-khusus Muhammad
Untuk membuka
mengawali langkah rindu
Berkali
kushalawatkan namamu
Sebagai tanda
sebuah pengantar doa-doa cinta
Malang, 2014
Maulid
12 Rabiul Awwal
engkau dilahirkan dari rahim cahaya
Untuk menjadi
cermin purnama di seluruh jagat dunia
Pada itu pula,
bumi menjadi saksi
Dan langit tak
henti menulis puisi
Kemudian ia
bersujud bersama matahari
Melepas seluruh
kabut kegelisahan yang tak pernah kunjung selesai
Dimana
pertikaian dan permusuhan pada mulanya menjadi kebiasaan
Di lembar-lembar
sejarah
Konon, engkau
dilahirkan di kota Mekkah
Dimana tanah
menjadi impian semua orang
Angin berkesiur
bersama udara
Melempar seluruh
sedih dan derita
Begitu pula
pohon-pohon kurma di Madinah
Bertumbuhan dari
pecahan nurmu
Semakin rindang
dedaun meranting rindu
Saat itulah
engkau lahir dan tumbuh membesar sebagai saudagar
Seperti
biji-biji kebaikan dan kehidupan yang tak pernah bosan
Kau
ajarkan pada orang lain
Kelak, dari
wajahmu kilau syafaat dipancarkan
Dari semua
umatmu ke umat yang lain
Karena dulu,
tangismu yang pertama menjadi sebuah pertanda
Sebagai
penyempurna akhlak mulia
Dan kini,
kelahiranmu hanya sebatas kenangan di hati angin
Semakin jauh
dari teras iman
Di masjid-masjid
shalawat yang dikumandangkan
Tidak lebih dari
sekedar lengking hujan
Orang-orang
tidak lagi menjadi manusia
Namun lebih dari
taring serigala
Sebab kehilangan
akhlak nan mulia
Yang
pernah kau ajarkan dahulu kala
O... Muhammad
penabur syafaat
Disini dunia
begitu gelap
Gelap ini begitu
menyekap
Aku
pun sekarat!
Begitu banyak
peta-peta yang menunjuk ke arah neraka
Sudikah engkau
meminjamkan aku kacamata?
Agar
mampu melihat surga dari kedalaman jiwa
Cermin
Kejujuran
1/
Tiba-tiba
Januari melukis angka 2014
Tak terasa
tubuhku masih bertunas bersama nafas
Kulihat
daun-daun telah berganti baju
Sedang langit
biru masih menyimpan kabut salju
O, Muhammadku
Adakah sisa
nurmu terselip di balik gelembung kalbu?
Menjadi peta
menuju ìnegeriî yang tak dihuni penguasa
Bernama
ìserigalaî.
2/
Namun, sebelum
hujan itu turun mengecup kening daun-daun
Mestinya kita
sudah pulang memasuki hatinya masing-masing
Sebab rumah
paling indah adalah kata-kata
Yang dibangun
dari cermin kejujuran
Bernama iman dan
cinta
;ya,
seperti yang diajarkan dia
Koruptor
dan Teroris
Semoga kelak
Tuhan memperlihatkan timbangan
Dosa koruptor
dan terduga teroris yang ditembak mati
Sebelum detak
jantungnya benar-benar ingin berhenti
Darahmu yang
mengalir barangkali menjadi saksi sunyi
Atas perjuangan
segar yang berakhir tak sampai ke hati nabi
Jangan sedih
atau berduka. Sebab Tuhan mesti selalu bersama
Ia sedang
memeluk kita, dan menyaksikan
Siapa yang
banyak berbuat kerusakan di muka dunia?
Kami disini
turut berduka, atas jaman-negeriku yang luka
Tetapi
tidak untuk mereka, yang suka mencuri uang Negara
Malam Pertama
Bagimu, langit
berputar tujuh kali
Bagiku, bumi
bergetar lebih lirih dari rintih
Kali ini, tak
ada jerit yang lebih bunyi
Dari puisi-puisi
yang beberapa kali aku tusukkan
Pada kelopakmu;
sunyi!
Hanya gelinjang
yang kesekian memahat badan-menjenjang
Mencipta Tuhan
dalam desah syaraf; Allah
Hingga dari
dalam tubuhmu berkilauan berkali melempar sepi
Memendar
cahaya-cahaya seperti anak matahari
Sedang dari
dalam tubuhku mendatangkan gelap
Menyeret segala
sukma dan jiwa pekat
;kita sama-sama
tenggelam dalam lubang rasa melangit
Tiba-tiba engkau
ingin seperti tangan dan mulut
Selalu ikhlas
memberi dan setia menerima
Aku juga tidak
ingin lupa menjadi kemaluan pada kemaluan
Yang tetap bisa
melihat meski tak memiliki sepasang mata
;Mana yang
menjadi musuh, mana yang menjadi saudaranya?
Sebagaimana
Rosul dan Aisyah mengajarkan sunah
Rosul
Kekasih...
Hanyalah sebab
cinta, tangis dan airmatamu
Membikin mampu
aku terbang bahagia
Selamanya...
Jawa Timur 1992. Antologi puisinya ‘Pelayaran Seorang
Pecinta’ (2009), ‘Kado Rindu Untuk Rei’ (2011),
‘Festival Bulan
Purnama’ (Trowulan Mojokerto 2010).
Merintis komunitas (Penyisir Sastra Iksabad (Persi).
Mahasiswa Jurusan Komunikasi Unitri, Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar