Sumber: Abstract Paintings for Sale |
Lorong Sajak
Akhirnya
sajak tetaplah jalan yang panjang
Penuh
kerikil dan batu-batu nisan
Kaki-kaki
yang telanjang dan memar
Belum
sampai di ujung jalan
Bidadari
dan malaikat datang memandikan
Setiap
tubuh yang berlumpur kata-kata
Membasuh
setiap hati yang bernanah
Maka
di pertengahan jalan
belaian
perempuan selalu semu
seperti
kelebat fatamorgana kemarau
tapi
sajak tetap jalan panjang
Telah Kutinggalkan Puisi
Telah
kutinggalkan puisi
mencari
tuannya di antara orang-orang yang terbungkam
Sebab
pandang suram di depan
Ia
mencari jalannya sebagai hamba atau tuan
Pada
hati dan lubuk jantungnya tak ada lagi kematian
Tiada
henti ia berjalan
bagai
tuhan mengulurkan tangannya
mengusap
kening pendosa
Hanya
pada pujanngga
Puisi
yang hamba, puisi yang tuan
Bersemayam
purba
Jalan Diri
Aku
berjalan di bawah rimbun pikiran
Melewati
lorong-lorong lampau
Dari
tulang belulang tersusun sejarah muram
Tak
ada jejak di sini
Hanya
suaraku memantul pada gema
menyusuri
pikiran dengan kaki bercak
Ke
bawah perdu pohon, aku tumpahkan resah
Entah,
sampai kapan aku harus di sini.
Meniti
lorong-lorong diri,
Membuat
hidup dan kematianku sendiri
Inilah
jalanku, menujumu
Angin yang Datang
Jika
angin datang pada malam
Ia
telah telanjang
Meninggalkan
senggama para biduan
Oh,
angin dari segala angin
Hadirkan
yang terucap kala malam sempurna petang
“jadikan
sepasang kekasih sebagai dewa
Hingga
malam tak pernah lagi badai”
Angin
datang
Menghembuskan
suara perempuan
Aku
di sini tualang
Suara Malam
Suara
siapakah yang memanggilku dari balik malam
begitu
lembut di telingaku terdengar
demi
dada yang dalam aku mencari pada angin yang bergetar
hanya
parau yang kutahu
Langkah
siapakah yang mendekat
padahal
jalan ke rumahku sangat terjal
terlalu
curam untuk dilewati tuhan
tapi,
ia seakan jantung yang terus berdetak
Bunga
apakah ini, harumnya bertangkai di lambungku
berlabuh
ke hatiku, seperti harum perempuan bermandi tujuh kembang
aku
pasrah pada yang datang
aku
hanya takut hening malam membuatku di angan
Syair Rindu
Ketika
semi mengecup musimku
di
pusara para pujangga kulihat guguran bunga
menanyakan
rindu yang kian berlari ke palung waktu
Dari
lapis ke tujuh di langit biru
bintik
salju turun sebagai syair ilahi
Kaulah
di sana, kasihku
Menabur
bunga dan salju dari lengkung alismu
Musimku
sudah lampau
Dingin
kurengkuh dengan secawan anggur,
sebab
rindu masihlah sirri
mengalir
ke dalam waktu
kupeluk
dina usiaku kian temaram
pada
gemerlap malam kuhaturkan putih salju
dari
tanganku yang lebam
rindu
kian layu. Di musimku abad lalu.
Jalan Sebelum Tikungan
Di
jalan terjal sebelum tikungan pulang
Kerontang
tubuhku terlentang
linang
kenang di mataku merayap ke ubun-ubun
aku
melihat lampau jalanku niscaya
betapa
sesal di tuai ke lembah hidup di mataku
kendati
aku telah lahir tanpa mengenal benalu
tetaplah
daku tempat meninggalkan silam
Seperti
burung beterbangan ke langit khayal
tubuhku
tertinggal, aku melayang dari negeri banal
sambil
berceracau mencari getar cahaya
cinta
tertanggal kepada yang tunggal
setelah
kelam jalanku lampau
Hutan Rasa
telah
aku tiadakan dukanaku dalam darah
meresap
ke perdu kalbu
biarkan
ia berdenting seperti malam jatuh menutup segala cahaya
sunyi
pecah oleh bunyi yang disimpannya sendiri
maria,
kemarilah! jejak sungai kelam di hutan rasaku padamu
gemericik
air meyembur dari palung samudera
menyimpan
seribu beloan dari percik kata-kata
karena
engkau menyiram bunga seroja di nirwana, maria
pikirku
tak selesai menerawang tubuhmu
kugantikan
bayangmu yang lunglai
maka,
aku pun lupa mengantarmu ke seberang
Hujan Mengecup Bumiku Malam Ini
Dengan
bibir yang basah
Hujan
mengecup bumiku malam ini
Harumnya
menyeruak dari muka jendela
Pada
dadaku tanah dan darah menyatu
Naluri
menyanyikan larik-larik hujan
Yang
turun seperti doa manusia
Malam
berjubah hitam
Lalu,
sepi merasuk ke lubuk kalbu.
Hujan
datang membawa rindu ke rahim bumi
Begitulah caraku mengukir tubuhmu.Den Rasyidi: lahir di Sumenep Madura, penggerak kajian filsafat di Lingkaran Metalogi dan aktif di Masyarakat Bawah Pohon. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Beberapa karyanya di Suara Merdeka, Lampung Pos, Junas, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar