gambar source: http://diandracreative.com/books/timur.jpg |
Puisi-puisi R Timur Budi Raja di bawah ini diketik ulang dari Antologi Puisi "OPUS 154" terbitan amper media (2012). Puisi-puisi yang dipilih oleh kami adalah puisi-puisi yang kami sukai. Selebihnya dipersilahkan kepada para pembaca yang budiman, khususnya kepada para kritikus yang senang hati untuk menuliskan sebuah kritik terhadap puisi-puisi yang diambil dari "OPUS 154" karya R Timur Budi Raja ini.
Sumenep
ketika riak laut berkilatan ditindih malam, ia tahu,
ada yang memiliki mata-kaca di atas sana.
mengigau sendirian, menerka surat atau telepon
dari kekasihnya yang setiap sore menyelam-terbenam
di bawah laut, di bawah malam.
1999
OPUS 154
- dhinda
ingin menari bersamamu.
di koridor panjang, ruang venesa menerbangkan
berbagai cerita kembali ke seluruh kutub.
waktu menghening.
- gaun yang kau kenakan melayang
pada lembar-lembar partitur
makassar, 2000
Kamal*
mencintaimu,
sungguh berarti membuat perhitungan dengan waktu.
di bibirmu yang tak sepi itu, orang-orang membuka
riwayat tentang garis nasib yang keras.
dari jejak panjang tapak-tapak kaki yang coklat.
disebab karang dan batu tajam di jalan, demikianlah
kami pahami tentang hidup.
2001
*) nama pelabuhan di Madura
Bukek*
tentang purnama di langit itu
: ketika laut pasang dan kembang tembaga
membayang dalam
di palungnya.
ada seekor kera di bukek
hendak mengambil bintang. tapi telapak tangannya
berdarah dan gunung itu berpendaran ke jawa,
seperti hatiku.
pernah itu kau dengar?
Pamekasan, 2001
*) nama sebuah dataran tinggi di Pamekasan
Ngai Dhaja*
sepuntung rokok
yang kau lempar ke hulu sungai besar itu,
kini tersendat di antara sebatang kayu.
satu dua ikan kecil menciumnya,
satu dua ikan kecil enggan ke dekatnya.
entah mengapa sepuntung rokok itu
menyesalkan yang meninggalkan tubuhnya
di sungai besar itu.
Bangkalan, 2002
Bangkalan
ia menyeka kegusarannya kepada tanah yang membuatnya
menderita. ia biarkan gerimis semakin melaksa lagunya.
tapi sekali lagi, halilintar kembali melingkar-lingkar di
dadanya, mengeraskan nyeri. pahit-pahit ditelannya.
jam dinding berbunyi, pelan sekali.
ia ingin mengenali suara itu lagi.
2003
Jumo
-lelak itu pulang di haru sabtu-
ia benar-benar pergi
ke langit murung dan ke dasar bumi
di mana airmata yang tak bersuara ditrampaung.
ia benar-benar pergi
ketika waktu menyela genggaman,
dan rindu dibisik ngilu senja yang mau berangkat.
2007
liuk perahu,
tamasya kesedihan dari bibir dermagamu,
kubawa pantai yang menangis.
pantai yang melahirkanmu
pada tiap batas dan seringai ingatan.
Sumenep, 2010
Biografi Singkat Penyair
R. Timur
Budi Raja. Lahir di Bangkalan, 01 Juni 1979. Menulis sajak, prosa lirik, beberapa naskah
pertunjukan, dan esai kebudayaan. Memenangkan beberapa lomba cipta puisi
ditingkatan lokal maupun nasional. Pada tahun 1998 memenangkan Lomba Cipta
Puisi (LCP) se-Madura sebagai juara I. puisinya Biografi Dari Beranda
Sine mendapatkan penghargaan dari Yayasan Komunitas Sastra Indonesia
Jakarta (YKSI) Dalam LCP Anti Kekerasan se-Indonesia tahun 2001. Sajaknya
Sehabis Sore Ini mendapatkan penghargaan Purbacaraka Award dari sanggar
Purbacaraka Fakultas Sastra Udayana-Bali dalam LCP Nusantara tahun 2002.
Sajak-sajaknya pernah dimuat di Voice Of Law
(Majalah Kampus Unijoyo),Harian Surabaya Post, Majalah Kidung (Dewan Kesenian Jawa
Timur), Majalah Sastra Horison, Majalah MPA (Mimbar Pengajian Agama), Fajar
(Koran Harian Sulawesi Selatan), Aliansi Budaya (Universitas Hasanuddin Ujung
Pandang), Harian Palapa Post (sekarang Alm.), Pewarta Siang, Buletin Penggak
(Bali), Jendela Newsletter (Bandung), Buletin Lorong (Surabaya), Radar-Jawa Pos
(Madura) dan Harian Pedoman Rakyat.
Aksara Yang Meneteskan Api adalah antologi
tunggalnya yang terbit pada tahun 2006. Sajak-sajaknya pernah menjadi bagian dalam beberapa antologi
puisi, misalnya Akulah Mantera (1996), antologi Para Pemenang Lomba Cipta Puisi
(LCP) Mosshat (1998), Anak Beranak (1998), antologi bersama 46 Penyair se-Jawa dan
Bali Istana Loncatan (1998), antologi bersama seluruh penyair Jawa Timur Luka Waktu (1998), antologi puisi para Nominator
LCP Anti Kekerasan YKSI Award Narasi 34
Jam (2001), Antologi puisi bersama Para Penyair
Bangkalan Osteophorosis (2001), antologi puisi bersama para penyair
Madura Hidro Sefalus (2001), antologi Sastra Pelajar
(Horison, 2002), antologi pemenang LCP Sanggar
Purwacaraka Award Ning (2002), antologi Penyair Jawa Timur Festival Seni Surabaya (FFS) Permohonan Hijau (2003), Penyair Jawa Timur (FFS, 2004), Pelayaran
Bunga (Festival Cak Durasim,
2007), Laki-laki Tak Bernama (2009), Pesta
Penyair Jawa Timur (DKJT, 2009), dan Forum Sastra Hari Ini (Salihara, 2010).
Menjadi
Kurator sehimpun puisi Silaturrahmi
Indonesia (Temu Teater Mahasiswa Nusantara, 2008) dan sehimpun puisi Sepuluh Kelok di Mouselang (2011). Aktif
memberi workshop di beberapa kemunitas literasi di Indonesia. Sebagai
konstributor pemikiran di Komunitas Lingkar Sastra Junok (Bangkalan), Sekolah
Menulis (Bangkalan), Masyarakat Sastra Sumekar (Sumenep), dan Rabo Sore (Surabaya).
Menggagas poros sastra Timur bersama beberapa kawan dari berabagai daerah. Kini
menjabat sebagai redaktur di Jurnal Sastra Amper. Alamat e-mail: daeng_timur@yahoo.com, akarhujan@gmail.com
Sumber
Biografi dalam Antologi Puisi “OPUS 154” dan dapat dilihat pula dalam blog
pribadinya di : http://aksaraapi.blogspot.co.id/2008/05/tentang-saya.html.
Musikalisasi
Puisi garapan R Timur Budi Raja dapat dikunjungi di :
https://www.youtube.com/watch?v=WvO9weEXjbg
(Musik Puisi Timur Budi Raja, Purnama Sastra
Bojonegoro)
dengan keterangan “Timur Budi Raja membacakan sajak "Rajah Di
Antara Dua Buah Dada" (Aslan Abidin) dan membawakan musik puisi "Tamu
Dari Desa" (Timur Budi Raja)”. Dalam bentuk MP3 suara musikalisasi puisi R Timur Budi Raja dapat
didengarkan dan didownload di: http://www.musicmp3.me/mp3/timur-budi-raja
atau bisa juga di https://soundcloud.com/timur-budi-raja
Tentang
R Timur Budi Raja atas dasar kesan dari Arif Bagus Prasetyo, sastrawan
dan kurator seni rupa yang
dipublikasikan ulang di manuskripdody.blogspot.com setelah dimuat di Jawa Pos:
Timur Budi Raja mewakili penyair muda yang
dihasilkan Madura, pulau kecil tandus yang telah melahirkan tiga penyair
nasional: Abdul Hadi W.M., D. Zawawi Imron, Jamal D. Rahman. Tapi di luar tiga
nama terkenal itu, Madura sesungguhnya tak henti melahirkan penyair. Selain
Timur Budi Raja, saat ini Madura memiliki beberapa penyair lain yang aktif,
seperti Syaf Anton Wr dan Hidayat Raharja dari generasi senior, M. Faizi, M.
Fauzi dan Umar Fauzi dari generasi baru.
Timur menarik perhatian saya karena puisi-puisinya
terasa tidak terbebani oleh tauladan literer trio penyair nasional asal Madura
yang dengan intens mengeksplorasi dan mengeksploitasi khazanah natural-kultural
Madura dan/atau nafas religius Islam (agama orang Madura). Citraan alam Madura
memang masih menggenangi puisi-puisi Timur, tetapi hal ini lebih disebabkan
oleh kenyataan bahwa penulisnya tinggal di Pulau Madura. Sebagai orang Madura
yang memiliki budaya khas dan bahasa daerah sendiri, selaku anggota kelompok
etnis yang relatif eksklusif, Timur tidak terdorong menghadirkan warna lokal
Madura dengan pretensi “ideologis”. Dalam puisi-puisinya, tidak terasa adanya
suatu pemujaan kepada pulau kelahiran sebagaimana diperagakan oleh puisi Abdul
Hadi atau Zawawi Imron.
Madura dalam puisi-puisi Timur cenderung dimaknai
sebagai sebentang kesunyian: ranah yang gemetar menanggung perih perpisahan,
kepergian dan kehilangan. Itulah Madura yang terus-menerus menyaksikan warganya
pergi meninggalkannya ke tanah rantau di seberang lautan. Puisi-puisi Timur
menggemakan kesunyian yang seakan menghapus sejarah Madura, mengubah pulau
kelahiran sang penyair menjadi sepotong geografi tanpa biografi, tubuh tanpa riwayat,
masa kini tanpa masa lampau dan masa depan.
Yogykarta,
30 November 2015
Admin
APP-MI
Selendang Sulaiman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar