PESISIR
alun ombak menghantam tangkis
laut
timbul tenggelamkan karang
ikan-ikan bercanda ria di balik
gelombang
angin mendesir dari barat ke timur
ombok melaju kencang
ke tengah-tengah laut
musim kemarau yang bersenandung
mesra
di antara gelak nelayan
atau murung pecinta
di malam hari
ombak mendesir ke tepian dengan
sejuknya sebuah
musim kemarau
bulan mengambang terang di antara
kumpulan
gelombang
menabur hati seorang nelayan
bernyanyi pesisir pantai penyair
Dungkek
2015
aku meyapamu ketika dini hari
datang dengan lusuh
seperti seorang pengembala
di antara orang-orang yang
terlelap mesra dalam
kantuknya
kita membagi rindu pada pesan
yang usang, puisi
indah, dan barisan demi barisan
yang kita rangkai
hanya untuk keindahan.
ada banyak cerita yang kita
bicarakan
ada cerita tentang kerinduan
tentang minyak wangi yang kita
jadikan simbol
keabadian
tak lama setelah itu
kita saling berkecup mesra pada
bunga
pada daun yang berguguran dari
ranting hatiku hatimu
sungguh, kita seperti sungai yang
bebas mengalir
seperti burung yang bebas tidur
dan terbang kesana
kemari
aku menyapamu dini hari di mana
saat bulan terang
saat ombak menghantam lebih keras
aku tak mendengar suara lembutmu
di kediamanku.
Dungkek Pesisir, 2015
WIJI TUKUL
kau lebih suka membangun
kebanaran
kau lebih suka membangun jalan
raya buat rakyat
sengsara
seumpama bunga mereka yang kau
kehendaki
seumpama ruang kau lebih suka
memberi teduh pada
tangis yang berdarah
seumpama tanah kau yang memberi
jatah pada hak yang
sesungguhnya
kebenaran tak kan bisa
dilenyapkan
kebenaran tak kan bisa dimatikan
puisimu yang tak berhenti bergema
di semesta suara puisi-puisi
perlawananmu membara
Dungkek
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar