Senja
Susut Dari Ufuk Matanya yang Sembab
senja susut dari ufuk matanya yang sembab
sementara sisa hujan siang tadi masih
menggantung di pucuk-pucuk daun yang sesekali digoyang-goyangkan angin, seperti
nasibnya
ia tak berharap ingin melupakan segalanya
dan ia tak ingin menangis lagi
petang yang mengendap di rimbun pohon bambu,
menjilati hatinya yang pilu
bebunyian hewan-hewan kecil riuh menyambut
malam
seperti riuh waktu di dadanya berdebam,
menyambut yang tak ingin disebutnya kenangan
ia tahu siang terlepas, hujan tertahan di
pucuk-pucuk daun
tetapi ia pun tahu petang kian mempertegas
hatinya yang pilu
Dasuk, 2011
Sebatang Pohon
sebatang pohon terbakar oleh kemarau yang kita
tiup dari tanah ini, dada ini
sesaat langit melemparkan kita ke sebuah ruang
yang terpencil dari cuaca
tetapi sebatang pohon menjulur-julur ke langit
dan kita yang sendiri hibuk mencakar-cakar sepi
Jogja, 2011
Ia
Tak Ingin Melepas Pagi
ia tak ingin melepas pagi begitu cepat dari
beranda ini, dari hati yang remuk ini
tetapi hujan yang datang tiba-tiba membuatnya
tak bisa menahan kenangan yang deras memukul-mukul matanya
ia dipaksa tercenung sendiri di beranda ini
tanpa sempat menangkap isyarat dari bunga-bunga
yang bermekaran di halaman
tanpa sempat menanyakan kembali: sejak kapan
hujan telah mencekik pagi sesengit ini?
sejak kapan seseorang mesti merasa terasing
dengan keadaan?
ia bayangkan, seandainya hujan reda dan pagi
telah menggulung rumbai-rumbainya, mungkin tak akan dikenalnya lagi malam yang
melesap ke dalam tanah dan menghembus beranda ini, hati yang remuk ini
Dasuk, 2011
MUHAMMAD
ALI FAKIH,
lahir di Kerta Timur Dasuk Sumenep Madura, 08 Maret 1988. Kini sedang belajar
di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan bergiat di Lesehan
Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar