![]() |
Perancang sampul: Alek Subairi. |
Nostalgia
Ke
dalam puisi, kami beribur
Membuat
foto dengan hujan
Angin
sebentar-sebentar
Meragukanmu
pada pendakian ini
Lihat,
dari sini kau bisa memandang ke bawah terjauh
Hingga
setiap rintik terekam sungguh dengan hatimu
Sebagian
mereka mengalir ke laut, mengalir ke sawah-sawah
Mengalirkan
doa di setiap butir-butir nasi yang kau goreng.
“Tapi
aku tak ingin menetes
jadi
kerengkam di dasar kata,”
Di
atas sana, orang-orang yang pesan makanan
Yang
meneduhkan diri dari rinrik-rintik itu, sebenarnya
Hanya
lupa jika perjalanan ke restoranmu adalah sejarah dari
Peluh-peluh
yang berceceran di bawah mobi-mobil mereka.
“Aku
tak lihat apa pun, kecuali matamu merah
Dan
bibirmu pun mulai gigil di antara bait”
Doa Pembuka
Doa Pembuka
Yang
ditulis nama kamu lalu dilafal kini
Yang
setiap huruf percepat degup jantung
Yang
nyata adalah kamu yang dikehendak
Yang
dalam sujut kamu yang ada diantara
bahasa
pujian dan harapan
suara
kipas angin berputar
tik-tok
jam tengah malam
“Oh,
yang berpintu dan yang maha pagi
terbukalah
yang tertutup. Mengembanglah yang kuncup”
Yang
dalam dzikir adalah kamu yang hadir
Yang
berlanjut pada senggama sampai dini hari
Yang
memberi keringat melebihi sinar matahari
Yang
menghangatkan dan yang melahirkan
jiwa
yang hampir mati
puisi-puisi
untuk kekasih
hidup
sedih jadi berseri.
2014
Seteguk Air
Seteguk Air
Sebelum
tubuh ini pecah, disenggol waktu
Doa-doa
yang pernah kita hafal di masa kanak
Di
langgar bambu pak Samad, yang hampir
Terhapus
rencana ke luar negri, proposal kerjasama
Perusahaan,
demo kenaikan gaji, mari dilafal kembali.
Jasad
ini tak akan tiba pada hari keseribu tahun nanti.
Sebab
waktu kita hanya seteguk air, sayang.
2014
Faqieh Ahmad, lahir di
Sumenep, 04 Maret 1993. Alumnus PP. Annuqayah ini aktif di rutinitas kajian
sastra Komunitas Tikar Merah, Surabaya. Kini menetap di Surabaya dan sedang
menyelesaikan studinya di UIN Sunan Ampel Surabaya, pada jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar