Mencintai
Bapak 1
(Perkenalan
dengan tanah)
Aku;
tercipta dari lebur tanah garam
tempat
bapak mengurai bara api, menempa besi
sekian
hari aku tumbuh menjadi hatimu
sambil
menikmati lantunan palu
yang
kau mampatkan berkali-kali di ujung pagi
dari
tanganmu aku banyak membaca kisah-kisah
tentang
orang-orang yang selalu datang
dan
kau katakan “Mereka bernasib
sama sepertiku”
mereka
datang sekadar bernyanyi dan menuntaskan
pagi.
Bercerita tentang sejarah celurit yang kau
ciptakan.
Juga sejarah mereka semua
di
masa lalu
kini
tak terdengar suara-suara perih dan indah itu
siapakah
nanti yang akhirnya mengenangmu
sedang,
orang-orang yang mulai akrab,
satu-persatu
memburu waktu. Pergi ke arah langit
sisanya
berwajah sangat asing
selalu
mengatakan; kau tengah bermimpi
dan
aku mulai mengerti tanah ini.
Bangkalan,
2016
(Dengan Penjual
Arang)
Kau,
salah satu warna tanahku
datang
dari arah matahari lahir
menempuh
arus perjalanan jauh
sambil
mengurai waktu yang kian lelah
selamat
datang lelaki tua
sandarkan
tubuhmu sejenak
sulut
sebatang rokok
sekadar
sembunyikan nafasmu yang berhamburan
biar
aku semakin kenal bentuk wajahmu
yang
sama seperti wajahku sendiri
bapakku
paling setia menunggu kau tiba
di
kampung jelaga ini,
berbagi
rahasia yang tak orang lain punya
tentang
cara memilih arang
“Ini warisan dariku, hanya untukmu saja. Simpan
di hati anakmu.”
Sebab
itu bapak mengajakku menemuinya
bersama
memotret beban di matanya, sepadat batu
pukuli
punuk berkali-kali, ribuan kali
lelah
memanggul riwayat pohon-pohon
terus
menerus lebur dalam perut bumi kita
menjadi
abu
menjadi
wajahnya.
Bangkalan,
2016
(Dengan Pencari
Kepiting)
Pak,
aku akan punya anak
nanti
kuceritakan kepadanya
tentang
negeri yang kau ciptakan
lewat
lentingan suara besi yang kau tempa
sambil
mengunyah pagi di masa laluku
yang
terdengar perih kini
aku
ingat, saat kau berikan hadiah seikat kepiting
dari
seorang kakek yang berwajah surut
saban
hari selasa berkunjung ke tempat kau bekerja
membawa
celurit dan cangkul tumpul
berisi
harapan; tajam kembali setia adanya
kau
mengabulkan inginnya
kakek
itu memberi upah seikat kepiting
untuk
munyulut senyumku
selasa
mulai kucinta, tapi
sewindu
sudah kakek tak kunjung tiba
tak
ada hadiah lagi yang aku tunggu
di
hari berikutnya
aku
terus mengucilkan senyum
tapi
bapak pintar mengurai sedih
kau
ciptakan celurit mainan untukku
yang
mampu melukai kulit pohon pisang
memotong
tali pancingan
mengiris
kuku menjelang sore
membantu
emak mengorek malam di lantai usai
membatik,
dan
kepiting
itu terus mengalir di tubuhku.
Bangkalan,
2016
(Belajar Membuat
Celurit)
-
apakah umurku sudah cukup untuk ciptakan lengkung
bulan?
-
sudah aku tanam dalam detak jantungmu, jika nanti kau
mampu
mengubah wujud bulan di langit sana, aku akan
bercerita
tentang perjalanan mimpi-mimpi bapak, dari
sekian
hari menunggumu tumbuh lebih tinggi dari pohon
murbei yang kita tanam di dekat pagar rumah. Sekarang
rebahlah
di samping tubuhku, lihat kembali arah langit
itu,
ke mana dia akan mengusir lilitan pekat awan. Bulan
itu
tidak tajam. Namun menyakitkan jika hilang dari
tatapan
kita.
-
apakah orang-orang yang ada di dekat kita juga
merasakan
hal sama?
-
tidak, mereka ingin anaknya pergi berlayar
mengenal
tanah yang lain, dan juga wajah-wajah asing.
-
aku harus menatap bulan itu?
-
bapak pernah bermimpi, bulan itu menguning
mengubah
wujudnya menjadi darah dan amarah
tumbuh
duri-duri
-
untuk apa bapak melukis lengkung bulan di dadaku?
-
kenal dan peluklah. Dia tak melukaimu.
Bangkalan,
2016
Anwar Sadat Lahir di
Bangkalan, 18 juli 1982. Alamat, Jl. KH. Achmad Marzuki no. 32 Pangeranan,
Bangkalan, Madura. Saat ini masih aktif dalam menulis naskah drama, cerpen,
artikel seni dan budaya lokal Madura,
dan aktif berkesenian di Bangkalan. Pernah bekerja sebagai pengisi karikatur di
koran lokal Kabar Madura selama satu tahun. Karya puisinya pernah dimuat dalam
Antologi puisi Sastrawan Muda Mutakhir Jawa Timur Pasar Yang Terjadi Pada
Malam Hari 2008. Antologi
bersama Nobel Buat Adinda 2007.
Antologi puisi “Malsasa” Surabaya 2007.
Antologi puisi dua kota 2009. Antologi puisi Hujan Sayang. Antologi puisi Madura “Kampong Careta”. Antologi puisi tunggal Aku dan Tuhan 2014. Antologi cerpen Anak Kertas 2015. Pernah menggelar Pameran duet Seni rupa dan
instalasi bersama Yudi teman baikku Detak
Pertama 2007. Menjabat sebagai Ketua umum di Komunitas Masyarakat Lumpur
tahun 2007. Pembina teater Asmaradaya di SMP Arosbaya. karya yang lain
diantaranya Film Puisi Manusia tahun 2007, Film Edukasi Derita Pak
Tani tahun 2007. Film Edukasi Menari di Atas Pela-ngi 2008. Dan film
yang dapat penghargaan nominasi 10 terbaik Duniaku
dalam Lipatan Buku Pesta Buku Bandung 2014. Aktivitas
lainnya adalah mengajar seni budaya di SMP, SMA, dan mengajar lukis di TK. Email;
s.anwarsadat@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar