Sumber gambar: Abstract Painting, Google. |
Perpisahan
Semestinya
kenangan mengabadikan potret wajah kita, katamu
Kemudian
kita berfoto, menebar senyum pada benda mungil itu
Di
sela-sela riuh penumpang stasiun Lempuyangan
Di
mana aku merasa ditinggal hilang
Oh,
Wati sebelum senja menepis
Tak
perlu kau mendatangkan gerimis
Pada
langit wajahmu yang bengis
Serta
percakapan yang tak bisa diakhiri
Mengantarkanku
pada sebuah sajak yang tak pernah selesai
Dan
angin membawa aroma tanah yang sangat jauh
Mengingatkanku
pada jeritan pohon bamboo
Di
mana kita pernah bercumbu
Mungkin
sekali saja kita di sini
Ketika
lengking kereta datang mengabarkan
Dan
kau bergegas pulang
Meninggalkan
kenangan
Untuk
diceritakan kemudian
Meditasi Pagi
Setenang
pagi. Aku dengar suara setipis angin
Menerka
daun-daun kelam jauh
Adakah
waktu secepat malam?
Barangkali
hanya kesunyian mengantarku pada mimpi
Di
saat pagi merekah dan kurasa waktu telah berlari
Meninggalkanku
dalam kenangan sepi
Kau dan Sajakku Abadi
Kau
menyuruhku membacakan sajak-sajak yang lelah
Ketika
percakapan kita terhentii dan sulit untuk dilanjutkan
Tiba-tiba
kau salah tingkah
Setelah
aku bacakan sajak yang lelah itu—sebuah pengembaraanku
Meniti
kesunyian tak berakhir
Kau
tahu, dalam sajakku itu lahir huruf-huruf yang sama
Dan
namamu kusebut di sana
Dalam
batin sajak-ssajakku
Setiap
kata-kata mengembara
Menyalakann
makna sendiri
Kemudian
diri hilang menjadi api
Barangkali
kau dan sajakku abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar