman sabar
dan pada langit
kita mengutuk kesetiaan
atas segala sakit dan pahit.
Rumah Belimbing, 2017
Menyambangimu Lewat Sebuah Pesan
Singkat
sempurna sudah jarak ini membentang
mengubur segala gelisah
pada daun-daun
kita melepas gundah
pada keretap angin
kita menitipkan segala ingin
lewat sebuah pesan singkat
aku masih sangat utuh menyimpannya
tak ada kabar berarti tak sayang
rindu yang terpendam adalah cemburu yang
mematikan.
Rumah Belimbing, 2017
Kepergian Nenek
lalu-lalang waktu
tiba-tiba tersendat
meretas: mencipta pisah seumpama belati
kita pun tak kuasa menerka waktu
tatap mata ini begitu lama
membaca masa lalu
mengurai nasib yang masih teramat raib
kepal tanganmu di tanganku
menitipkan waktu
menunjuk jalan masing-masing
kita pun belum bertukar tahu
bahwa ajal adalah akhir segala temu.
Rumah Belimbing, 2017
Tanyakan Pada Malam
tanyakan pada malam
apakah ia akan bertandang
melepas dingin
melepas resah
merapikan segala gelisah
dan riak rindu yang kian pecah
tanyakanlah pada malam
seberapa dalam mengubur dendam
menyimpan rahasia: masa-masa silam
yang kerap kita sanksikan
tanyakanlah pada malam
masihkah hati ini menjadi muara atas segala
rasa.
Rumah Belimbing, 2017
Selamat Malam Sayang
di basah malam
aku melempar penat
menatap ke langit lepas
lengang: menyiratkan segala kenang
hembus angin menyentuh jendela
hinggap dengan sangat terbata
berkabar tentang rindu seseorang di ujung
seberang
selamat malam sayang
ucap malam pada sisa-sisa gamang
dan sudut kamarku yang sudah mulai remang.
Rumah Belimbing, 2017
Aku Tersesat di Sebaris Senyummu
malam-malam kembali perawan
awan menipis
merangkul mesra dawai angin
memecah gerimis
sepasang mataku tak lagi pandai
bagaimana cara berkedip
setelah diam-diam
senyummu terlempar
menabuh degub jantungku
yang sudah sekian lama mati
dan haus rindu ini
yang telah berulang kali kukebiri.
Rumah Belimbing, 2017
Sampah
adakah yang lebih setia dari kehadiranmu?
merindukan segala sempat
menghinggapi seluruh tempat
datang tak diundang
diusir pun kau lebih setia memilih bertandang
kerapkali kau lahir prematur
dari tangan-tangan jalang
dan niat usang para pembuang
kau cipta segala kesetiaan
tapi tak kalah setia kau lahirkan kebosanan
Rumah Belimbing, 2017
Azizi
Sulung, lahir di Sumenep, 7 Juli 1994. Santri Pondok Pesantren
Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura. Kumpulan puisinya yang telah terbit, Accident: Malapetaka Terencana (2012), Simposium (2012), Solitude (2012), Luka-Luka Bangsa (2016), dan Rampai Luka (2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar