Perancang sampul: Alek Subairi |
Tujuh Ayat Dhellika
di
sini segala denyut bermula; yang hidup akan melafal
tujuh
ayat, tujuh jalan sunyi
menuju
kematian, maka bacalah…!
(dhellika-mayyit-osongan
Dhellika-mayyit-osongan-dhellika)
dhellika
1: dhellika
kuduk: tentang riwayat
gerak hidup dalam detak
kuduk, semayam nadi
dari
lelap malam menyajikan gentayangan ruh. harapan
kembali
menjadi diri sendiri pada tawa hari bermain dahaga.
dhellika, adalah kekuatan
bangkit dari tidurnya; kenali
seluruh alam melepas identitas diri, tubuh
dibiarkan diam—
karena
malam bukan miliknya, hentikan malapetaka dari
malam,
sampai terbuang-buang.
dhellika
2: mayyit
bahu: tentang riwayat
pembaringan
malam
pertanda kematian. tak ada yang tahu ketika
kehendak
malam membedaki seluruh tubuh menjadi
sayatansayatan
luka, seperti orang menunggu perapian
hidup
dari ranjang mengusungnya ke halaman.
malam
adalah bunga kematian; bungabungan yang dipasang
di
atas gundukan tanah perapian itu—sampai orang-orang
berpulang
dari bunyi bising tangis airmata.
dhellika
3: osongan
punggung: tentang
riwayat istirah panjang
setelah
malam tak kembali, ruh dicincang sampai tak
mengenal
jasadnya. tak ada cerita itu juga, pergi. pergilah.
pergi
ke tempat persemayaman yang abadi; tempat istirah
membuang
airmata. sebab, orangorang akan meninggalkan
demi
mencari malam yang hilang darinya.
dhellika
4: dhellika
pantat: sebuah tanda
benteng
bunga malam, menjaganya sampai fajar. bukan
istirah
panjang yang dilepas, tapi sekedar menenangkan
seluruh
aktifitas memeras keringat dari halaman-halaman
jalan
tak tuntas. mungkin bukan wasiat, tapi riwayat
memanjangkan
halaman hidup tak selesai didaki.
dhellika
5: mayyit
paha: sebuah tanda
ketentuan
manusia. tuhan berjanji di sini. jangan berhenti
jika
ingin besok berdiri di depan matahari. mayyit
adalah
wasiat
malam tentang hari yang hilang, tentang waktu
berhenti,
dan tentang arti diri sendiri.
dhellika
6:
osongan
kaki: sebuah tanda
langkah
akhir dari perjalanan malam. riwayat dari wasiat
akan
ditentukan di sini tentang mimpi yang tak sempat
dikabarkan
pada orangorang. sedang familinya hanya
mengikuti
diam dalam tradisi
berhenti
di sini adalah membenamkan diri dalam tanah;
seperti
rumah mimpi yang tak sempat diceritakan itu.
kembali
kepada ingatan sebelum hilang kesadaran, sampai
ditemukan
benteng kedamaian disetubuhi matahari.
dhellika
7: dhellika
jejak: sebuah tanda
kesempurnaan
ranjang membentengi malam; agar dirinya
terjaga
dari bencana menghanguskan segala, bahwa malam
hanya
sebatas bunga mimpi.
besok
masih tetap berdiri. kekuatan utuh pada tubuh. ruh
tak
hilang bersemayam. terang memangsa rumusrumus
malam.
Sampang,
2010
Tanah Merah
tubuh
cintaku rubuh di atas tanah merah
terinjak-diinjak
pengabdi; penebar janji
tidak,
kau telah mati. tanah merah yang kau anggap suci
menjadi
tabir kerinduan atas kebohonganmu pada negeri.
maka,
jangan sekalikali kau kembali.
Jakarta,
2010
Setelah Perjumpaan
setelah
perjumpaan itu, aku ingin esok mengimpikan
sesuatu
pada langit yang tampak biru. jika aku terbangun—
aku
akan segera berlari kea rah barat, mengejar matahari
agar
tidak segera dimalamkan.
aku
akan setia menunggu malam, meski diri ini terbakar
matahari,
lalu kau di sudut ruangan dan sambil lalu
mematahkan
dasar ingatan dan rinduku yang telah terbayang
hingga
membiarkanku tak lagi bernyanyi.
Pasuruan,
2006-2010
Yan Zavin Aundjand,
lahir di Sampang pada 10 April 1985. Jenjang Pendidikannya, SDN Banjar Talelah
III Camplong Sampang, MTs dan MA di PP. An-Najah I Karduluk Sumenep, dan
melanjutkan pendidikan tingginya di Jurusan Perbandingan Agama Fakultas
Ushuluddin IAIN Sumatera Utara, Medan. Beberapa karyanya berupa puisi, esai,
cerpen, opini, & artikel dimuat di beberapa media lokal mau pun nasional,
seperti Jawa Pos, Suara Merdeka, Kompas, Kedaulatan Rakyat, Harian Jogja, Human
News, Majalah Tilawah, Matapena, Majalah Geger, Majalah Alfikr, Jurnal
Religiosa, Jurnal Ulumul Quran, Jurnal Hasiyah, dll. Serta beberapa bunga
rampai, di antaranya; Diorama (Yogyakarta: Bawah Pohon, 2009), Dzikir Pengantin
Taman Sare (Yogyakarta: Bawah Pohon, 2010), Tikar Pandan di Stinggil (Sampang:
Kosasti, 2011), Tuah Tara No Ate (Ternate: Temu Sastrawan Indonesia IV, 2011),
Taneyan Lanjang (Sampang: Sastra Madura Community, 2012), dan beberapa antologi
komunal. Karya-karya lain yang pernah terbit, BANGKAI dan Cerita-cerita Kepulangan
(Yogyakarta: UIN FU, 2009) bersama Badrul Munir Chair, antologi cerpen populer
Pekabar dari Negeri Diyalarium (Yogyakarta: PondokMas, 2009), novel Tarian di
Ranjang Kyai (Kediri: Azhar Risalah, 2011), Jejak Tuhan (Yogyakarta: Diamond,
2012), antologi puisi Labuk Dhellika (Jakarta: RofaMedia, 2012), Pinangan Buat
Najwa (Yogyakarta: Pintu Kata, 2012), Garuda Matahari: Memoar dan Kesaksian Dr.
H.R. Muhammad Hasan Rahaya (Depok: Rumah Belajar Indonesia, 2015), dll. Saat
ini tengah menunggu novelnya yang akan segera terbit, di antaranya: Proposal
Cinta, Biarlah Cinta Mabukkan Rindu, dan Kupu-kupu di Jalan Simpang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar