Sarang Burung Manyar
sampailah
aku di sarangmu, yang telah lama kau
tinggalkan:
arsitektur dingin, buku-buku meratapi
dirinya
sendiri, foto-foto masa lalu, juga lukisan
menggantung
sendu, bangku-bangku memanah
televisi,
lemari bambu menjadi penghuni bagi ruang
semu,
ranjang-ranjang menggigil, kasur dan bantal
selembut
hati para penghuni.
di
kolammu, ikan-ikan mengitari teratai seolah
membisikkan
ketiandaanmu kini. setiap kali sajakku
singgah
di rumahmu bersama getirnya hujan,
yang
menyertai curahan nasib, mengantarkan diriku
ke
ruang sunyi semestamu; diam-diam kucuri bintang
di
bibir dedaunan namun tak juga berguguran
seperti
tangis kanak-kanak yang mengetuk pintu
sejarah
muasal persetubuhanku dengan buku-buku
yang
tak juga melahirkan benih-benih peristiwa baru.
bagi
bayang-banyang memba yang di ladang gersang
ingatan.
tempat bermula kesetian tertanam bersama
terik matahari melebur lelah perjumpaan.
Talpaktana
pada
daun-daunmu yang mendekap tanah
merunduk
rendah, menaungi akar serabutmu
meresap
tetes hujan yang jatuh membasuh debu
dan
batu-batu dungu.
ketika
kepak angsa mencatat langkah kanak-kanak
berlarian
sepanjang pematang dengan tubuh telanjang
sambil
memagut hujan di tengah halaman
memeluk
dingin di pancuran
tawa
hanyut di selokan
sampai hati membekukan percakapan

Tidak ada komentar:
Posting Komentar