SURAT KEPADA PENYAIR
Penyair dilahirkan dari aliran air sungai
yang warna airnya tak hanya satu warna
menjadi pecahan kristal kecil menjadi batu
matahari; bumi yang bernafas di dadanya
Penyair dipekerjakan sepi ke dalam hening
memilih merasai ketimbang mengutarakan
dalam kata-kata mencipta semesta rahasia
sebuah dermaga yang hidup dari masa lalu
Penyair dihidupkan lagi dari pendar cahaya
merawat belaian; mencari silsilah luka-luka
di tanah lempung, yang digosok setiap hari
jadi lapisan embun; irama dalam metafora
Penyair serangkaian sejarah cemas; suara
yang meminta bibirnya merasai manis-asin
sebuah perjalanan yang kosong; di gerbong
matanya cuma fokus pada peta di tubuhnya.
Moncek, 040416
LAUTAN KENANGAN
Akulah laut yang menyimpan banyak
kenangan
juga pasir yang menyimpan sisa
perjalanan,
dan aku juga buih-buih yang mencatat
setiap yang akan dan telah dikaramkan
Tapi aku bukan peluit ralat atau dermaga
bagi setiap pasang dan surutnya
kenyataan
hanya sepetik debar yang akan aku catat
dari senja yang melarikan suwung
Lalu aku adalah ombak dan pantaimu
tempat kau menggambar dan menulis lagi
sebuah kisah para pencari yang lupa
pulang
pada istana air tempat kita pernah lahir
Sedang senja adalah matamu yang redup
menjelma setiap kegelisahan letih
menunggu
kabar petang tentang hilangnya
ikan-ikan.
Moncek, 260516
SEPATU TUA
Kuceritakan kenangan dengan sepatu itu
diletakkan nasibnya diujung jari-jemari kaki
ia yang paham tentang takdir penumbalan
perihal tragedi kusam yang disembunyikan
dari semua yang tampak di debu dan batu
di antara rumputan yang mencuri dengar
Kuceritakan kenangan dengan sepatu itu
dilumuri sehimpunan dingin; musim kemarau
dalam tiap cuaca itu, ia membersihkan jemariku
tumit yang ditutup dari segala dengki duri-duri
dan sebuah sajak kian menghisap kenangan
di tikungan yang meneteskan air kenistaan
Kuceritakan kenangan dengan sepatu itu
dibeli suatu hari, di hari pasaran saat pemabuk
menyodorkan nasibnya pada sebotol minuman
dan aku rasakan kegetiran, perpindahan nasib
tuan yang baru, dan sebuah cerita tak tunai
Kuceritakan kenangan dengan sepatu itu
hari-hari yang selalu bersamanya; bau apek
tak disanggah sebagai penghianatan perjalanan
tak ada gugatan sesekali bermain petak umpet
dirahasia kerikil yang membuat malas kakiku.
Moncek, 310316
Fendi
Kachonk,
lahir dan menetap di Desa Moncek Kecamtan Lenteng Kabupaten Sumenep. Aktif di
Komunitas Kampoeng Jerami (KKJ), Forum Belajar Sastra (FBS). Dua komunitas yang
didirikannya. Karyanya, berupa esai, dan puisi-puisinya kerap dimuat diberbagai
media lokal dan Nasional dan dibeberapa Antologi bersama seperti: Sandal Kumal
(2011), Indonesia Titik 13(2012), Istana Air (2014), Hujan Kampoeng Jerami
(2014), Memo Untuk Presiden (2014), Titik Temu (2014),Benale Sastra DKJT
(2016). Dan, buku tunggalnya, Lembah Kupu-kupu (2014), Tanah Silam (2015).,
Surat dari Timur (2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar