Di
sepertiga malam yang terakhir
engkau
menekur di atas sajadah, betapa indah
kaulihat
anak istrimu terlelap saat kaujaga
kaukhusyuk
dan tenang dalam berdoa
Di
sepertiga malam yang terakhir
aku
mengelih dengan tajam, betapa capai
kulihat
hanya kegelapan atau lampu kendaraan
dipermainkan
tempo lalu lintas yang sinkop
ngebut
di jalan lurus, macet karena perbaikan jalan
Putar
tasbihmu, kumainkan setirku
Kalau
engkau tergoda rasa kantuk
aku
pun begitu, tergoda suntuk
engkau
mengantar diri; khusyuk ke alam masyuk
aku
menahan diri; rindu keluarga menghiruk-pikuk
Lantas,
di mana kita bertemu?
jika
itu kelak, tempatnya bernama surga
jika
itu kini, tempatnya bernama doa
dalam
khusyukmu menaklukkan malam
dalam
khusyukku menyelinapi banyak kendaraan
Sungkan
aku bertanya,
doa
siapa yang akan segera terkabul?
engkau
selamat dari ragu, dari takbir sampai salam
aku
selamat dari celaka, dari agen sampai terminal
bukan
karena amal dan kepiawaian kita
namun
karena kasih Tuhan yang sama semata
2/2/2014
Diposkan
oleh M. Faizi pada 01
April 2014 di blog sareyang.
Kamu
mirip kue tart, kena senggol sedikit langsung rusak
mengapa
kamu rapuh, padahal elok tubuhmu itu seluruh?
Kalau
kamu ingin aku mengikutimu
jangan
ikat aku diseret, tapi buat dirimu menarik
berjubah
amanah, tak mudah goyah
tak
perlu cocok hidungku dengan jarimu
khawatir,
nanti terkena colek pula mataku
Kamu
mirip kue tart, kena senggol sedikit langsung rusak
engkau
kekar dalam bentuk, tapi kerempeng dalam isi
orang
lapar tak butuh muluk, nasi dan lauk lebih dicari
Kalau
kau ingin aku manis memuji, bersifatlah kanaah
hanya
kepada rakyat, memberi; hanya kepada Tuhan, menadah
namun,
jika imanku kamu bayar dengan rupiah
di
dalam pestamu, 5 menit aku sih bisa setia
tapi
untuk 5-10 tahun lamanya, mana mungkin aku percaya?
23/4/2014
Diposkan
oleh M. Faizi pada 23
April 2014 di blog sareyang
Tahu dan Tidak Mau Tahu
Guru: Mengapa engkau tak mau duduk dalam pengajianku?
Murid: Karena andai engkau katakan bahwa berbohong itu salah, maka aku akan berdosa sebab aku masih suka berbohong.
Guru: Baiklah, jika engkau tak mau mendengar, tapi mengapa engkau tak pernah membaca?
Murid: Jika membaca membuatku tahu bahwa kikir akan mengeraskan hati, aku takutkan itu karena aku memang demikian. Bukankah lebih baik aku tidak tahu dan aku tidak mendapatkan hukuman karena ketidaktahuanku?
Guru: Tak sempat mendengar hikmah tentang kejujuran membuatmu tak bersalah jika engkau berbohong; tak membaca hikmah berderma juga tak membuatmu bersalah jika engkau kikir. Namun, kamu harus belajar untuk itu semua. Sebab, dengan tidak mau belajar, engkau akan salah dalam segala-galanya.
Diposkan
oleh M. Faizi pada 30
Juni 2014 di blog sareyang
Setelah
dilurup gelap dalam semalam
subuh datang mengantar cahaya
putik-putik pendarnya
berjatuhan dari atas jumantara
Ada yang jaga mengintai malam
bersama cemas pada bekal amal
ada yang lelap digulung kerja
tanpa takut kecuali upah tertunda
Dingin dan sunyi
memangkas malam jadi pendek sekali
doa panjang seorang pendosa
dan air matanya, menetes dari langit
tak habis-habis untuk menangis
bulan istimewa yang lewat begitu saja
subuh datang mengantar cahaya
putik-putik pendarnya
berjatuhan dari atas jumantara
Ada yang jaga mengintai malam
bersama cemas pada bekal amal
ada yang lelap digulung kerja
tanpa takut kecuali upah tertunda
Dingin dan sunyi
memangkas malam jadi pendek sekali
doa panjang seorang pendosa
dan air matanya, menetes dari langit
tak habis-habis untuk menangis
bulan istimewa yang lewat begitu saja
24/07/2013
Diposkan
oleh M. Faizi pada 14
Juli 2014 di blog sareyang
Nenek Moyang Ilmu Pengetahuan
(Sebuah
Memoar Masa Kecil Yang Kian Menghilang di Kehidupan)
Kilatan
berkas cahaya di langit
melintas
rendah sehabis Maghrib
"Seorang
malim segera pergi..."
Itu
bukan meteor, itu bukan benda langit
hanya
cahaya yang melintas dekat
selepas
ghurub
Lalu,
ada kala seberkas cahaya
melintas
tinggi di jumantara malam
membawa
curiga dalam hati
"Itu
cerawat yang dibawa setan
seseorang
akan buncit perutnya
lalu
meninggal dengan sengsara"
Itu
juga bukan benda langit
sebab,
ia tak jatuh melayang ke bumi
membuat
kerusakan
Kami
belajar pada alam
membaca
tanda duaja dan perubahan
pada
angin, pada cahaya dan gelap
pada
nanar, pada mimpi dan kenyataan
Pengetahuan
beranak pinak
dari
pengalaman dan khayalan
kami
belajar melapangkan ruang penafsiran
belakangan,
sarjana-sarjana setelah kami
mencari
wahyu-wahyu ilmiah
di
laboratorium dan perpustakaan
Pengalaman
dan khayalan
puisi
dan pepindannya
merupakan
leluhur kami
nenek
moyang ilmu pengetahuan
25/08/2009
Ditulis
ulang oleh Rusdy Umar dalam pembuakaan ulasan puisi terhadap puisi di diposkan
ulang oleh M.Faisi pada 03 Oktober 2014 di blog sareyang
Dua Belas Gurindam Pengantin
Sidang faqir duhai mempelai
inilah khutbah dalam gurindam
Wahai pengantin yang bahagia
ikutlah sunnah sabda mulia
Gelimang hidup bukanlah harta
tabah derana itulah dia
Rumah tanggamu bagai madrasah
tempat belajar tingkah dan polah
Bila terjadi khilaf dan salah
mohon wali-mu memberi petuah
Dengan tetangga dan handai taulan
saling berbagi dan pengertian
Tak ada insan yang sendirian
mampu bertahan tanpa bantuan
Janganlah kikir dan juga congkak
di bumi Allah hanya berlagak
Janganlah langgar adat leluhur
pahami ia dengan tafakkur
Jika tersiar orang bergunjing
kuatkan hati jangan terpancing
Kepada mertua sila berkhidmah
seperti menghormat ibu dan ayah
Kepada Allah mari berserah
semua urusan supaya mudah
*) puisi ini dipesan oleh KH Abdul Basith AS kepada saya pada suatu hari di bulan puasa 1435 H, tepatnya 5 Ramadhan atau 3 Juli 2014 untuk dipersembahkan sebagai bagian dari kado pernikahan putrinya, Fikriyah dengan Ainul Haq
Diposkan
oleh M. Faizi pada o6 Desember 2014 di blog sareyang
M. Faizi Lahir di
Sumenep 27 Juli 1975. Lulusan Pasca sarjana Imu Sastra UGM 2004. Karya tulisnyaesai, terjemahan cerpen, dan
terutama puisidimuat di
Republika, Pikiran Rakyat, Ulumul Quran,
Kompas, Serambi Indonesia, Suara Muhammadiyah, MPA, Kedaulatan Rakyat,
Memorandum, Jawa Pos, Romansa, Bhakti, ..
Lahir
di Sumenep 27 Juli 1975. Lulusan Pasca sarjana Imu Sastra UGM 2004. Karya
tulisnyaesai,
terjemahan cerpen, dan terutama puisidimuat
di Republika, Pikiran Rakyat, Ulumul Quran,
Kompas, Serambi Indonesia, Suara Muhammadiyah, MPA, Kedaulatan Rakyat, Memorandum,
Jawa Pos, Romansa, Bhakti, Radar Madura, Riau Pos, Lampung Post, Banjarmasin
Post, Fajar, Horison, Pedoman Rakyat, Bahana (Brunei Darussalam) dan beberapa
majalah kampus serta media cetak lainnya. Puisi-puisinya juga terkumpul dalam
antologi puisi bersama; sementara karya-karyanya yang telah dibukukan adalah: Madah Makkiyah (edisi terbatas 1997: puisi); 18+
(Diva Press, Jogjakarta, 2003: puisi); Sareyang (Pustaka Jaya, Jakarta, 2005:
prosa lirik); Cinta ½
Hati (Diva
Press, Jogjakarta, 2005: populer); Idologi (Nuansa Cendekia, Bandung,
populer); Rumah
Bersama (Diva
Press, Jogjakarta, 2007), Walisongo (Kalam Kalbu Indonesia,
Jogjakarta, 2007), Bukan
Pahlawan Kesiangan (Pusat
Perbukuan Nasional, DEPDIKNAS).
Karya
terjemahan yang sempat dibukukan, antara lain: Senandung Burung Pipit (Bayu
Indra Grafika, 1995); Penggali Kubur (Pustaka Jaya, 1999); Indahnya Kematian
(Diva Press, 2002); Majnun (Pustaka Jaya, 2004), dan; Wanita Muslimah
(Darussalam Press, 2004). Ia juga mengeditori sejumlah buku terjemahan, di
antaranya cerpen-cerpen karya Najib Mahfoudh dan Khalil Gibran.
Penghargaan
yang diperoleh: Juara pertama lomba cipta puisi Mahasiswa se-Daerah Istimewa
Jogjakarta (1995): penghargaan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX; Juara ketiga Lomba
Mengulas Karya Sastra (LMKS) tahun 2005 antarguru bahasa dan sastra Indonesia
tingkat Nasional yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, DEPDIKNAS, dan; Juara harapan ketiga Sayembara Penulisan Naskah Buku
Bacaan Tahun 2006 yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan Nasional,
DEPDIKNAS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar