Lukisan "Ibu Cinta". Sumber Google. |
MELEPAS IKATAN
malam
larut dalam kopi
tik
tok jam menikam nikam sepi
suara
kucing kawin di atas genteng
kelopak
bunga anggrek ungu
jatuh
di pagar bamboo
mala
mini aku akan melepas ikatan
dan
tabah menerima kehilangan
demi
kebenaran
yang
lebih mudah diterima dari segala bualan
mungkin
ada yang terluka.
tapi
apa boleh buat, hidup tak pernah baik-baik saja
dan
kebenaran, seberapa dalam ia ditimbun
pasti
akan bicara, meski lewat mimpi
sementara
segala kebohongan
akan
menikammu kala sendiri
bulan
meninggi
bayangannya
jatuh di cangkir kopi
sebentar
lagi, malam akan jadi dini hari
sebentar
lagi, dua punggung menjauh
saling
membanting pintu
usai
memungut kenangan
yang
tak utuh
dan
berdebu
LAMBAIAN TANGAN IBU
Dari
pinggiran kampung nelayan
antara
terminal dan jalan besar
ibu
melambaikan tangan
pada
bis yang membawaku pergi
terpisah
dari kampung halaman
tempat
ari-ariku ditanam
bis
terus melaju
melewati
ratusan tiang lampu
tak
hirau pada perpisahan itu
di
kursi belakang bis malam
antara
kantuk dan hari depan
airmata
jatuh diam-diam
selalu
ada yang pergi, selalu ada yang kembali
tapi
tidak kenangan itu
ia
punya nasibnya sendiri dalam memori
Ibu,
kini terpisah told an gedung-gedung
tak
bisa lagi kulihat wajahnyayang marah
sebab
kesal karena aku nakal
tapi
selalu kukenang matanya yang merah
sebab
menangis kala gundah
o,
hidup mudah sekali jadi hampa
tapi
ibu membuatnya penuh udara
itulah
mengapa selalu ada jadwal pulang
ke
rahimmu
walau
sebentar
Madura,
Mei 2011
Edy
Firmansyah, lahir di Pamekasan, Madura, September
1980. Puisi-puisinya pernah dipublikasikan di berbagai media cetak dan online. Juga
tergabung dalam beberapa bunga rampai puisi, seperti Dian Sastro for Presiden “The End of Trilogy” (2005), Purnama Majapahit
(2010). Buku puisi tunggalnya adalah Derap
Sepatu Hujan (2011). Pernah menjadi wartawan Jawa Pos (2005-2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar