Lukisan Agus Budiawan, diambil dari Google. |
Antara Parebbaan dan Lengkong
Antara
Parebbaan dan Lengkong;
tumpah
air mata
meremajakan
pepohonan di bukit Taruna
tempat
tepat suaraku tersesat membawa namamu
mungkin
ia sudah sampai di masa depan
sedang
kita masih pada batas ini
Antara
Parebbaan dan Lengkong;
sebab
subuh yang janggal
aku
berjalan di belakangmu
yang
tidak pernah membiarkan tenang,
aku
takut engkau terjauh,
sebab
jalanan dan rerumput kecil
masih
basah sebab embun semalam
engkau
bahkan enggan untuk sekadar
menenangkan
nafas
seakan
engkau tidak pernah tahu
betapa
khawatir seringkali membuatku pucat
hati-hati
sayang, sebab duri sekecil apapun
tetap
akan aku perkarakan jika berani membuat
luka
di kakimu.
Antara
Parebbaan dan Lengkong;
aku
antarkan kamu pulang
aalau
hati akan tersesat saat kau tinggal
di
keningmu aku titipkan Tuhan
menyatu
dengan nafasku sebelum
engkau
pergi ditelan oleh
Bebukit
dan rerumputan
Hati-hati
sayang
sebab
pagi belum telanjang.
Kutub,
2014
Air mata
Tidak
ada yang lebih indah kecuali,
berbicara
dengan bulan,
Sewaktu
kecil
aku
sering melakukannya
namun
sekarang
aku
hanya menemukan aku
di
atas atap
dengan
seribu hal
yang
membuat aku dan bulan
seakan
tidak pernah saling bicara
ada
jarak antara kita
Satu
hal yang dapat
aku
jelaskan
bahwa,
bulan telah
menitipkan
sedih pada air mata
Apa
yang lebih indah kecuali,
berbicara
dengan bulan,,
Tapi
sekarang mungkin sudah bukan waktunya
sebab
ia terlalu rumit
untuk
membuat seorang anak kecil bingung
yang
gemar
menitipkan
luka pada air mata
Kutub,
2014
Shohebul Umam JR, adalah mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS)UIN-SUKA Yogyakarta, fungsionalis di Madura Walfare State Isntitute, bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta(LSKY).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar