ditulis pada tahun 2005 s/d 2011
Jika Kau Perempuan Rembulan
jika kau perempuan rembulan
maka kabari aku tentang kerinduan
dan jadilah pulau dalam kerinduanku
di malammalammu
Yogyakarta
Surat
hari ini kau tampak berbeda. bahasamu pucat. wajahmu
tak lagi semanis madu. esok, bila halamanhalaman suratku kau buka, terbangkan
hurufhuruf rinduku yang hijau. buanglah titik komanya ke dalam relung hatimu.
jangan sampai kau mengatakan itu sendiri padaku. jangan katakan. aku tak ingin
jalan dan sungai itu mengalir sunyi, seperti dirimu menyimpan permata di balik
rambutmu yang dulu kau potong dengan pisau: matanya kau tusukkan ke jantungku.
wahai engkau yang bergumam dalam tanya. jangan
tanyakan lagi tentang diriku yang lewat dibelakang rumahmu. aku telah
meletakkan jejakku di bawah pohon itu. aku pergi, ke mana aku pergi. dunia akan
selalu mengikuti. maka tengoklah jejakku itu di belakang rumahmu di bawah pohon
mengurung niatmu.
Jakarta
Segelas Air
Putih
siang itu, kuperhatikan satu persatu orangorang yang
datang meramaikan rumah tua, rumahmu katanya. kucaricari tubuhmu yang di
dandan, seperti kuadikuadi pengantin. tawa bahagia menepuk tangannya melepas
kenangan.
“kasihku, di mana kau di dalam rumah petang. kubawa
pesananmu untuk kau sulam.” sumber mata air mataku mengalir di tubuhmu, tubuhku
hilang. kubawa segelas air putih yang kupetik dari bawah pohon khuldi tempat
adam membuang air matanya menjadi sumber kehidupan, sampai kelak kau
menyebutnya sebagai hawa yang membikin sorga di telapak kakinya. kelak kau akan
berjanji meski kurang mengerti pada buah khuldi yang kau sebut buah hatimu
hatiku.
akukau dalam segelas air putih menimangnimang.
menuangkan gelisah. membuang amarah. lalu membikin sajak dari potongan bibir
gelas merajut impian liar tentang seluruh hidupmu hidupku.
oh, malammu malamku hilang bercampur mawar bertebar di
seluruh ruangan kaca. kita sepakat mengamini malam sampai matahari menyebut
namamu namaku. dan akukau terpasung di belakang pintu.
Ketapang
Kupinang Kau
dengan Puisi
syarifah, kupinang kau dengan puisi, agar kau menjadi
arti dan makna tersembunyi. di balik bongkahan batu igauku menjelma,
mengantarkanmu pada lembah mimpimimpi. surat putih ini kukirim ke kotamu
sekedar diludahi lembarannya, seperti dulu kululuhkan hatimu dengan kata, kata
yang mengajakmu berlari di subuh yang jelang—menyebrangi loronglorong petang.
memperlihatkan wajahmu di bawah buram lampu bertuliskan toilet umum.
syarifah, kupinang kau dengan puisi, yang melukis
kisahku tentangmu di sebuah stasiun. kisah antara aku dan nyamuknyamuk nakal
bermain pantatku. lalu kupanggilpanggil nama kau di sebuah halte bus kota,
sebab aku tak lagi bertahan dengan nyamuknyamuk nakal itu,
padahal sudah kusembunyikan wajahku dalam toilet
tempat orangorang mengumpulkan keresahan.
syarifah, kupinang kau dengan puisi, yang dulu kau
memanggilku di lidah jalan menyeberangi sungai kering, airmatamu tumpah
tibatiba. kau tak menghiraukannya, suaramu terus memanggilku tanpa lelah.
syarifah, kupinang kau dengan puisi, menjadi ayatayat
suci di setiap langkahlangkahmu, seperti sajaksajakku yang lain yang dulu
pernah memperkosamu dengan asma’ suci dan firman Tuhan bersujud di
bibirmu, sampai kau menjeritjerit atas nama Tuhan-mu padaku.
syarifah, kupinang kau dengan puisi!
Camplong-Ketapang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar