Labirin - Karya Dede Eri Supria |
Perjalanan tak
Berujung
dalam percakapan dulu di ladang itu
kita bersepakat sebelum surup tiba lebih dulu
persis saat lima ekor bangau pulang ke selatan
kau umbar senyum murni padaku yang sialan
aku pun pergi ke pusat kota di barat pulau
mengunjungi tempat segala cita-cita ditanam orang
pesan pungkasanmu berdentum-dentum di telinga
sepanjang perjalanan – sepanjang usia pengharapan
engkau harkati huruf-huruf mati di setiap jiwaku
dan kumaknai bergantang-gantang harapanmu
tetapi kamu dan aku terjebak dalam penantian
sejak kapan kita benar-benar mengerti?
toh perjalanan dan pengharapan sama-sama meruang
dan mewaktu di dalam kalbuku: kalbumu
2017
Paras Liang
paras liang di
wajahmu – wajahku
terpahat di
dinding penjara singa
dunia dalam
album perawan bisu
berwajah
Monalisa – bermata Leonardo
wajahmu,
wajahku; wajah luka penuh lupa
sepanjang
tahun kau hafal setiap kerut wajahku
sampai
garis-garis tebal diwajahmu sendiri
kau
sembunyikan di balik cermin dan air
dengar, air
dan cermin berdebat saat hujan lebat
aku tersanjung
– malah kau tersinggung
akhirnya,
wajahmu aus di wajahku yang hangus
mari, sudahi
permainan meramal wajah!
singa dan
perawan bisu dalam dirimu
adalah
sepasang arus di palung dadaku
Januari 2017
Nyonson
kamis malam
termanis menjelang purnama
perempuan-perempuan
sisa peradaban purba
dengan keriput
indah tanpa sentuh kemilau dunia
memukul-mukul
batu dendam umat manusia
pada lincak
bambu di bawah pohon mangga ranum
tepat saat
matahari tenggelam ia songsong cakrawala
dengan sebilah
sepat kelapa bertabur butiran keminyan
remah-remah
bara, api pengharapan, penebar doa dan mantra
aroma sedap
menyeruak ke segala penjuru kampung
dari pintu ke
pintu, dari jendela ke alam baka
mengantar
bisikan rindu – suara nenek moyang
cinta tumbuh
jadi sulur-sulur persaudaraan
gema suara
ghaib, pemacu kerja keseharian
dan hidup
santun dalam kesederhanaan
2017
Paz Memanjat Pohon Dina
Alejandra
berselfie dengan camera matahari
di puncak temperatur pohon Diana
ia hilir-mudik
antara relung jiwanya sendiri
ke ulu hati habitat manusia
Paz
membingkainya dengan kayu abadi
yang ditebang dari hutan kemungkinan
bingkai penuh
nyala merah kebiru-biruan
betapa sempurna cahaya dari
penyatuan
dari fajar ke
fajar segala nafas berdesah
gairah insan, pohon, dan binatang
dikultuskan di bukit terbentang
puisi
Alejandra
bermetamorfosa, Paz menggiringnya
pohon Diana
tegak berdahan nama-nama Agung
pembening
ritus kemakmuran daerah terlarang
2017
Puing Zaman
gibran sang nabi dari libanon berkata padaku;
bersikaplah ramah dalam kehidupan mesra
aku tersudut ke goa kegelapan, tempat singgah
segala ketakutan, trauma, dan ambisi
menggali dunia
aku terlampau jauh meninggalkan keramahan diri
pada dunia yang menghimpitku
dan kehidupan yang tercecer
dari puing-puing zaman
2017
Selendang Sulaiman, Lahir
di kampung kecil Pajhagungan, Sumenep, Madura 18 Oktober 1989. Alumnus
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Menulis puisi, cerpen, dan essai. Karya-karyanya tersiar di berbagai media massa baik
cetak maupun online, seperti Media
Indonesia, Kedaulatan
Rakyat, Seputar Indonesia, Indopos, Lampung Post, Minggu Pagi, Riau Pos, Metro Riau, Merapi, Padang
Ekspres, Radar Surabaya, Medan Bisnis, Waspada Medan, Haluan, Harian Cakrawala
Makassar, Solo Pos, Joglosemar, Suara
karya, Harian Jogja, Suara NTB,
Lombok Post, Harian Rakyat Sumbar, Harian Rakat Sultra, Radar Madura, Jurnal
Sajak, Jurnal Bogor, Jurnal Sastra Santarang, Jurnal Maddana, Majalah
Sagang, Majalah Sarbi, Majalah Aklamasi, Majalah Frasa, NU online, dll.
Selain
tersebar di media massa, puisi-puisinya juga termaktub dalam banyak antologi
bersama, yaitu: Yang Tampil Beda Setelah Chairil (Yayasan Haripuisi Indonesia,
2016) Ketam Ladam Rumah Ingatan (LSS Reboeng bekerjasa dengan Kosa Kata Kita,
2016), Perayaan Cinta (Poetry Prairie Literature Journal, 2016), Pelabuhan
Merah (PT. Sagang Intermedia, 2015), Mekarnya Kehidupan (Poetry Prairie
Literature Journal, 2015), Lumbung Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibuku,
2015), Temu Sastra Kepulauan VI (2014), Lintang Panjer Wengi di Langit Jogja
(Pesan Trend Ilmu Giri, 2014), Ayat-ayat Selat Sekat (Antologi Puisi Riau Pos, 2014), Bersepeda
Ke Bulan (HariPuisi IndoPos, 2014), Bendera
Putih untuk Tuhan (Antologi Puisi Riau
Pos, 2014), Pertemuan Penyair Malaysia-Yogya (TeMBI Rumah Budaya, 2014), Antologi Puisi 153 Penyair
Indonesia Mutakhir: Dari Negeri Poci 5 “Negeri Langit” (Kosa
Kata Kita, 2014), Ziarah Batin (2014),
Di Pangkuan Jogja (Ernawaty Literary, 2013), Antologi Puisi 6 Negara - Puisi
Secangkir Kopi (Gayo Institut, 2013), Indonesia dalam Titik 13 (2013),
Flows into the Sink into the Gutter (Antologi
Puisi Dua Bahasa (Indonesia-Ingris), 2013), Satu Kata Istimewa (Ombak 2012), Igau Danau (Sanggar Imaji, 2012), Sajadah Bulan dan Orang-orang Tercinta: 101 Puisi
Cinta Untuk TKI, (AGP, 2012), Presiden
untuk Presidenku, (SANY, 2012), Jatuh
Cinta Pada Palestina, (Umahaju,
2012), Bulan Sembilan, (FLP
Kudus, 2012), Pahlawanku,
(Wangsa Indira Jaya, 2012), Dialog Tanian Lanjhang (Majelis Sastra Madura, 2012), Bima Membara (Halaman Moeka Publishing, 2012), 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (Great
Publisher 2011),
Mazhab Kutub (Pustaka Pujangga 2010), dan
Antologi Puisi Tunggalnya, berjudul Hymne Asmaraloka (Betread,
2014).
Sedangkan
cerpen-cerpennya juga termaktub dalam bunga rampai seperti Solilokui Kenangan (Hubsche Maedchen Writer
Group, 2014), Memory in Love (Sahabat Pena, 2012), Liontin Kehidupan (Pustaka
Jingga, 2012), Riwayat
Langgar (BEM-F Adab dan Ilmu Budaya,
2012), Bulan Purnama Majapahit Trowulan (DK Mojokerto, 2010), serta antologi Cerpen Tunggal, Lukisan Senja
(Betread, 2014).
Kini
bermukim di Jakarta. Menjadi Editor media online alternatif, nusantaranews.co.
Selama di Jogja, sempat buat Web-Blog APPMI (Arsip Puisi Penyair
Madura-Indonesia): www.arsippenyairmadura.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar