MIMPIMIMPI BERUANG DAN SKENARIO GELAS
BEER
kau bisa
mengantarku ke tempat cahaya menyentuh bumi? tempat dengan bertonton ikan
salmon dan beriburibu beruang belajar bicara seperti manusia. di langit roh
agung memutarmutar nasib . menancapkan tongkat di lingkar musim. oi, segala
yang di air migrasi ke awan. hujan berjalanjalan di halaman. sungaisungai
berwarna merah muda. seperti mata kanakkanak ketika berebut bola. aku beruang
dengan tangantangan lurus menghunjam bumi. datanglah badai. datangkan bom dan
tank! aku hancurkan tubuhmu, menjadi geremeng takdir di bibir khidir. air
muncrat ke tepi gigir. menimbulkan gelanggelung cuaca yang gigil. aku beruang
dengan lenganlengan yang tajam memenggal namamu malammalam.
dari langit cahaya
turun perlahan. seperti jalan pulang bagi beruang setiap kemarau. ikaniakanpun
terkapar , menulis hidupnya dari kematian. kau, masih saja mengangkat tangan
seperti lelaki dengan segelas beer di tepi senja. bibirnya terus berbicara,
seperti tak mau tertinggal sedetikpun sebagai manusia:
“sebagai manusia, aku tentu lebih
mengenal katakata. ketimbang menekuni lukaluka”.
Sumenep,
2010
ANI, KEMUDIAN PEREMPUANPEREMPUAN
MENYIMPAN BELATI DI MATANYA
ia melirik jam.
mata yang lalang. menyimpan belati dan kesedihan. seperti subuh datang dengan
jemari lunglai; -jalanan menjadi tempat bermalam dan gemeretak ban mobil
membangunkannya- lelaki terpenggal sebagai kekalahan dan kemenangan tibatiba.
perempuan masih menggambar kamar tidur, bau parfum dan deodorant sampai
belati membawanya pergi. membunuhmu sebagai tubuh wanita. kemana harus aku cari
bau tubuhmu?
kemudian kau
serdaduserdadu dengan kebencian para penjajah –jalanjalan sesak, baju, sepatu
berjalan sendiri, kaos kaki, minyak goreng, jemuran, detergen, permen dan cinta
berlarian bersama tubuhmu, sebagai iklan teve yang tak kenal lelah. kita
sampai persimpangan yang entah.
perempuan dengan marah mencabut belati dan menebas sunyi di sekelilingnya.
berlompatan anjing dari mulutnya. anjing dengan luka panah di jantungnya.
“REVOLUSI JALANG!” graffitty tubuhmu ditemboktembok, di besi penyangga
pengumuman, di trotoar, di atas kapkap truk terbuka, di tubuhmu lelakiku!
perempuan semakin legam dengan tangan sebesar godam dan kaki baja yang kokoh.
maju betina jalang!
jam berdetak kencang.
-seperti
api membara, waktu membakarmu!-
ia melirik jam. lagi, dan lagi. tangan
kirinya gemetar garang. namun aku lihat kesedihan dimatanya. kesedihan yang
meledakkan semua orang. kesedihan yang menyimpan api. dan pandora menyimpannya
sebagai kardus kejahatan. seperti ani dan belati di matanya siap menghabisimu!
Sumenep,
2010
*Lagu
ini adalah jenis folklore, yang biasa dinyanyikan oleh orang-orang tua ketika
menggendong anaknya dengan mengayun-ayunkannya agar cepat terlelap.
TARIAN
DHAMMONG
callelet,
yang dating pasti pulang.
dhammong
gurjham!
dhammong.
tubuhttubuh bergulingan. belingsatan ke segala penjuru. menyelam dalam tanah.
lahir jagung dan padi. tumbuh orangorangan jerami. mengirim kuntul do’ado’a
pengharapan menjadi anakanak air di ruas musim. gurjham!
kemarau
datang. tanah kerontang. saat yang tepat untuk mengukur ketakutan, ob!
perjalanan telah jauh memasuki ketakutannya sendiri, usia rentah, tubuhtubuh
telanjang kering. seperti hantuhantu bergentayangan mendiami celahcelah tanah,
tiap senja dating. mari menari, memanggil hujan di ujung tebing tidak berdasar.
barangkali lintasanlintasan musim berterbangan bersama gagak. mengantar aku ke
langit. kwaknya memanggilmanggil
tuhan. sebentar lagi kita telan badai.
kalau
aku ke langit. aku ingin bersama gagak. sebab tidak ada bangkai dalam badai.
kalau aku terjun, apa yang terjadi dengan tarian?
ghurjham!mati.
sumenep
2010
Mahendra, Lelaki
kelahiran sumenep madura dengan nama lahir Mahendra Cipta, sempat singgah di
Yogyakarta dan menyelesaikan
S1 pada jurusan Theology dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga. Bergiat pada
aktivitas-aktivitas lingkungan hidup, sosial, budaya dan kesenian. Pernah bergiat di
beberapa kelompok kesenian; Teater Eska Yogyakarta, Rumah Arus Community
Yogyakarta, SPPY (Sindikat Penyair Pinggiran Yogyakarta), Krikil Freelance,
Therminal Kuman Experimente De Arte. Di tengah kesibukannya membina
sanggar-sanggar pesantren dan sekolah-sekolah dengan kekawan mencoba membangun
jaringan kesenian dengan Taneanlanjhang Culture-Art Exebition. Sebab ia
percaya seni lahir dari keseharian yang remeh temeh. Selain sebagai pemulung
(penyuka teater, tari dan musik), dia juga menulis naskah teater, essai,
artikel dan puisi dan sebagai aktor dan sutradara dalam banyak pertunjukan.
beberapa puisinya dimuat dalam antologi bersama; Ketika Pinggiran Menggugat
(Yogya, 2003), Atjeh, Kesaksian Penyair (Yogya, 2005), Nemor Kara (Balai
Bahasa Surabaya, 2006) dan antologi puisi mutakhir Jatim: Pasar yang Terjadi
Malam Hari ( Dewan Sastra Sby, 2008). antologi puisi Festival Bulan Purnama
Majapahit (DK Mojokerto 2010), Dzikir
Pengantin Taman Sare (Bawah Pohon Publishing 2010), dan Hijrah (Sanggar
Bianglala, 2011).
Diundang dalam TSI-4 Ternate Maluku Utara, dan terkumpul dalam antologi Tuah
Tara No Ate (2011). April 2012; sambil menyiapkan sebuah pementasan teater
Language Theatre Indonesia “Negeri yang
Bergandul Potongan Kuping” (keliling 3 kota) juga di undang dalam Festival
Penyair Indonesia Internasional (FPII). Selain sebagai ket. Komite Teater Dewan
Kesenian Sumenep (DKS), ia juga sering jalan-jalan keluar kota membangun
jaringan untuk Language Theatre Indonesia.
Catatan si Tukang
Arsip: puisi-puisi ini, diambil dari Manuskrip puisi di
perpustakaan Divisi Sastra Teater ESKA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar