Lukisan karya BH. Riyanto. |
Tanah Kandung
-Tanodung -
tubuhku bentang ladang
berlereng panjang.
nafasku silir-semilir
angin selatan.
dagingku sungai leke
tulangku derai shomber tengnga.
di mana, dewi sri
membangun istana.
dan para petani
berkat bercocok tanam di sana.
rambutku
daun menjuntai
siang-malam.
kakiku lilit akar-
panjang sigap menahan
mengibas gersang
meragut lajur pandang.
demi masa yang penuh jebakan
tempat kemarau dan hujan berpelukan
mereguk luka-bahagia dalam ke hidupan.
Yogyakarta, 2016
Nisan
malam
merubahku menjadi nisan
nisan
yang tak pernah bosan melihat kau
nisan
yang merindu kau penuh diam, penuh tenang.
lihatlah
betapa sudah menjadi kekal cintaku pada kau
sampai
kau lupa pada namaku yang dulu sempat
kau
jadikan kalimat penolak petaka.
aku
nisan mengharap kau penuh tenang
mencintai
kau penuh damai, melihat tanpa sembunyi
tanpa
henti, menanam cinta mengabadi.
aku
nisan, mengutuk diri tanpa mengenal mati lagi
dalam
mencintai, yang bangkit dari sepi
cinta
maha diam, cinta maha siang, cinta maha malam.
Yogyakarta 2016
Opening Pertemuan di Jalan
Moncek
Kepada Istriku: Nur Ananiyah
aku berjumpa
kau
di jalan
yang lebih lurus dari masa lalu.
senyum kau
menidurkan
kenangan.
di mata kau
aku
menemukan puisi tenang.
di wajah
kau
puisi
menolak larik.
setelah
itu puisi berhenti
memanggil
Tuan.
karna
puisi meyakini
ia punya
cinta lebih kekal.
melebihi
cinta penulisnya
kepada
kau.
Cabean, 2016
Di Makam Kiai Khalil Bangkalan
aku mengaji perjalananku sendiri sebelum sampai
pada yang diam, sebelum menerima peluk kekal.
di
makammu suasana ramai, lebih ramai dari tempat
kelahiranku
yang menyusun tubuh baru.
tubuh
yang berlainan dengan tubuh yang kubawa
padamu
pada malam senin kelahiranku.
di
sesamping kemenyan sudah lama terbakar
di
kuburmu mawar dan melati mencoba menyatu.
kupanggil
sesuatu yang berhak kupanggil;
nama-nama
leluhur dan cinta yang mulai luntur.
kupejamkan
mata, kukosongkan dada
ternyata
dunia hanya tempat merayakan luka.
dan
tujuan pengembaraanku hanyalah mencari diam
sendirian
di bawah nisan tanpa bayang-bayang.
Bangkalan 2016
Sengat Ibrahim, pemangku
Adat Literasi & Taman Baca Masyarakat di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta
(LSKY). Lahir di Sumenep Madura, 22 Mei 1997. Menulis puisi dan cerita pendek. Sekarang tinggal di Yogyakarta.Puisi-puisinya terbit di beberapa media massa. Juga terangkum dalam beberapa kumpulan antologi bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar