Echo
kami adalah
embun yang memantul dari genting ke dinding
yang membuat
lumut-lumut begitu betah
bersanding
dari dinding
kami mental ke kuburan,
segala makam
yang menyimpan arwah
para pahlawan
pun para bajingan.
kami bantu
mereka menjawab
pertanyaan-pertanyaan
malaikat tentang surga dan neraka.
dari surga kami
sampai kepada Paduka.
dialah yang
menciptakan suara-suara,
dari jenis
terbening sampai yang paling bising,
kami suling
hingga sampai ia di tempat semestinya.
kamilah wahyu
di atas Wahyu
yang
menyejukkan tidur para nabi dan
pengikutnya
yang menuntun barisan kami dengan rapi.
(Surabaya,
2009)
Doa Sebelum
Tidur
selayaknya
gelap bertenang
tidur
selayaknya
anak panah kembali ke busur
selayaknya
kita kembali
kepada yang uzur
(Pacet, 2009)
Wabah
Lima bulan lalu
aku telah bersumpah kepada batu-batu yang menumbuhkan pikiran-pikiran dari beku
ke cair abu, bahwa jika puisi ini tidak basah saat kulempar ke ruah bah yang
telah menenggelamkan gelimpang mayat-mayat subuh itu, maka aku akan berdiri di
tengah-tengah ini spasi mencari (di mana) mimpi juga melucuti bunyi-bunyi yang
barangkali telah melupakan setiap mati ke lembah-lembah paling sunyi, lalu
melenyapkan sama sekali, tentang bebayang atau yang terbayang terlalu kepayang
kepadaNya.
Sungguh dalam bait-bait
ini aku telah dihilangkan sekaligus dibuai seperti muasal kelahiran dan awal
kematian, harus dimandikan, dengan
sebentuk tangis yang begitu diindahkan. Jalan-jalan yang sudah terhampar
itu adalah jalan lalu lalang: mahligai para belang, dan para belulang mencari
rekah tanah; mencari jalan pulang. Terlempar bersama kirikil aku ditawari
seekor Ababil.
(Surabaya,
2009)
Catatan dari si Tukang Arsip : Puisi-puisi ini telah
dipublikasikan pertama kali di blog pribadi :
http://penyair-air.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar