Zhu Ni Sheng Ri Kuaile, Siocia!
[1]
Alam
bisu, lembab dan lugu
Malam,
dan segala yang bernama malam
menampung
bahasa benda-benda langit
di
mulutku yang gemetar dan kebak oleh cinta
Ucapkan!
– seru mereka
Dan
aku pun berteriak
kepada
sosok yang kucipta dalam benak:
“Zhu
ni sheng ri kuaile, Siocia!”
[2]
Cahaya
lampu jalan terbaring
di
daun-daun pohon palma
dan
pulas di atas alunan instrumentalia
Sedang
aku, mimpi yang tercipta dari namamu
bertanya
kepada waktu: cukupkah usia
barkata
banyak tentang dirimu?
Tetapi
waktu, dengan wajah layu, hanya mendesah:
“Zhu
ni sheng ri kuaile, Siocia!”
[3]
Samar-samar,
musik memainkan udara
Dan
ketika kuiringi ia dengan nyanyi
sesosok
peri mengangkat suaraku
ke
langit Jakarta, 27 tahun yang lalu
Tatkala
sebuah tangis bayi pecah
dan
ucapan dikirim dari segala arah:
“Zhu
ni sheng ri kuaile, Siocia!”
[4]
Pada
jam itu, saat segalanya terbaring
O
kelahiran yang menatap surga
kau
dengarkah nyanyiku berlayar
di
danau air mata seorang perempuan?
Saat
segalanya terbaring
tak
kau dengarkah bedug masjid dan lonceng gereja
dipukul
pada saat yang sama
untuk
cinta yang memancar dari kalimat yang sama:
“Zhu
ni sheng ri kuaile, Siocia!”
[5]
Aku
bernyanyi dan kau tertawa
Sedang
malaikat, mahluk yang tolol soal cinta itu
menitikkan
air mata
ketika
ia buka lembaran takdirmu
di
mana tak terbubuh namaku
Tetapi
aku akan terus bernyanyi
hingga
kelak tak dapat kudengar suaramu lagi
dan
hanya di hadapan fotomu aku dapat berkata:
“Zhu
ni sheng ri kuaile, Siocia!”
Jogokariyan,
April 2014
Dua Sajak Buat Faustina Bernadette
Hanna Kesumajaya (Kwang Han Na):
Di Puncak Bukit Seruni
Di
puncak bukit Seruni
aku
berteriak memanggil namamu
Aku
panggil namamu berkali-kali
Padahal
kau sedang di sampingku
tertawa-tawa
kecil dan berucap: gila!
Betapa
jika kau tahu
Aku
ingin suaraku membawa namamu
menembus
gumpalan kabut di lembah-lembah
di
pohon-pohon yang diselimuti hawa dingin
Menembus
cakrawala
Menembus
hasrat riang dan duka cita
Aku
ingin suaraku dan namamu
sampai
di masa depan dan bernyanyi
Bernyanyi
untuk kedatangan kita
dengan
cinta yang penuh
Tak
akan ada lagi pertengkaran
atau
rasa kesal atau kemarahan
memburu
kita
Kita
akan murni sebagai musik
yang
mengalun dari dalam jiwa yang tunggal
Tetapi
jika aku datang sendiri, aku akan berkata:
Jangan
bersedih, o suara dan nama
Jiwanya
ada dalam tubuhku
Sebab
jika tidak, aku tak akan pernah ke mari
Aku
tak akan pernah datang ke mari
Lihatlah
ke dalam mataku
mimpi-mimpinya
masih menyala
Matanya
yang sipit saat tersenyum
lengannya
yang lembut dan ingin kugigit
dan
keseluruhan dirinya
masih
tersimpan rapi
dalam
ingatanku
Jangan
menangis, o suara dan nama
Aku
telah cukup bahagia bahwa nasib
pernah
mempersembahkannya padaku
Bahwa
semenjak dari puncak bukit Seruni
telah
kuhadiahkan nafas dan usiaku
untuk
seorang perempuan
Jangan
bersedih, o suara dan nama
Sebab
ia selalu berpesan: jangan bersedih
Jangan
menangis, o suara dan nama
Sebab
ia selalu berpesan: jangan menangis
Bogor-Yogyakarta,
2013-2014
Ceracau Si Gila
Dunia
penuh mawar
dan
aku ingin menciumnya sepanjang hari:
mencium
bibirmu yang adalah kesedihanku
Cinta
serupa musik yang memancar
dari
kilatan pedang para pemabuk
Dan
dari ujung pedang itu meneteslah
darahku
dan darahmu
Saat
daun-daun berlepasan dari rantingnya di musim kemarau
orang-orang
berteriak,“Sungguh menyedihkan pohon ini!
Meski
dicerai daun dan buahnya, akarnya makin mencengkeram bumi"
Han
Na! O Han Na!
Kematian
macam apa
yang
tak akan menundukkan kepala
di
hadapan mata si gila?
Sungguh
menyenangkan usiaku lewat sia-sia
karena
membayangkanmu
Tersenyum-senyum
sendiri melihat wajahmu
meloncat
dari satu benda ke benda lain
Menangis
tersedu-sedu di hadapan apa dan siapa saja
ketika
teringat kau dan aku tak mungkin bisa bersama
Agama
kita beda, suku kita beda
Tapi
langit toh mengabarkan keindahannya lewat awan
Hutan
berbicara dalam cericit burung-burung
Mari
berlayar bersamaku, Han Na
Hapus
air matamu dan rebahlah ke pundakku
Prahara
akan ditanggung oleh setiap perahu di laut mana pun
Prahara
akan ditanggung oleh setiap perahu di laut mana pun
Jogokariyan,
2014
MUHAMMAD
ALI FAKIH,
lahir di Kerta Timur Dasuk Sumenep Madura, 08 Maret 1988. Kini sedang belajar
di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan bergiat di Lesehan
Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY).
Catatan
dari Si Tukang Arsip: puisi Zhu Ni Sheng Ri Kuaile, Siocia! pertama
kali dipublikasikan oleh si penyair di catatan Akun Fb-nya. Begitu pula dengan
puisi Dua Sajak Buat Faustina Bernadette
Hanna Kesumajaya (Kwang Han Na): Dipuncak Bukit Seruni & Ceracau Si Gila, juga
dipublikasikan oleh si pengarang yang tengah diliputi candu asmara, di catatan
fb-nya pada 7 Februari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar