Sumber:contemporary abstract painting |
Hikayat Penjaga Hutan Rongkorong
suatu waktu
ketika bulu landak menghias hutan
masuklah kau dengan puisimu yang paling tajam
berdiamlah sebagai batu yang teguh di segala suhu
dengan begitu kau akan bertemu denganku
tanpa sepengetahuan daun-daun yang jatuh
sebab aku telah mendahului sejarah
di hutan ini menjadi dewa penuh rajah
bermukim di rerimbun daun dalupang beraut basah
orang-orang mengingatku lewat bulan gerhana
siapa yang sigap menyentuh malam dengan setabur bunga
maka akan luput dari kutukku yang murka
Gapura, 2013
Vita
kau berdiri di muka pintu
menggenapi keganjilan jam dinding
yang berdetak sendirian
pandanganmu menjelma gelembung sabun
menelusup ke celah dadaku
dan meletus di atas selumut rindu
kukenal wanginya
seperti membentangkan taman purba berpagar bunga
tempat kita berdua
dahulu kala
menunggu senja
seraya kau tiupkan
gelembung-gelembung sabun ke wajahku
mengenalkan seperti apa wanginya rindu
Gapura, 2013
Rubayyat Malam Seorang Penyair
menambang nafiri di riap angin mati
anak kelelawar mengulang cericitnya pada sisa dini hari
begitulah awal kelahiran sebuah puisi
meminta nama pada kesendirian bumi
seorang penyair bertemu bulan di belahan sunyi kamarnya
puisi-puisi yang ia tulis menampung beban luka jendela
menunggu subuh tiba dengan tanda yang berbeda
agar rahasia tak melahirkan praduga
terdengar juga detak jam berselisih dengan suara serangga
sebagai teman setia penyair bergumam dari latar malam yang basah
upaya mengembalikan puisi pada nama-nama
agar besok setiap orang mudah menyebutnya
Gapura, 2013
Rindu Terakhir
aku mengenalmu dalam rindu terakhir
yang membuat ilalang cepat berbunga
dan hujan kembali ke lubang telinga
sebagai desis kesenyapan paling sempurna
tak ada rindu lagi setelah itu
selain keabadian mendiami dadamu
berupaya memahami bunga-bunga ilalang
sambil memahami nikmat hujan kesenyapan
sebab dengan begitu
aku akan lebih mengenalmu lagi
dengan rindu yang paling terakhir kali
Dik-kodik, 2013
Siul Cinta Besi
aku lebih ingat pada wajahmu
daripada ingat pada namamu
sebab cinta berawal dari sesuatu yang tak bernama
dan berakhir tanpa nama
dan di sela percintaan kita
ada shakespeare yang terus mengabaikan nama
dan mengingat wajah kekasihnya
Bungduwak, 2013
Lelaki Sunyi
aku paham bagaimana kau lebih sendiri daripada bulan
melawan sepi malam hari
sebagaimana kunang-kunang mencari batas kelam
di rambutmu yang legam
matamu nanar,
kembali pada pintu-pintu masa lalu
yang engselnya telah berdebu
dan warnanya pudar oleh tetes air mata pilu
malam yang semakin tua ini
menyisihkan dinginnya dalam kesendirianmu
membuat kau ingat cara terbaik mencipta pelukan
seperti dulu kala
sebelum segala pelukan berakhir dengan daras-daras keheningan
malam ini kau pun kulihat memeluk apa yang menjelma raga dalam tubuhmu
seperti di dunia nyata
kau mengecup dan menciumnya berkali-kali
sebagaimana kepak burung yang enggan untuk kembali
walau pada akhirnya kau mengerti
betapa sakitnya cinta yang sekadar mendekam dalam diri sendiri
Gapura, 2013
A. Warits Rovi
Lahir di Sumenep Madura 20 Juli 1988, karya-karyanya dimuat di berbagai media Nasional dan lokal antara lain: Horison, Seputar Indonesia, Radar Madura, Jejak dan beberapa media on line. Kumpulan puisinya dapat dinikmati di antologi komunal seperti Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010), Bulan Yang Dicemburui Engkau (Bandung, 2011). Epitaf Arau (Padang, 2012), Dialog Taneyan Lanjang (2012), dan Terpenjara Di Negeri Sendiri (2013). Puisinya yang berjudul “Perempuan Pemetik Tembakau” masuk 5 besar lomba menulis puisi “Perempuan” Yayasan Lampu. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit Pengantin Hujan (Adab Press, 2013). Kini aktif di Komunitas SEMENJAK dan membina penulisan sastra di Sanggar 7 Kejora, mengajar seni rupa di Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda) dan guru Bahasa Indonesia di MTs Al-Huda II Gapura.
suatu waktu
ketika bulu landak menghias hutan
masuklah kau dengan puisimu yang paling tajam
berdiamlah sebagai batu yang teguh di segala suhu
dengan begitu kau akan bertemu denganku
tanpa sepengetahuan daun-daun yang jatuh
sebab aku telah mendahului sejarah
di hutan ini menjadi dewa penuh rajah
bermukim di rerimbun daun dalupang beraut basah
orang-orang mengingatku lewat bulan gerhana
siapa yang sigap menyentuh malam dengan setabur bunga
maka akan luput dari kutukku yang murka
Gapura, 2013
Vita
kau berdiri di muka pintu
menggenapi keganjilan jam dinding
yang berdetak sendirian
pandanganmu menjelma gelembung sabun
menelusup ke celah dadaku
dan meletus di atas selumut rindu
kukenal wanginya
seperti membentangkan taman purba berpagar bunga
tempat kita berdua
dahulu kala
menunggu senja
seraya kau tiupkan
gelembung-gelembung sabun ke wajahku
mengenalkan seperti apa wanginya rindu
Gapura, 2013
Rubayyat Malam Seorang Penyair
menambang nafiri di riap angin mati
anak kelelawar mengulang cericitnya pada sisa dini hari
begitulah awal kelahiran sebuah puisi
meminta nama pada kesendirian bumi
seorang penyair bertemu bulan di belahan sunyi kamarnya
puisi-puisi yang ia tulis menampung beban luka jendela
menunggu subuh tiba dengan tanda yang berbeda
agar rahasia tak melahirkan praduga
terdengar juga detak jam berselisih dengan suara serangga
sebagai teman setia penyair bergumam dari latar malam yang basah
upaya mengembalikan puisi pada nama-nama
agar besok setiap orang mudah menyebutnya
Gapura, 2013
Rindu Terakhir
aku mengenalmu dalam rindu terakhir
yang membuat ilalang cepat berbunga
dan hujan kembali ke lubang telinga
sebagai desis kesenyapan paling sempurna
tak ada rindu lagi setelah itu
selain keabadian mendiami dadamu
berupaya memahami bunga-bunga ilalang
sambil memahami nikmat hujan kesenyapan
sebab dengan begitu
aku akan lebih mengenalmu lagi
dengan rindu yang paling terakhir kali
Dik-kodik, 2013
Siul Cinta Besi
aku lebih ingat pada wajahmu
daripada ingat pada namamu
sebab cinta berawal dari sesuatu yang tak bernama
dan berakhir tanpa nama
dan di sela percintaan kita
ada shakespeare yang terus mengabaikan nama
dan mengingat wajah kekasihnya
Bungduwak, 2013
Lelaki Sunyi
aku paham bagaimana kau lebih sendiri daripada bulan
melawan sepi malam hari
sebagaimana kunang-kunang mencari batas kelam
di rambutmu yang legam
matamu nanar,
kembali pada pintu-pintu masa lalu
yang engselnya telah berdebu
dan warnanya pudar oleh tetes air mata pilu
malam yang semakin tua ini
menyisihkan dinginnya dalam kesendirianmu
membuat kau ingat cara terbaik mencipta pelukan
seperti dulu kala
sebelum segala pelukan berakhir dengan daras-daras keheningan
malam ini kau pun kulihat memeluk apa yang menjelma raga dalam tubuhmu
seperti di dunia nyata
kau mengecup dan menciumnya berkali-kali
sebagaimana kepak burung yang enggan untuk kembali
walau pada akhirnya kau mengerti
betapa sakitnya cinta yang sekadar mendekam dalam diri sendiri
Gapura, 2013
A. Warits Rovi
Lahir di Sumenep Madura 20 Juli 1988, karya-karyanya dimuat di berbagai media Nasional dan lokal antara lain: Horison, Seputar Indonesia, Radar Madura, Jejak dan beberapa media on line. Kumpulan puisinya dapat dinikmati di antologi komunal seperti Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010), Bulan Yang Dicemburui Engkau (Bandung, 2011). Epitaf Arau (Padang, 2012), Dialog Taneyan Lanjang (2012), dan Terpenjara Di Negeri Sendiri (2013). Puisinya yang berjudul “Perempuan Pemetik Tembakau” masuk 5 besar lomba menulis puisi “Perempuan” Yayasan Lampu. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit Pengantin Hujan (Adab Press, 2013). Kini aktif di Komunitas SEMENJAK dan membina penulisan sastra di Sanggar 7 Kejora, mengajar seni rupa di Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda) dan guru Bahasa Indonesia di MTs Al-Huda II Gapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar