Judul Lukisan: Abstract Energy. Sumber: Cianelli Studios Art Blog |
: Kepada petani tembakau di Madura
kenapa
tak kaugoreskan saja kemarau
dalam lukisanmu, anakku?
agar tembakau yang kita tanam
sempurna memaknai hijau
sejenak ingin kukemas hujan dari lukisanmu
sebab tak kuasa kurahasiakan derai airmata
kalau senyum yang tertampung di ujung setiap daun
harus sirna dirampas deras tetesannya
anakku, kapan engkau akan paham?
bahwa selaksa mimpi yang kita rangkai
tersimpan pada lembaran daunnya yang menjuntai
dalam lukisanmu, anakku?
agar tembakau yang kita tanam
sempurna memaknai hijau
sejenak ingin kukemas hujan dari lukisanmu
sebab tak kuasa kurahasiakan derai airmata
kalau senyum yang tertampung di ujung setiap daun
harus sirna dirampas deras tetesannya
anakku, kapan engkau akan paham?
bahwa selaksa mimpi yang kita rangkai
tersimpan pada lembaran daunnya yang menjuntai
Pare,
2011
Sidang Cinta Seorang Pujangga
(lantaran
jemari tak bisa meraih segala mimpi maka kurangkum puisi ini…)
kenapa harus mantramu yang menyalakan kemarau, sayang?
kalau di kalbuku musim hujan sebentar lagi bertandang
burung-burung akan melepas kicaunya yang parau
kenapa harus rinduku yang mulai gersang, sayang?
kalau wajahmu diam-diam datang menerkam
jenuh penantianku yang kian terkapar
kenapa harus cintaku yang mulai menggelepar, sayang?
kalau perjalanan tak juga sampai pada pertemuan
sebab waktu terlalu pandai membuat gusar
kenapa harus usiaku yang dipastikan hengkang, sayang?
sementara masih kuasah hasrat kesyahduan
kenapa harus mantramu yang menyalakan kemarau, sayang?
kalau di kalbuku musim hujan sebentar lagi bertandang
burung-burung akan melepas kicaunya yang parau
kenapa harus rinduku yang mulai gersang, sayang?
kalau wajahmu diam-diam datang menerkam
jenuh penantianku yang kian terkapar
kenapa harus cintaku yang mulai menggelepar, sayang?
kalau perjalanan tak juga sampai pada pertemuan
sebab waktu terlalu pandai membuat gusar
kenapa harus usiaku yang dipastikan hengkang, sayang?
sementara masih kuasah hasrat kesyahduan
Pare,
2011
Senandung Suara Adzan
kekasihku, di mana harus kukibarkan
rindu
kalau tidak di altar jiwamu?
sebab aku selalu setia menjadi
embun di ujung daun
untukmu, ingin kuhidangkan suara
adzan yang ranum
meski matahari tak lagi mengabarkan
arah timur
pada cahaya yang singgah dalam
doamu, kekasihku
telah kuurai mimpi menjadi seribu
puisi
tapi kata-kata tak kuasa merangkul
makna
hanya derita yang sempurna
meluhurkan cinta
untukmu kekasihku,
ingin kurangkai selaksa kemilau
saat subuh tak lagi mengumandangkan
suara adzan
Pare, 2011
Untukmu, Kekasihku…
:Nur Unaizah
tidurlah, sayang…
airmatamu telah sempurna
memunajatkan luka
sebentar lagi hujan akan memandikan
rembulan
dan gemintang membasuh kilaunya di
sungai-sungai
biar kurengkuh keluhmu yang gaduh
meski di dadaku derita masih keruh
tapi seuntai doa masih mentasbihkan
cahaya
tidurlah, sayang…
dalam pelukanku yang menghangatkan
tangismu
kelak, sebelum matahari
mengkristalkan aroma pagi
telah kusiapkan dipan ranjang dalam
surga abadi
Jogja, 2011
Cahaya Yang Mengajariku Makna
bagiku, engkaulah cahaya yang
mengajariku makna
bahwa bayang-bayang adalah fana
tiadakah aku menjelma dalam denyut
nadimu, kekasih?
padahal dzikir begitu dingin lantaran
angin menyihir
seluruh rinduku yang tak henti
mengalir
aku tampung gelap dalam hidupku
yang pekat
segala gelisah dan sendu yang
pengap
agar kemilau yang kausulut di awal
petang
memberangusku dari lumpur kepalsuan
Pare, 2011
Ahmad
Subki, siswa di SMA Negeri 72 Jakarta.
Alumnus SMP Negeri 99 Jakarta. Pelajar kelahiran Bangkalan, Madura, ini pernah
belajar di Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Sumenep, Madura.
Puisi-puisinya pernah dimuat di Kakilangit/ Horison.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar