Hypno Dimensi: 30 x 40 cm Media: Acrylic on Canvas (double frame) |
Tampaan
1
Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena
yang tampak hanya kulit pembungkus yang serba indah
Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena
yang terpandang hanya seberapa tinggi tingkat yang sedang ia tapaki
Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena
yang terpampang hanya siapa yang mengandung dan melahirkannya
Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena
yang terhormat hanya seberapa banyak yang ia genggam dan seberapa mewah yang ia kenakan
Dan
tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Setelah benar-benar tahu untuk apa dia dilahirkan
Lek
Dah, 2017
Tampaan
2
Sesekali aku curiga,
bias jadi hanya keinginanku yang memaksakan
Yang
kemudian menutupi segala kegembiraan
Sesekali aku curiga,
bias jadi hanya kegembiraan yang menutupi kesetiaan
Sesekali aku curiga,
bias jadi hanya kesetiaan yang muncul dengan kekecewaan
Sesekali aku curiga,
biar pun kekecewaan,
Laksana biduk akan semakin tajam bila diasah dengan kesadaran
Lek
Dah, 2017
Tampaan
3
Parau,
kata burung-burung
Yang
menyingsingkan kesunyian
Dalam benak, masih terfikirkan bayang-bayang kesedihan itu
Karena ketidak-siapanlah yang selalu membelenggu, kadang melupakan kerinduan
yang tersusun rapi selama itu
Di ganti dengan kerinduan pada-Nya
yang memyakitkan hati malam itu
Bersama kesaksian rembulan
kala itu, akan kususuri kemanusiaan, kepedulian dan kebijaksanaan.
Lek
dah, 2017
Tempaan
4
Hangatnya masih terasa walau sudah
lama kau tak memelukku
Kala
itu bahagia adalah puncak dari segala kerinduanmu
Hangatnya masih terasa walau sudah
lama kau tak menyapaku
Kala
itu manjamu adalah cerminan besarnya kerinduan yang kaupendam
Hangatnya masih terasa walau sudah
lama kau tak tersenyum padaku
Kala
itu tawamu tak terurai sebelum kau pandang bahagiaku
Dan
sekarang sudah tercerai berai kerinduan itu seakan memeluk luka
Tidak tergambar keikhlasan itu jika kau meminta dengan paksa
Bagaimana kau memahami
rasa jika kau sendiri tak memegang erat apa
yang kau rasa
Atau kau memang tak pernah mengerti apa itu rasa?
Lek
Dah, 2017
Tampaan
5
Semenjak senja itu,
lelaki itu tenggelam dalam berbagai cita-cita besar
Yang
kemudia di senja-senja berikutnya adalah penantian
Pagi menjadi harapan
yang melanglang buana
Siang
juga tak kunjung dating bersama terik kebingungan
Namun senja masih saja menenggelamkan dirinya pada cita-cita besar itu
Malam
menjawabnya dengan kesepian dan selimut kedinginan
Menggigil tubuhnya berdenyut lemas jantungnya
Tak terasa senja hanya membohongi
mega-mega yang nampak indah kemilau nan ayu bercahaya
Dan
sekali lagi senja masih menenggelamkan lelaki itu dalam cita-cita besar
Lek
Dah, 2017
Perempuan Itu?
Mungkin paruh hidupnya tak tergantikan
Dengan
masa meminang dan melahirkan waktu itu
Serta
kerinduan-kerinduannya
Tercetus dalam masa dimana ia melihat tawa mungil
yang berjalan terbata-bata
Atau melihat penopang hidupnya tersenyum bahagia kala teh dan
kopi pagi yang ia siapkan di atas nampan yang memenuhi meja paginya
Atau,
bahagia dengan berbagai kecintaan dalam tuduhan-tuduhan ini yang selalu menyemangatinya
Lek
Dah, 2017
Untukmu
Bila mata sudah tak mampu memejam mengenangmu,
Bibir sudah tak mampu berucap memanjamu,
Maka hanyahati yang mampu melukis dirimu dan berpegang teguh....
LD,
2017
Dalih
1
Entah sampai detik ini masih belum bias melelapkan ingatan itu,
Rindu dan kenangan-kenangan itu melayang-layang tak tentu arah
Sesekali aku mencoba menimang-nimang kegelisahan
agar mereka tak tertunduk pada kehampaan
Salah
rasanya jika menyalahkan kegundahan, malam kian merajai kegundahan itu
Saat dimana jasad tak mengenali siapa yang ia kenang serta raga tak tahu siapa yang ia rindukan
Dusta rasanya jika kututupi kegelisahan dangan senyum lebar terhampar
di depan mereka
Apalagi
yang mereka tahu tak mereka rasa
Yang
mereka lihat tak mereka faham
Dan
yang mereka dengar tak mereka renungkan
Tetapi sudahlah, kerinduan dan kenangan hanyalah dua remaja yang akan tumbuh dewasa bersama kegelisahan yang membangkitkan kesahajaan; lapang dada
Lek
Dah, 2017
Dalih
2
Terbangun,
dalam setiap lelap ada pasrah
Yang
kemudian mengarung mendayungi samudera kesadaran
Dalam setiap kesadaran ada lamunan
Yang
kemudian mendaki setinggi-tingginya keinginanan
Bagaimana mungkin kepedulian terjalin, jika mengarungi kesadaran diri masih tersapu ombak keegoisan
Bagaimana mungkin kedekatan terjalin, jika mendaki gunung harapan masih tertindih kesenangan sendiri
Maka,
bermimpi dan terbang ununtuk menjadi diri baharu bersama kesadaran-kesadaran
yang terlelap dalam lamunan
Lek
Dah, 2017
Dalih
3
(kutulis bersama pesan-pesanmu pak Umbu Landu Paranggi)
Angin hilir mudik memesrakan keeratan malam ini,
Disambut gemuruh rintik hujan yang semangat membanjiri dengan doa-doa keikhlasan
Mengenang kisah cinta dengan kesetiaan kerinduan dengan
rasa syukur yang dalam sehingga tak pernah ia sia-siakan
Kesucian akan anugerah-Nya
ia jaga dengan sepantas-pantasnya
Seperti bunga mekar
yang merekah wewangian bersujud dalam tempaan angin dan kumbang-kumbang
Sepantasnya kita menjaga tanpa rasa ingin bersamanya,
karena ia bahagia dengan apa
yang tak kita
rasa, karena ia tertawa dengan apa
yang tak kita ucap,
karena dia bersenda gurau dengan apa yang tak kita tertawakan
Dan
semestinya, harumlah tanpa tahu bahwa kita adalah Bunga
Manislah tanpa tahu bahwa kita gula
Serta bahagialah tanpa tahu bahwa kita gunda gulana,
Sumber
Tangkil, Gitaneng
Lek
Dah, 2017
Lek Dah adalah sapaan akrab dari Ahmad Dahri. Lahir pada tahun 1990 dan dibesarkan di Malang. Sebagian besar waktunya dihabiskan di jalan, kemudian dari perjalanannya itu telah banyak puisi-puisi yang terus lahir dan berhasil dibukukan antara lain: Orang-Orang Pagi, terbit tahun 2016. Hitamkah Putih Itu?, terbit tahun 2017, dan kedua buku itu di terbitkan oleh Slaka Waskita Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar