Setelah
Hari Kematian
jiwa
dan ruhmu mendekam
pada
dinding tembok keabadian
sebelum
ia menyusup ke ruang sunyi
riwayat
namamu akan terkenang
membentuk
gumpalan tanah di permukaan
ada
yang menyembah ampun
ada
yang mencibir senyum
tulang-belulangmu
melepuh
seperti
daun kering berguguran
berakhir
pada tubir nasib
yang
tak selesai hingga akhir kematian
Yogyakarta,
2015
Riwayat
Kepedihan
I/
ada
beribu pintu mengatup
dari
bibir doamu yang redup
di
tanah yang memar ini
bau
tubuhmu menyengat
bagai
bangkai ikan terdampar
kalimat-kalimat
telah mati
tak
mampu menjamah tubuh
yang
kian busuk oleh usia
ada
yang datang dengan mata terpejam
mencerabut
rumput-rumput kehidupan
di
teluk nyawamu yang tergadai
pada
dinding lautmu yang haus
memangsa
waktu tanpa sisa
tak
perlu kau bertanya
di
kedalaman usiamu yang retak
langit
di atas kepalamu akan runtuh
meratakan
nasibmu yang kelabu
II/
khayalanku
hilang diterjang kabut
duka
waktu tak pernah memberi harap
pada
ruang kosong
sekumpulan
bayang menelan ingatan
ketiadaanmu
menjelma riwayat kepedihan
aku
berkhayal duka-duka bersarang
terdampar
pada gelap kehidupan
aku
terdampar dalam perahu nasibmu
mendaki
sayap keresahan
merajut
makna dukamu
palung
derita terdampar gulita
menjarah
jiwa kehancuran
Yogyakarta,
2015
Detik
Waktu
menghitung
jarak sejauh memandang
melempar
jiwamu ke tepian
detik-detik
waktu pada loncengmu
menggetarkan
dahan jantung
melepuhkan
jarum-jarum kian tajam
dadaku
tertusuk oleh sejarah kematian
detik-detik
waktu ke ujung jiwamu
memutar
kisah meredam ingatan
pada
luka kuncup nadimu
dering
lonceng terdengar
menahan
nafas yang hilang
Yogyakarta,
2015
Malam
ke-7
datanglah
malam ini
bawakan
segenggam dupa
duduk
pejamkan
mata
bila
kau hirup bau asap itu
getarkanlah
detak nadimu
merintihlah
masuklah
ruhmu dalam asap
di
malam ke-7
Yogyakarta,
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar