Sumber: Musium Affandi |
Gili
Iyang I
Alun ombak
menghantam buritan
Beriak beriringan
Timbul tenggelamkan
karang
Ikan-ikan bersujud
di balik
biru gelombang
Udara mendesir
Dari selat yang
merangkum Poday
dan Tokondang
Gili Iyang
bersenandung mesra
Diantara gelak
peziarah
Atau murung pecinta
Di malam hari
Bulan mengambang
terang
Menabur senyum
diantara rumahrumah
yang terbaring
lusuh
Dan orang-orang
menyambutnya
penuh haru
Lalu ombak mendebur
hingga ke hati
Cahaya rembulan
menyiram
relung yang sunyi
Kami bernyanyi
Gili Gili Gili
bersinar dari dalam diri
Gili Iyang II
Aku menyapamu malam-malam
Saat orang-orang
terlelap
dalam kantuknya
Engkau menatapku
girang
Melompat dari
jendela ke jendela
Sebentar saja kita
berpeluk mesra
Kulihat wajahmu
lusuh dan berdebu
Ada banyak cerita
yang engkau tunggu
Dariku
Ya, cerita tentang
si mata keranjang
Yang sudah sering
kau dengar
Di televisi, radio,
gosip dan mulutku
sendiri
Tak lama lagi
mereka akan
memperebutkanmu
Seperti seorang
putri yang
disaembarakan
Seperti roti yang
dihidangkan
Seperti air sungai
yang bebas
mengalir
Dan engkau membatu
Menyimpan senyummu
lebih
dalam lagi
Sambil memintaku
segera
membawa pergi
Aku menyapamu
malam-malam
Saat orang-orang
mendengkur
lebih keras
Hingga tak
mendengar ratap tangismu
Di sini
Sedang aku tak tahu
Kemana akan
membawamu?
Pulau Masa Depan
Pulau masa depan
Engkau terdiam
sendiri dalam sunyi
Berteman ombak dan
batu karang
Dan sesekali
reranting jatuh menumbuk
tubuhku
Di sini, hanya ada
geriap gemintang
Dan cahaya bulan
mengambang
Engkau menakar luka
yang
mulai tumbuh
Dari sela-sela
tubuh yang
mengeluarkan bau
asap
Yang ditanam nun
dari negeri jauh
Ikan-ikan berlarian
Udara dengan
oksigen berlesatan
Mereka yang datang
jauh dari kota
Dengan mata membara
dan nafas
tersengal
Memburunya demi
alasan kesehatan
Dan luka itu
semakin menganga
di tubuhmu
Sementara, diantara
detak
waktu yang melaju
Engkau semakin
sendiri
Mereka menyapa
meski tak
bermaksud
mengenalmu
Mereka mendandani
hanya
untuk menjualmu
Mereka membawa
namamu
ke segala penjuru
Sebagai budak hawa
nafsu
Di sini, masih ada
sisa geriap gemintang
dan cahaya bulan
Mengambang
Meski kutahu luka
itu terlalu
cepat menganga
Dan tak seorang pun
bermaksud
menyembuhkannya
Gli... Gili...
Pulau masa depan
Yang sebentar lagi
akan terjungkal
Dan hilang dalam
arus samudera
tak bertuan
Pulau Oksigen
Tuhan memberikan
padamu
secangkir oksigen
Bukan untuk dijual
pun dibiarkan
dicuri orang
Buatlah kedai-kedai
Dan ransumkan
dengan aneka
menu makanan
Nikmati bersama
Lalu bersyukur
dengan cara
yang indah
Mari bercengkerama
Sambil menanti
fajar dari selat
Tokondang dan Poday
Di sana kau akan
melihat Tuhan
begitu indah
Diantara warna
merah dan jingga
Dan secangkir
oksigen yang
diberikan padamu
Kembali bertambah
Di Pos Ronda
Di pos ronda kita
bercengkerama
Sambil menikmati
rujak dan kopi
Dengan
bumbu:proyek-proyek kota
Kita menikmatinya
dengan lahap
Sambil sesekali
tertawa aroma
kecewa
Kukatakan padamu
Aku mencintaimu
sunggu
Kau terdiam dan
mendekat padaku
Sambil berbisik lirih
Aku tak tahu apa
yang harus
kukatakan, terlalu
banyak orang
mengatan begitu
Di pos ronda
Sambil menuntaskan
rujak
dan kopi sejarahmu
Kuperhatikan
sungguh
Tubuhmu mengisut
dan lumpuh
Ah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar